Apakah Perayaan Natal Membuat Yesus Senang?

oleh Jeremy Lallier 

https://lifehopeandtruth.com/life/blog/does-christmas-make-jesus-happy/       

Dengan merayakan Natal tahun ini dengan penuh semangat, pernahkan anda bertanya entah perayaan Natal itu benar-benar membuat Yesus senang? Bagaimana kita yakin akan hal ini?

Ini saatnya dimana keluarga berkumpul bersama. Barangkali anda membayangkan hal itu sebagai saat untuk menikmati hidangan coklat, minuman bandrek hangat, sebagai saat untuk berbagi makanan, saat membuat kenangan, dan saat-saat berbagi hadiah dan bergembira. Pastinya ialah bahwa saat Natal adalah saat yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang.

Dan pada saat musim Natal tiba, di situ pula semua tradisi populer tiba – pohon natal yang penuh dekorasi, karangan bunga mistletoe, rumah-rumah gingerbread dan lampu-lampu hias yang digantung dari rumah dan dari pohon. Dan pusat perhatian dari semua ini, kita melihat suasana kelahiran – dimana orang-orang majus, malaikat dan dua orangtua yang terpesona, semua berdiri mengelilingi seorang bayi yang baru lahir. Bayi yang baru lahir ini, diibaratkan, Yesus Kristus – figur central dari musim Natal dan, dengan harapan, itu menjadi alasan dari semua ini.  

Akan tetapi apakah Yesus merupakan pusat perayaan Natal? Dan apakah perayaan ini yang Dia inginkan?

Kenalilah asal-usul mu

Sekarang ini, tidak lagi mengherankan bila kita mendengar bahwa sebagian besar tradisi orang Kristen modern berasal dari praktek-praktek yang sangat tidak kristiani. Pohon Natal, karangan bunga, hiasan lampu-lampu, bagi-bagi hadiah, hidangan dan bahkan tanggal 25 Des – semuanya ini berasal-usul dari tradisi agama pagan yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan Yesus Kristus. Semua ini adalah perpaduan dari perayaan-perayaan yang terjadi ratusan tahun lalu setelah Kristus lahir untuk membuat suatu transisi dari paganisme ke Kristenan agar dapat lebih mudah menarik mereka, yakni orang-orang yang beragama pagan menjadi orang percaya.

Tetapi apakah itu menjadi masalah bila kita merayakan kelahiranNya? Logikanya sering seperti ini: Memang, asal-usul tradisi-tradisi ini mungkin berasal dari agama paganisme (penyembah berhala), akan tetapi itu semua kan terjadi ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun yang lalu. Sekarang segalanya sudah berubah dan berbeda. Perayaan Natal modern bukanlah tentang perayaan dewa pagan kuno; tetapi perayaan kelahiran Yesus Kristus, Anak Allah sendiri.

Tetapi ada yang jadi masalah: Dia tidak menyukai sesuatu apa pun dari perayaan itu.

Standar ibadah

Memang mudah untuk mengatakan bahwa apabila hati kita tenang pada tempat yang benar, kita berasumsi bahwa Allah senang dengan ibadah apa saja yang kita lakukan terhadap Dia. Tetapi apabila Allah sungguh telah melihat hati dan pikiran kita (Ibrani 4:12), Dia juga mengharapkan kita untuk menyembahNya dalam “roh dan kebenaran” (Yohanes 4:23) – dan kebenaran itu adalah bahwa ada cara ibadah tertentu yang menjadi kekejian bagi Dia. 

Allah mengharapkan Dia disembah di dalam “roh dan kebenaran.” Ribuan tahun silam, sebagaimana Allah memimpin bangsa Israel ke Tanah Perjanjian (Promised Land), Dia memperingatkan mereka untuk tidak mengikuti tradisi-tradisi dari bangsa penyembah berhala (pagan) yang ada di sekitar perkemahan mereka:

“Apabila TUHAN, Allahmu, telah melenyapkan dari hadapanmu bangsa-bangsa yang daerahnya kaumasuki untuk mendudukinya, dan apabila engkau sudah menduduki daerahnya dan diam di negerinya, maka hati-hatilah, supaya jangan engkau kena jerat dan mengikuti mereka, setelah mereka dipunahkan dari hadapanmu, dan supaya jangan engkau menanya-nanya tentang allah mereka dengan berkata, ‘Bagaimana bangsa-bangsa ini beribadah kapada allah mereka? Akupun mau berlaku begitu. Jangan engkau berbuat seperti itu terhadap TUHAN, Allahmu; sebab segala yang menjadi kekejian bagi TUHAN, apa yang dibenciNya, itulah yang dilakukan mereka bagi allah mereka; bahkan anak-anaknya lelaki dan anak-anaknya perempuan dibakar mereka dengan api bagi allah mereka.

“Segala yang Kuperintahkan kepadamu haruslah kamu lakukan dengan setia, janganlah engkau menambahinya atau pun menguranginya” (Ulangan 12:29-32)

Tetapi bangsa Israel tidak mendengarkan. Selama berabad-abad, bangsa itu mengadopsi tradisi-tradisi dari agama bangsa lain yang di sekitar perkemahan mereka, mereka memadukan tradisi pagan dengan perintah-perintah Allah. Allah merasa jijik. Dan Dia mengirim seorang nabi untuk memperingatkan bangsa itu, “Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu” (Amos 5:21). Bangsa Israel telah menambahkan perayaan mereka dan tidak menuruti apa perintah Allah dari FirmanNya, dan sebagai akibatnya ialah Allah menyebutnya sesuatu yang menjijikkan dan kekejian bagiNya.

Lebih dari 2,000 tahun yang lalu, ini merupakan pertanyaan yang kita perlu tanyakan kepada diri kita sendiri: Apakah pendirian Allah berubah dalam hal bagaimana kita menyembah Dia?

Allah tidak berubah

Allah menjawab, “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah” (Maleakhi 3:6). Di dalam Alkitab Perjanjian Baru kita membaca, “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibrani 13:8). Karena sebagian besar orang yang percaya kepada Allah tidak sepantasnya memanggil Dia pendusta, maka kita dijuluki dengan satu kebenaran yang tidak menyenangkan:

Natal itu adalah kekejian dan penghinaan terhadap Allah

Hari libur Natal itu jelas-jelas tidak ada di lembaran Alkitab – sebab Allah Bapa ataupun Yesus tidak pernah memerintahkan itu atau menguduskannya. Itu  merupakan sesuatu hal yang tak terdengar di dalam firmanNya – FirmanNya adalah kebenaran. Ada banyak orang di seluruh dunia ini yang merayakan Natal dengan hati yang tulus, akan tetapi apabila kita menghayati isi Alkitab, kita harus menyimpulkan bahwa Natal yang asalnya dari agama penyembah berhala tetap tak dapat dibenarkan di hadapan Allah yang menginginkan Dia disembah dalam roh dan kebenaran.

Dan hal itu menyisakan kita satu lagi pertanyaan: Jika Natal tidak membuat Yesus berbahagia, lantas apa? – apa yang membuat Dia bahagia?  

Hari-hari raya Tuhan

Jika kita dengan rela hati menggali isi Alkitab dan mempelajarinya, kita akan menemukan jawaban Allah atas pertanyaan itu dengan jelas. Di dalam kitab Imamat, Allah menyingkapkan “hari-hari raya yang ditetapkan TUHAN yang harus kamu maklumkan sebagai waktu pertemuan kudus, waktu perayaan yang Kutetapkan” (Imamat 23:2). Bagian terakhir dari ayat ini di terjemahkan di dalam Bahasa Inggris (KJV),   “these are My feasts” – yang artinya, ini adalah hari-hari rayaKU.

Hari-hari raya Allah. Perayaan dan ibadah kudusNya. Bukan perayaan atau ibadah kita. Menyembah Allah dalam roh dan kebenaran berarti menyembah Dia dengan cara yang Dia benarkan, ibadah yang Dia syaratkan bagi kita untuk menyembah Dia.

Pada ayat-ayat berikutnya, Allah menjelaskan beberapa lagi yang Dia syaratkan: Merayakan hari Sabat mingguan, yakni hari ke-7 dan tujuh festival dan hari-hari raya tahunan.

Festival dan hari-hari raya ini berisi blueprint [bagan atau skema] dari rencana Allah – blueprint ini menjelaskan siapa kita, mengapa kita ada di sini dan apa yang Allah rencanakan bagi umat manusia. Semakin kita memelihara dan merayakan hari-hari raya ini, akan semakin jelas pula rencana Allah itu kita pahami. Hari-hari raya Allah menunjukkan kepada kita mengapa dunia ini mengalami situasi seperti sekarang ini – dan kemudian hari-hari raya ini menunjukkan bagaimana Allah akan menyelesaikan masalah dunia ini dan bagaimana kita ikut serta dan menjadi bagian dari solusi terhadap masalah itu. Hari-hari raya ini memiliki makna dan visi; dan itu dirancang untuk mengingatkan kita suatu arah perjalanan hidup kita dan bagaimana kita dapat mencapainya ke sana.  

Tetapi kita tidak boleh menjalankan dua-duanya. Kita tidak boleh mencampur aduk antara menyembah Allah dengan cara yang Dia inginkan dan dengan cara kita sendiri. Kita tidak bisa menyenangkan hati Allah dengan cara mencampur dan memadukan perintah-perintahNya dengan praktek-praktek agama lain. Sekali kita sudah memahami apa yang Allah inginkan dari kita, Dia membiarkan kita memilih entah kita akan merespons panggilanNya dan berbuat sesuatu akan hal itu.

Hari Natal, pada intinya, adalah sebuah tambal sulam dari tradisi dan adat istiadat yang dibenci Allah – firman TUHAN berkata demikian. Itu bukanlah perayaan yang Dia perintahkan untuk dirayakan – dan meskipun dengan niat terbaik mereka yang merayakannya, itu bukan hari perayaan yang membuat Dia senang. Jika kita ingin mengikuti Allah ke mana Dia mau pimpin kita, maka merayakan hari-hari rayaNya merupakan jawabannya. Yesus Kristus berkata kepada murid-muridNya, “Kamu adalah sahabatKu, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan” (Yohanes 15:14).

Mempelajari kebenaran Allah, belajar tentang hari-hari raya Tuhan adalah saat yang tepat untuk anda mulai.   

Kami mengundang anda untuk melihat seri Discover video pada “The Feasts of the Lord” untuk mempelajari lebih jauh tentang apa arti hari-hari raya ini bagi anda dan bagi dunia ini.

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry