Apakah Keluarga Berencana itu Salah?

oleh Tom Clark

http://lifehopeandtruth.com/relationships/marriage/is-birth-control-wrong/

Untuk mendapatkan keluarga yang berkualitas, banyak pasangan memilih program keluarga berencana untuk mengendalikan kelahiran. Pertanyaannya ialah apakah keluarga berencana itu salah? Apa kata Alkitab?

Apakah keluarga berencana itu salah? 

Alkitab mengajarkan pentingnya keluarga yang saleh dan kokoh. Alkitab juga menjelaskan kepada kita bahwa Allah merancang hubungan seks itu menjadi suatu berkat yang indah bagi suami dan istri. Anak-anak juga merupakan berkat Allah, akan tetapi apakah Allah mengatakan bahwa hubungan seks itu hanya untuk menghasilkan keturunan? Apakah program keluarga berencana itu salah di mata Allah?

Alkitab memang tidak berbicara tentang keluarga berencana secara langsung, tetapi memberi kita prinsip-prinsip pemandu yang olehnya kita dapat mengambil keputusan bijak. Mari kita periksa dengan teliti berikut ini.

Merencanakan dan mencukupkan kebutuhan

Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan untuk menikah dan memiliki anak dan menciptakan keluarga. Mazmur 127 menyatakan itu secara puitis: “Sesungguhnya anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah”    (ayat 3).

Pada dasar pemahaman ini banyak orang membantah dan mengatakan bahwa melahirkan  anak sebanyak mungkin merupakan kewajiban suami dan istri, dan tidak perlu khawatir sehingga berusaha menghindari kontrasepsi. Tetapi apakah pendapat ini benar? Kita harus berhati-hati untuk tidak menggunakan interpretasi sendiri tentang sesuatu yang tidak tertulis di dalam Alkitab.

Ajaran atau pemahaman yang melenceng yang kita dapatkan dari sumber yang salah dapat membuat kita percaya dan menganggap ayat-ayat Alkitab itu sesuai dengan kepercayaan kita atau sesuai dengan yang diajarkan kepada kita. Hal ini mungkin menyebabkan seseorang untuk percaya bahwa itu berasal dari penulis Mazmur. Akan tetapi, kita harus catat bahwa topiknya di sini bukanlah tentang pengendalian kelahiran. Apa yang dikatakan di sini  ialah bahwa anak yang kita miliki itu  merupakan berkat atau warisan dari Allah.

Baik pikiran sehat maupun ilmu kedokteran tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa pasangan suami istri tidak perlu memakai kontrasepsi, dan oleh karenanya mereka melahirkan anak sebanyak mungkin. Kita memahami bahwa proses mendapatkan anak, dari sejak ia berada di dalam kandungan hingga ia dilahirkan, benar-benar membuat stres bagi kaum wanita. Meskipun banyak perempuan mampu melahirkan anak-anak sehat selama tahun-tahun produktif, alam menentukan bahwa wanita yang baru melahirkan anak memerlukan waktu untuk benar-benar pulih sebelum hamil lagi.

Kita memerlukan hikmat

Prinsip dasar utama ayat suci Alkitab ialah bahwa Allah menghendaki agar kita bertanggungjawab atas kesehatan kita. Kita diberitahukan supaya kita memandang tubuh kita ini sebagai bait suci di mana Roh Allah diam (1 Korintus 3:16-17). Itu berarti bahwa kita harus  merawat diri kita – termasuk cara kita untuk mendapatkan anak. 

Lagi pula, Allah menghendaki agar setiap unit keluarga mampu memenuhi nafkahnya sendiri. Berbicara tentang tanggungjawab seorang suami, Paulus menuliskan, “Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman” (1 Timotius 5:8). Sebagian besar pasangan suami istri secara fisik mampu memproduksi sejumlah anak. Akan tetapi, sebagian besar di antaranya hanya mampu menafkahi beberapa saja.

Apa dosa yang dilakukan Onan?

Mari kita periksa satu lagi ayat Kitab Suci yang barangkali beberapa orang telah gunakan sebagai “bukti” bahwa praktek keluarga berencana itu salah. Kita membaca di dalam kitab Kejadian 38:6-10 bahwa Allah memang membunuh orang yang bernama Onan karena dia mencegah istrinya untuk hamil. Ketika seorang membaca ayat ini, memang kelihatannya bernada seolah-olah Allah melarang keluarga berencana. Tetapi kita harus membaca latar belakang kisah ini agar kita memahami situasinya secara lengkap.

Istri Onan ini adalah janda dari almarhum kakaknya. Dia dan suami pertamanya tidak punya anak. Hukum pada saat itu menghendaki agar adik si almarhum menikahi janda tersebut untuk memberi keturunan sebagai akhli waris bagi kakaknya (Ulangan 25:5-6). Konteks ayat ini di dalam kitab Kejadian 38 menyatakan bahwa Onan egois memilih untuk tidak memberi keturunan bagi abangnya. Daripada menolak hukum itu untuk menikahinya, dia berpura-pura setuju, akan tetapi ia dengan sengaja menyabot kesempatan kehamilan bagi kakak iparnya.

Allah, yang selalu dapat membaca hati dan pikiran manusia, melihat apa yang ada di dalam hati Onan. Jadi karena kelicikan, kedurhakaan dan egoistis Onan itulah yang menyebabkan Allah membunuh dia, bukan karena dia melakukan bentuk praktek pengendalian kelahiran. 

Perencanaan bijak dan tanggung jawab

Menurut prinsip dasar Alkitab, kita dapat memahami bahwa suami dan istri memiliki kewajiban untuk menggunakan pertimbangan bijak dalam memutuskan berapa banyak anak yang akan mereka miliki dan kapan waktu yang tepat untuk itu. Inilah tanggung jawab keluarga berencana.

Dan kita tidak menemukan pernyataan apapun di dalam Alkitab yang menyalahkan program pengendalian kelahiran sebagai sarana keluarga berencana. Pengendalian kelahiran merupakan tanggung jawab bersama, dan bukan tanggung jawab laki-laki atau wanita saja. Keduanya sebaiknya memutuskan berapa banyak anak yang mereka inginkan dan jenis keluarga berencana yang mana yang hendak mereka ikuti. 

Apakah aborsi itu dibenarkan dalam keluarga berencana?

Banyak advokasi keluarga berencana berpendapat bahwa semua bentuk pengendalian kelahiran sah, termasuk aborsi – pembatalan sengaja terhadap kehamilan. Apakah Alkitab mendukung hal ini?

Sementara Alkitab tidak menyebutkan kepada kita untuk menggunakan satu metode keluarga berencana tertentu, aborsi juga tidak disebutkan. Ada banyak bukti bahwa aborsi telah dipraktekkan sebagai bentuk pengendalian kelahiran dari sejak dulu – akan tetapi Allah sesungguhnya tidak membenarkan cara ini. Kita bisa dengan mudah melihat prinsip alkitabiah dan memahami pikiran Allah dalam hal ini. 

Perintah Allah yang ke-6 melarang pembunuhan (Exodus 20:13). Membunuh nyawa manusia – entah itu sudah lahir atau belum lahir – adalah dosa dan itu jelas dikutuk Allah.

Beberapa orang mempertanyakan entah anak yang belum lahir itu belum bernyawa. Apa kata Alkitab?

Alkitab memuat referensi tentang nafas kehidupan (Kejadian 2:7) dan berkata bahwa nyawa kehidupan itu ada dalam darah (Imamat 17:11). Dalam beberapa hari saja proses pembentukan kehamilan, embrio itu sudah terhubung ke dinding rahim dan mulai mendapat oksigen melalui darah si ibu. Apabila hubungan ini terputus dan tidak mendapat aliran darah dan oksigen dari ibunya, maka embrio tersebut akan mati dalam beberapa menit.

Dalam beberapa bulan selama pembentukan janin, embrio yang terbentuk sudah memiliki sistem peredaran darah dan sudah terlihat; dan dalam enam bulan, jantungnya akan mulai berdenyut. Dalam tahapan ini si ibu biasanya sudah mengetahui bahwa ia hamil, embrio itu telah menunjukkan semua kualifikasi hidup yang diuraikan di dalam Alkitab – si jabang bayi dalam kandungan ibu itu telah hidup!

Hidup terbentuk pada tahap pembuahan  

Sementara ia memberi kesaksian di hadapan Senat Peradilan Subkomite tentang aborsi, Dr. Hymie Gordon, Ketua Departemen Genetika di Mayo Clinic, berkata, “Dengan melihat semua kriteria biologi molikuler modern, kehidupan terbentuk sejak saat pembuahan.”

Fakta ini hendaknya mendorong kita untuk bisa melihat dari sudut pandang yang berbeda terhadap alat pengendalian kelahiran atau metode yang menyebabkan, atau yang diduga penyebab si embrio gagal berkembang. Alat atau metode ini membiarkan janin terbentuk (permulaan hidup baru), akan tetapi kemudian alat ini mencegah perkembangan embrio tersebut.

Berdasarkan prinsip Alkitab dan ilmu kedokteran modern, kita tidak dapat menarik kesimpulan lain selain kesimpulan bahwa metode semacam itu bertentangan dengan ajaran Alkitab karena hal itu menghilangkan nyawa manusia. Kami percaya bahwa seorang Kristen yang berhati nurani baik tidak mungkin menggunakan metode seperti itu. Kami menasihatkan orang agar benar-benar sadar dan mendapat informasi lengkap atas metode apapun yang mereka gunakan.

Apa yang Alkitab katakan tentang menjauhkan diri

Banyak orang merasa yakin dan sungguh mengajarkan bahwa menjauhkan diri dari hubungan intim suami istri merupakan ajaran Alkitab dan mereka katakan itu sejalan dengan pengendalian kelahiran. Menjauhkan diri dari hubungan intim di luar nikah merupakan  perintah Alkitab, karena hubungan seksual itu hanyalah berlaku bagi pasangan suami istri. Tetapi apakah penjauhan diri semacam itu merupakan cara benar bagi pasangan nikah dalam  praktek pengendalian kelahiran?

Alkitab menasihatkan suami dan istri untuk menyatakan cinta kasihnya terhadap satu sama lain melalui hubungan intim (Ibrani 13:4). Mereka tidak dibenarkan untuk saling menjauhkan diri dan menahan kebutuhan hubungan seks bagi pasangannya – kecuali jika hal itu disepakati bersama untuk sementara waktu, dan mereka menggunakan kesempatan itu untuk memusatkan pikiran pada hal-hal rohani (1 Korintus 7:2-5).

Sebagaimana dijelaskan di atas, semua ajaran Alkitab tentang hubungan seks merupakan karunia Allah bagi suami dan istri. Hubungan seks di luar nikah, meskipun umumnya disebut “bercinta,” samasekali bukanlah bentuk cinta kasih. Itu adalah dosa, dan itu sangat merusak. Allah mengutuk dosa, karena dosa selalu merusak kita.

Setelah peresmian pernikahan, suami dan istri sebaiknya menjalani tahun-tahun pernikahan mereka di mana mereka berbagi akan indahnya intimasi seksual yang memang sudah Allah peruntukkan hanya bagi mereka berdua.

Kita harus sampai pada satu kesimpulan bahwa menjauhkan diri dari kewajiban seks  sebagai bentuk pengendalian kelahiran bukanlah berdasarkan Alkitab. Itu justru merintangi ekspresi cinta kasih seksual yang normal antara suami dan istri yang semestinya dimiliki satu sama lain, yakni sebagai pengikat hubungan mereka bersama secara mental dan emosional. 

Pendekatan seimbang bagi keluarga

Pada bagian akhir dari Mazmur 127 anak-anak kita diibaratkan seperti anak panah, yang bunyinya seperti ini, “Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu” (ayat 5). Dengan mengingat kemampuan keuangan dan emosional sebuah pasangan, dan juga ketersediaan waktu, mereka punya kebebasan untuk memutuskan berapa “anak panah” yang akan mereka butuhkan untuk memenuhi tabung anak panah itu.

Jadi apakah keluarga berencana itu salah? Alkitab tidak memberitahukan kita secara eksplisit entah itu salah atau dosa untuk menggunakan kontrasepsi sebagai alat pengendalian kelahiran dalam membatasi jumlah anak. Tetapi suami dan istri harus bersama-sama bertanggungjawab memutuskan kapan saatnya memiliki anak dan berapa banyak yang mereka mampu nafkahi dan besarkan.

Asal saja metode yang mereka pilih itu tidak menghancurkan nyawa baru, yang merupakan  pembunuhan, Alkitab tidak melarang program keluarga berencana sebagai pengendalian kelahiran di dalam pernikahan.

Apakah anda punya pertanyaan?
Ajukanlah kepada kami.

 

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry