Apakah hari Sabat itu diganti ke hari Minggu?

oleh Don Henson

https://lifehopeandtruth.com/bible/10-commandments/sabbath/sabbath-changed-sunday/

Ayat-ayat kutipan artikel ini umumnya diambil dari Alkitab versi: Indonesian Modern Bible, tetapi juga dari Indonesian Terjemahan Baru.

Tidak ada bukti bahwa hari Sabat itu berganti ke hari Minggu di dalam Perjanjian Baru. Tetapi ada bukti Alkitab yang konsisten bahwa hari Sabat, yakni, hari ke-7 itu, terus dikuduskan oleh Gereja Perjanjian Baru.

 

 

 

 

 

Sabat: Sabtu atau Minggu?

Dari hari-hari penciptaan  (Kejadian 2:1-3), Sabat, hari ke-7 itu, dikuduskan untuk kebaikan seluruh umat manusia. Elohim beristirahat pada hari ketujuh itu dan menguduskannya (memisahkannya dari hari-hari lain untuk maksud ilahi) sebagai berkat bagi seluruh umat manusia.

Sabat, hari ketujuh alkitabiah itu selalu dihitung dari hari Jumat matahari terbenam sampai hari Sabtu matahari terbenam.

Kemudian, hari Sabat hari ketujuh itu disahkan sebagai bagian hukum Elohim di dalam perjanjianNya dengan bangsa Israel (yang merupakan orang Yahudi tetapi satu bangsa) di kitab Keluaran 20:8-11 dan diulangi di Ulangan 5:12-15.

Siapa yang mengubah hari Sabat itu ke hari Minggu? Yang pasti bukan Yesus Kristus.

Yesus berkata di dalam injil Matius 5:17-18 bahwa Dia datang tidak untuk “meniadakan [membatalkan, menghancurkan] Hukum Taurat atau kitab para nabi.” Yesus berkata bahwa Dia datang untuk memenuhi maksud dan tujuanNya sebagai Juruselamat, bukan untuk mengubah atau mengeliminasi satupun dari hukum-hukum itu, yakni hukum yang mengatur hubungan kita dengan Elohim dan dengan sesama kita. Dia menyatakan dengan tegas bahwa tidak satu titik pun dari hukum taurat itu akan hilang berlalu sebelum seluruh rencanaNya digenapi.

Di dalam injil Markus 2:27 Yesus merujuk kembali kepada penciptaan hari Sabat itu ketika Dia berbicara kepada orang Farisi, "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat.”

Sangat jelas bahwa hari Sabat, yakni hari ke-7 itu, dibuat (diciptakan atau ditetapkan) untuk kebaikan seluruh umat manusia, bukan hanya untuk orang Yahudi. Dan karena hari Sabat itu dibuat untuk manusia, selama ada manusia di bumi ini, Sabat itu akan terus menjadi bagian dari ciptaan dan bagian dari hubungan kita dengan Elohim.

Ayat 28 berkata, “Jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat." Dengan kata lain, Sabat (Sabtu) adalah “Hari Tuhan” yang benar.

Lukas 4:16 mengindikasikan bahwa adalah “kebiasaan” atau tradisi Yesus untuk merayakan/menguduskan hari Sabat. Meskipun orang-orang Farisi terus-menerus menentang Dia tentang apa yang Dia lakukan pada hari Sabat, Yesus secara konsisten menguduskan hari ke-7 itu – tidak pernah ada indikasi bahwa Dia menggantikan Sabat itu ke hari Minggu.

Siapa yang mengubah hari Sabat itu ke hari Minggu? Bukan rasul-rasul atau Jemaat Perjanjian Baru.

Gereja Perjanjian Baru itu meliputi enam dekade setelah kematian Yesus Kristus.  Tidak ada satu pun yang menyebutkan pengubahan hari beribadah [Sabat] itu ke hari pertama, yakni hari Minggu.

Manusia tidak memiliki otoritas untuk “menguduskan” atau menetapkan suatu hari menjadi kudus. Hanya Elohim yang dapat melakukan itu. Dan menurut ayat Suci, satu-satunya hari yang ditetapkan oleh Elohim untuk beribadah dalam minggu itu adalah hari ke-7 (Kejadian 2:2-3) – hari Sabtu, bukan hari Minggu. 

Teladan Paulus memberitakan injil pada hari Sabat.

Sebagaimana Paulus menjelajahi daerah-daerah bangsa lain (bukan Yahudi) untuk memberitakan injil, secara konsisten di situ dia juga bertemu dengan Yahudi dan bangsa-bangsa bukan Yahudi dan mengajar mereka tentang injil Yesus Kristus pada hari Sabat.

Kisah Para Rasul 13 merupakan contoh yang sangat tepat, “Lalu [Paulus dan kawan-kawannya, ayat 13] dari Perga mereka melanjutkan perjalanan mereka, lalu tiba di Antiokhia di Pisidia. Pada hari Sabat mereka pergi ke rumah ibadat, lalu duduk di situ. Setelah selesai pembacaan dari hukum Taurat dan kitab nabi-nabi, pejabat-pejabat rumah ibadat menyuruh bertanya kepada mereka: ‘Saudara-saudara, jikalau saudara-saudara ada pesan untuk membangun dan menghibur umat ini, silakanlah!’ Lalu Paulus bangkit dan memberi isyarat dengan tangannya serta berkata, ‘Hai orang-orang Israel dan kamu yang hormat akan Elohim, dengarkanlah!’” (ayat 14-16).

Kemudian Paulus menyampaikan berita injil tentang Yesus Kristus (ayat 17-41).

Perhatikan ayat 42: “Ketika Paulus dan Barnabas keluar, mereka diminta untuk berbicara tentang pokok itu pula pada hari Sabat berikutnya.”

Jadi jika seandainya Gereja Perjanjian Baru itu menguduskan hari Minggu, dan bukan Sabat, hari ke-7, mengapa Paulus tidak memberitahu mereka tidak perlu menunggu satu minggu lagi [“Sabat berikutnya”] – bahwa mereka bisa bertemu pada hari esoknya (yakni, hari Minggu, hari pertama itu)? Jelasnya, Paulus menjunjung tinggi pengudusan hari Sabat, hari ke-7 itu, baik dalam bangsa Yahudi maupun bangsa-bangsa bukan Yahudi.

Ayat 44 kita baca, “Ketika hari Sabat tiba, hampir seluruh penduduk kota itu berkumpul untuk mendengarkan firman TUHAN.” Tidak ada bukti di sini, atau referensi apapun, bahwa Paulus berusaha untuk mengubah hari beribadah dari hari Sabtu ke hari Minggu.

Kita menemukan referensi yang sama bahwa Paulus memberitakan injil di rumah-rumah ibadat pada hari Sabat. Silakan baca Kisah Para Rasul 14:1; 17:2, 10; dan 18:4.

Banyak orang memberi argumen bahwa Paulus pergi ke sinagoge [tempat ibadah orang Yahudi] karena itu adalah tempat dimana orang berkumpul untuk menyembah Elohim. Benar, tetapi dia melanjutkan pertemuan dengan mereka pada hari Sabat. Tidak pernah ada bukti bahwa Paulus mengatakan kepada mereka untuk tidak lagi perlu menguduskan hari Sabat, dan tidak pernah berkata mereka harus melakukan pelayanan ibadah pada hari pertama untuk selanjutnya.

Ayat-ayat Alkitab tentang ibadah hari Minggu?

Ada beberapa ayat bacaan yang sering digunakan untuk mencoba membuktikan bahwa hari ibadah diganti ke hari Minggu.

Mari kita uji bacaan-bacaan ini secara hati-hati dalam konteks memahami apa yang dimaksudkan ayat-ayat ini. Tidak satupun di antara bacaan ayat Alkitab ini yang mempromosikan ibadah hari Minggu.

Hari Sabat atau hari Minggu: Apa yang dikatakan Kisah Para Rasul 20:7?

“Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam.”

Ayat ini umumnya dianggap bahwa jemaat itu berkumpul untuk kebaktian pada hari pertama minggu itu.

Arti dari “memecah-mecahkan roti”

Asumsi pertama ialah bahwa “memecah-mecahkan roti” berarti berkumpul untuk kebaktian. Memang memecahkan roti juga digunakan dalam perayaan Paskah (1 Korintus 10:16 dan 11:23-24, tetapi ketika perkataan “memecah-mecahkan roti” digunakan dalam ayat Suci, secara umum artinya adalah makan biasa.

Perhatikan Kisah Para Rasul 20:9-11 bahwa pada saat pertemuan diadakan nyawa seorang anak muda dipulihkan secara ajaib setelah pingsan karena dia terjatuh dari jendela lantai tiga.

Dalam ayat 11 dikatakan, “Setelah kembali di ruang atas, Paulus memecah-mecahkan roti lalu makan; habis makan masih lama lagi ia berbicara, sampai fajar menyingsing. Kemudian ia berangkat.” Dia tidak memimpin kebaktian beberapa jam kemudian. Tetapi dia makan sekali lagi setelah yang pertama yang disebutkan pada ayat 7.

Satu lagi contoh makna perkataan “memecah-mecahkan roti” terdapat di Kisah Para Rasul 27:27-37. Paulus sebagai penumpang di kapal yang sedang mengalami badai yang hebat selama dua minggu (ayat 27). Selama masa itu para pelaut itu belum makan apa-apa, karena mereka terus berjuang mempertahankan kapal itu untuk selamat. Paulus menyuruh mereka makan agar mereka pulih kekuatan mereka. Perhatikan ayat 33-36 berikut ini:

“Ketika hari menjelang siang, Paulus mengajak semua orang untuk makan, katanya: "Sudah empat belas hari lamanya kamu menanti-nanti saja, menahan lapar dan tidak makan apa-apa. Karena itu aku menasihati kamu, supaya kamu makan dahulu. Hal itu perlu untuk keselamatanmu. Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut kepalanya. Setelah mengatakan hal itu dan mengambil roti, Paulus mengucap syukur kepada Elohim di hadapan semua orang. Dan setelah memecah-mecahkannya, ia mulai makan. Maka kuatlah hati semua orang itu, dan merekapun makan juga.”

Istilah “memecah-mecahkan roti” itu berarti makan makanan biasa, bukan sebuah ibadah gereja. Paulus dan Lukas mungkin merupakan satu-satunya orang Kristen pada kejadian di kapal itu dan yang lainnya adalah orang yang tak beragama atau penganut paganisme. Paulus mengucap syukur atas makanan itu dan mereka makan – para pelaut, serdadu, orang-orang tahanan. Mereka makan karena lapar, itu bukan makan untuk suatu ibadah agama.

Bukan ibadah hari Minggu

Perhatikan waktu pertemuan yang terdapat di Kisah Para Rasul 20. Apakah kita harus berpikir bahwa Paulus mulai ibadah hari Minggu dan berlanjut berbicara hingga tengah malam (ayat 7)? Mari kita periksa dengan cara yang lebih logis.

Menurut bangsa Yahudi pergantian hari dimulai dari matahari terbenam. Jadi ucapan “hari pertama dalam minggu itu” yang digunakan dalam ayat ini merujuk pada saat matahari terbenam yakni menurut istilah kita sekarang itu adalah Sabtu malam. Karena saat itu sudah mulai gelap, maka “dinyalakan banyak lampu” di ruang atas (ayat 8).

Paulus bertemu dengan mereka untuk maksud makan bersama. Karena dia tahu dia akan berangkat pada hari esoknya, dia menyempatkan untuk berbicara dengan jemaat itu dan berlanjut hingga tengah malam.

Setelah anak muda  itu terjatuh dari jendela lantai tiga (ayat 9-10), mereka istirahat dan makan kemudian Paulus melanjutkan berbicara kepada mereka hingga hari Minggu pagi dan kemudian dia berangkat meneruskan perjalanannya (ayat 11).

Jelasnya, Kisah Para Rasul 20:7 menggambarkan suatu kejadian antara Sabtu malam dan Minggu pagi, bukan sebuah kebaktian Minggu.

Apakah Roma 14 itu tentang hari Sabat?

Roma 14 sering digunakan untuk membenarkan bahwa Gereja Perjanjian Baru itu mengajarkan bahwa hari Sabat tidak berbeda dengan hari-hari lain di dalam minggu itu: “Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri” (Roma 14:5).

Analisa bab ini menunjukkan bahwa Paulus tidak menurunkan status hari Sabat ke status yang sama dengan hari lain dalam minggu itu.

Ayat 1 menyatakan dasar pemikiran dari bab itu: “Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya.”

Seperti halnya dalam kongregasi manapun, jemaat di Roma merupakan jemaat campuran yang lebih berpengalaman dan lebih kuat dalam iman dan mereka yang belum berpengalaman dan lemah dalam iman. Paulus memperingatkan mereka yang lebih berpengalaman untuk sabar dan berpengertian dalam berinteraksi dengan mereka yang masih lemah dalam kehidupan rohani mereka.

Di dalam bab ini dia membicarakan tiga masalah yang merupakan potensi menjadi perbantahan, dengan menganggap mereka “bimbang.” Dalam kata lain apa yang mereka lakukan dalam hal ini adalah pilihan atau keputusan pribadi, dan dia [Paulus] memperingatkan mereka untuk tidak menghakimi satu-sama lain dengan kasar tentang masalah ini.

Perhatikan bahwa tema ini berlanjut sepanjang bab itu. Ayat 10 berkata, “Akan tetapi, mengapa engkau menghakimi saudaramu? Atau, mengapa pula engkau memandang rendah saudaramu? Sebab kita semua akan berdiri di hadapan takhta pengadilan Kristus.”

Ayat 13 menjelaskan poin itu lagi, “Janganlah lagi kita menghakimi seorang terhadap yang lain. Lebih baik peganglah prinsip ini: Jangan menaruh batu sandungan atau halangan terhadap sesama saudara.” Tema ini terus berlanjut hingga pasal 15:1, “Dan kita yang kuat, wajib menanggung kelemahan mereka yang tidak kuat, dan jangan hanya menyenangkan diri sendiri.”

Roma 14 membicarakan tentang vegetarian, hari-hari puasa dan daging yang dipersembahkan kepada berhala – bukan membicarakan Sabat.

Topik pertama yang dibicarakan Paulus ialah tentang jemaat yang “makan sayuran” [vegetarian] (Roma 14:2-3). Kebetulan beberapa orang, ketika mereka menjadi anggota jemaat Gereja, adalah vegetarian. Paulus dan kebanyakan anggota gereja memahami bahwa makan daging-dagingan tidaklah dosa, demikian juga orang yang tidak makan daging-dagingan bukan dosa. Jadi dia mengingatkan mereka untuk tidak menghakimi satu sama lain tentang makanan.

Topik ke-2, di dalam ayat 5-6 Paulus menyinggung hari tertentu bahwa, atas pilihan pribadi atau karena tradisi, dianggap hari berpesta atau hari puasa. Barangkali beberapa orang yang berlatar-belakang Farisi, kebiasaan mereka berpuasa sekali atau dua kali seminggu (Lukas 18:12). Saat itu ada kontroversi tentang pada hari apa yang lebih baik, entah digunakan untuk berpuasa atau berpesta. Paulus menempatkan masalah ini pada kategori pilihan pribadi, bukan sesuatu yang membuat Kristen menghakimi satu sama lain. Dia menuliskan tentang berpesta atau berpuasa – tidak ada referensi ke hari Sabat di sini atau di tempat lain dalam konteks ini.

Kontroversi subjektif ke-3 ialah tentang makan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala (ayat 14). Memahami betapa sensitifnya topik masalah ini, keprihatinan Paulus ialah bahwa anggota jemaat tidak boleh menghakimi atau menyinggung perasaan mereka yang menganggap daging yang dipersembahkan sebagai korban itu haram. Beberapa orang secara nyata percaya bahwa mereka tidak boleh minum anggur (ayat 21). Mereka yang memahami hal semacam itu Paulus ingatkan agar sebaiknya jangan menjadi masalah, agar mereka yang memahami jangan memamerkan pemahaman mereka dalam arti bahwa itu akan menyakiti hati nurani mereka yang belum memahami.

Pentingnya hati nurani dinyatakan di ayat 23, “Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman. Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa.”

Sepanjang bab itu Paulus mengingatkan anggota jemaat untuk tidak bersifat kritis atau menghakimi satu sama lain tentang masalah yang sifatnya subjektif. Jadi tidak ada sebutan hari Sabat, hari ke-7 itu di sepanjang bab ini – yang mengandung perintah pengudusannya.  

Bagaimana dengan 1 Korintus 16:1-2?

“Tentang pengumpulan uang bagi orang-orang kudus, hendaklah kamu berbuat sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang kuberikan kepada jemaat-jemaat di Galatia. Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing--sesuai dengan apa yang kamu peroleh--menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang.”

Seringkali diasumsikan bahwa pernyataan ini menjelaskan saat kolekte dimana jemaat  bergilir memasukkan persembahan ke kantong persembahan pada kebaktian Minggu. Tidak ada sebutan kebaktian di dalam bacaan ini.

Yesus Kristus menguduskan hari Sabat, hari ke-7 itu. Setelah kematianNya, rasul-rasul dan Jemaat Perjanjian Baru itu terus melanjutkan pengudusan hari Sabat. Tidak ada bukti di dalam ayat Suci bahwa hari ibadah ini pernah diubah ke hari Minggu. Paulus meminta agar anggota jemaat mengumpulkan persembahan ucapan syukur pada hari pertama dalam minggu itu. Persembahan ucapan syukur itu dikumpulkan, bukan untuk anggota jemaat lokal  tetapi itu akan disumbangkan kepada “orang-orang kudus” yang membutuhkan.

Situasi itu digambarkan di Kisah Para Rasul 11:28-30: “Seorang dari mereka yang bernama Agabus bangkit dan oleh kuasa Roh ia mengatakan, bahwa seluruh dunia akan ditimpa bahaya kelaparan yang besar. Hal itu terjadi juga pada zaman Klaudius. Lalu murid-murid memutuskan untuk mengumpulkan suatu sumbangan, sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dan mengirimkannya kepada saudara-saudara yang diam di Yudea. Hal itu mereka lakukan juga dan mereka mengirimkannya kepada penatua-penatua dengan perantaraan Barnabas dan Saulus.”

Di dalam Roma 15:25-26 Paulus menyebutkan pengumpulan bantuan oleh anggota gereja di Makedonia dan Akhaya: “Tetapi sekarang aku sedang dalam perjalanan ke Yerusalem untuk mengantarkan bantuan kepada orang-orang kudus. Sebab Makedonia dan Akhaya telah mengambil keputusan untuk menyumbangkan sesuatu kepada orang-orang miskin di antara orang-orang kudus di Yerusalem.”

Setelah meminta bantuan khusus ini bagi anggota jemaat miskin, setahun kemudian Paulus mendorong semangat jemaat agar meneruskan janjinya untuk membantu mereka yang miskin:

“Tentang pelayanan kepada orang-orang kudus tidak perlu lagi aku menuliskannya kepada kamu. Aku telah tahu kerelaan hatimu tentang mana aku megahkan kamu kepada orang-orang Makedonia. Kataku: ‘Akhaya sudah siap sedia sejak tahun yang lampau. Dan kegiatanmu telah menjadi perangsang bagi banyak orang. Aku mengutus saudara-saudara itu, agar kemegahan kami dalam hal ini atas kamu jangan ternyata menjadi sia-sia, tetapi supaya kamu benar-benar siap sedia seperti yang telah kukatakan, supaya, apabila orang-orang Makedonia datang bersama-sama dengan aku, jangan mereka mendapati kamu belum siap sedia, sehingga kami (untuk tidak mengatakan kamu!) merasa malu atas keyakinan kami itu. Sebab itu aku merasa perlu mendorong saudara-saudara itu untuk berangkat mendahului aku, supaya mereka lebih dahulu mengurus pemberian yang telah kamu janjikan sebelumnya, agar nanti tersedia sebagai bukti kemurahan hati kamu dan bukan sebagai pemberian yang dipaksakan’” (2 Korintus 9:1-5).

Sekali lagi, Paulus mengusulkan agar mereka menyiapkan donasi mereka terlebih dahulu sehingga akan siap untuk dikirimkan.

Memahami konteks dan latar belakang 1 Korintus 16, jelas bagi kita bahwa jemaat itu tidak mengadakan kebaktian hari Minggu; mereka tidak mengambil kolekte mingguan, dan tidak ada instruksi untuk melakukan satupun dari itu.

Apakah anda mencari gereja yang mensponsori Life, Hope & Truth? Periksalah itu di halaman tautan “Who We Are

Hari Sabat tidak digantikan ke hari Minggu di dalam Alkitab

Yesus Kristus menguduskan hari Sabat, hari ke-7 itu dan setelah kematianNya, rasul-rasul dan Jemaat Perjanjian Baru itu pun terus menguduskan hari Sabat. Tidak ada bukti di dalam ayat Suci Alkitab bahwa hari ibadah itu digantikan ke hari Minggu.

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry