Beberapa Hal yang Telah Menjadi Pelajaran Saya Setelah dites Positif COVID-19

oleh Judd Servidio - Juli 7, 2020

https://lifehopeandtruth.com/life/blog/things-i-have-learned-from-testing-positive-for-covid-19/

Ayat-ayat kutipan artikel ini umumnya diambil dari Alkitab versi: Indonesian Modern Bible, tetapi juga dari Indonesian Terjemahan Baru.

Saya adalah salah satu dari 2.9 juta penduduk Amerika yang dites positif COVID-19. Ini telah menjadi sebuah pengalaman atau ujian. Berikut ini adalah beberapa pelajaran rohani yang telah saya dapatkan. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gejala pertama datang pada suatu malam ketika saya merasakan bahwa saya mulai kehilangan indra perasa dan penciuman. Kemudian saya mengalami gejala-gejala lain seperti demam, badan ngilu dan pusing.

Saya terkena gejala COVID-19.

Apakah saya mulai panik? Apakah saya perlu dites? Bagaimana jika saya dites positif? Semua ini mulai membanjiri pikiran saya. Akhirnya saya dites dan hasilnya positif.

Saya terkena COVID-19. (Dan sekarang saya masih di ruang isolasi pada saat saya menulis ini.)

Takut dan khawatir

Setelah didiagnosa, saya mulai berpikir akan orang lain saat itu. Siapa yang telah kontak dengan saya? Bagaimana jika anggota keluarga saya juga kena? Anak-anak? Sahabat? Mungkinkah orang-orang yang kontak dengan saya “berisiko tinggi”?

Orang sungguh tidak tahu bagaimana mereka akan bereaksi sebelum mereka terinfeksi. Saya pikir, sebagaimana dengan virus lain atau sakit lain, jika anda dapat mencegahnya, ya cegah. Percayalah saya, virus ini sangat menyiksa.

Setelah bergumul satu minggu dengan gejala-gejala ini, saya berharap dan menunggu hal yang terburuk itu berlalu. Akhirnya, memang sungguh berlalu. Tetapi saya tidak merasakan 100 persen sehat sementara saya menulis ini, namun saya telah menghadapi sakitnya akibat virus ini.

Gejala-gejala yang saya alami itu sulit untuk dihadapi, ditambah dengan keadaan terkurung dan terisolasi. Ini sungguh merupakan cobaan besar – baik mental maupun fisik. Memperhatikan statistik dan wawancara di berbagai media sesungguhnya tidak membantu anda untuk siap menghadapinya.

Pelajaran-pelajaran yang saya petik dari COVID-19

Berikut ini beberapa pelajaran yang saya telah petik dari perjuangan saya melawan COVID-19

1.  Bersabar. Dikarantina paling tidak selama dua minggu merupakan salah satu tantangan dari penyakit virus ini. Dalam banyak kasus orang terisolasi di dalam satu atau dua kamar selama periode itu. Itu saja tidak mudah. Kesepian, kebosanan dan menjadi seperti orang gila merupakan persoalan mental yang anda hadapi di dalam ruang karantina. Anda harus mengambil kesibukan dan menyibukkan diri dengan skedul yang anda buat setiap hari dan tentu ini termasuk berdoa, merenungkan firman Tuhan dan membaca.

Perhatikan firman Tuhan yang di Yakobus 1:3-4: “Ketahuilah, bahwa ujian imanmu itu mengerjakan ketabahan. Biarlah ketabahan itu menyelesaikan sampai akhir, supaya kamu dewasa dan lengkap tanpa kekurangan apa pun.”

2. Bersikap positif. Arus deras informasi dari berbagai media dan Internet selama kurang lebih empat bulan terakhir ini dapat membuat kita menjadi berpikiran negatif. Itu akan menjadi mudah membanjiri pikiran kita dengan hal-hal terburuk.

Tetapi kita harus punya iman dengan tetap sadar bahwa Elohim memegang kendali atas segala situasi dan percaya kepada Dia bahwa kehendakNya akan terjadi. Dan bahwa Dia akan memberi kita keyakinan karena Dia mengetahui segala sesuatu dan tidak akan pernah meninggalkan kita. Kita tidak boleh membiarkan mentalitas kita menjadi lemah, negatif dan destruktif. Adalah baik untuk kita ingat bahwa sesuatu hal selalu mungkin menjadi lebih buruk – dan akan menjadi lebih baik.

Amsal 17:22 mengingatkan kita bahwa “hati yang gembira adalah obat yang menyembuhkan, tetapi semangat yang patah membuat tulang-tulang menjadi kering.”

3.  Persiapkan untuk pergumulan mental dan juga fisik. Secara fisik, kecuali jika anda tidak mengalami gejala, anda akan mengalami gejala-gejala yang sungguh mengganggu yang bahkan bisa terasa serius. Syukurlah, yang saya alami itu masih yang relatif ringan, tetapi cukup menggangu. Suatu pagi saya demam dan saya sepertinya mengalami gangguan pernafasan. Saya tidak begitu yakin entah itu hanya karena dibayangi perasaan atau entah itu pada saat saya perlu konsentrasi untuk bernafas. Kebingungan ini menambah pergumulan  melawan penyakit ini.

Saya tidak ingin siapapun terkena COVID-19. Di samping pergumulan mental selama dikarantina, kita juga terpisah dari orang-orang yang kita cintai dan juga kita tidak mampu menjalankan tanggung jawab normal.

Rasul Paulus menghadapi pergumulan fisiknya sendiri, tetapi menyadari bahwa itu merupakan sebuah alat perlengkapan untuk menolong dia menjadi rendah hati (2 Korintus 12:7).

4.  Ketahuilah bahwa, sebagaimana cobaan lain, hal ini terjadi untuk menguji imanmu. Cobaan atau ujian terhadap iman kita sangatlah vital untuk menolong kita bertumbuh (1 Petrus 1:7). Ketika kita berada di tengah badai, kita tidak boleh panik atau langsung melompat keluar perahu, tetapi kita harus percaya Elohim untuk menenangkan gelombang laut dan membawa kita ke seberang lautan. Yakobus mengingatkan kita, “Saudara-saudaraku, anggaplah suatu sukacita apabila kamu jatuh ke dalam berbagai pencobaan. Ketahuilah, bahwa ujian imanmu itu mengerjakan ketabahan” (Yakobus 1:2-3).

Untuk mempelajari tentang ayat ini, artikel kami yang berjudul “4 Ways to Find Joy in Trials” menjelaskannya lebih dalam.

Pengalaman ini perlu sebagaimana kita hidup mengiringi zaman ini karena kita bisa menduga bahwa tekanan mental atau penderitaan yang lebih berat bisa terjadi lagi sebagaimana dunia ini makin lama makin buruk, yang menurut Alkitab itu hingga akhir zaman. Sebagaimana kita mendekati saat-saat itu, kita perlu percaya kepada Elohim bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan kita. Inilah mind-set yang harus kita miliki untuk tetap setia hingga “kesudahannya.” Jika krisis ini adalah bagian dari “permulaan penderitaan” (Matius 24:7-8), maka kita harus bisa bertahan menghadapi ujian-ujian yang masih akan datang.

Merasa dikhianati

Saya sepertinya sungguh mulai merasa dikhianati karena sejak saya menyadari bahwa saya terjangkit COVID-19, saya merasa yang ada di sekeliling saya telah ceroboh (tidak menerapkan protokol untuk “jaga jarak dan memakai masker”). Saya harus melewatkan satu atau dua hari untuk melupakan perasaan ini dan mencoba menyadari bahwa kemarahan itu bukanlah buah Roh Kudus. Setan selalu mampu menggunakan amarah dan kebencian terhadap kita.

Paulus menuliskan, “Buanglah segala kepahitan, amarah, murka, keributan, umpatan, dan segala kejahatan dari antara kamu. Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, lembut hati, dan saling mengampuni, sebagaimana Elohim dalam Kristus juga telah mengampuni kamu” (Efesus 4:31-32).

Mudah-mudahan anda tidak akan mengalami pandemi ini secara fisik, tetapi kita semua menghadapi dan mengalami kenyataan imbasnya terhadap segi kehidupan dan bahwa krisis  ini telah merubah tatanan dunia ini. Terlepas dari kenyataan entah anda terinfeksi atau tidak, kita semua akan terus menghadapi kenyataan zaman ini dimana kita hidup sekarang.

Dengan pandangan dan sikap yang benar, kita perlu terus menghadapi ini, disertai dengan kepedulian terhadap orang lain, dan dengan hasrat yang lebih sungguh-sungguh akan Kerajaan Elohim untuk datang segera.

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry