Berdusta vs. Berkata Benar

oleh Dave Myers

http://lifehopeandtruth.com/relationships/communication/lying/

Orang memiliki berbagai macam alasan untuk berbohong, akan tetapi kita punya alasan yang lebih kuat mengapa kita harus selalu berkata benar. Dusta merusak hubungan tetapi kebenaran membangunnya. 

Sedikit white lies [dusta niat baik], bohong besar, tipuan berbelit, kepalsuan belaka. Berapa banyak dusta yang harus diucapkan seseorang sehingga dia dikategorikan sebagai  seorang “pendusta“? Satu, 10, 100? Berbohong tampaknya sudah menjadi sesuatu yang lazim pada zaman ini sehingga banyak orang menerima dan menganggap itu sebagai suatu yang biasa dan mereka akan terus selalu berbohong. Akan tetapi apa yang terjadi dengan hubungan, dengan masyarakat, dengan karakter kita, ketika kebohongan telah menjadi cara hidup kita?

Bagaimana dengan anda? Bisakah anda dipercaya untuk berkata benar? Dapatkah orang lain memegang perkataan anda? Apabila anda berbicara, apakah orang lain perlu mempertanyakan entah perkataan anda itu benar, mengada-ada atau itu hanya suatu kebohongan?

Mengapa orang berbohong?

Beberapa orang berbohong karena kebiasaan untuk membuat diri mereka tampak lebih baik daripada apa adanya, dengan berpikiran bahwa berbohong itu akan memancarkan cahaya yang lebih positif bagi diri mereka. Orang lain mencoba menggunakan bohong sebagai taktik ketika mereka berpikiran bahwa berkata bohong itu akan menguntungkan mereka, membawa kebaikan bagi mereka dan membuat mereka menjadi orang terdepan.

Di sisi lain, beberapa orang berbohong ketika mereka beranggapan bahwa itu akan mencelakakan rival mereka. Ada juga orang mencoba berhohong dengan tujuan hanya sekedar meringankan beban pikiran atau kekhawatiran seseorang karena ia telah mendapat kabar buruk atas dirinya.

Sementara itu, ada orang yang sudah merasa nyaman dalam hidupnya untuk berkata setengah  benar. Mereka menenangkan suara hati mereka, meyakinkan diri mereka sendiri sehingga berpikiran bahwa mereka telah berkata benar dan oleh karena itu mereka menganggap bahwa mereka tidak berbohong – atau setidaknya tidak berkata kebohongan  besar. “Saya bukanlah seorang pembohong besar,” alasan mereka seperti itu. Namun sangat disayangkan, mereka tampaknya tidak menyadari bahwa perkataan setengah benar itu juga adalah setengah dusta. Dapatkah kita membangun masyarakat yang jujur jika kita mendengar kebenaran hanya 50 persen dari seluruh waktu yang ada?

Kapan sajapun kita berbohong dan jika motif kita hendak menipu orang lain, kita menyimpang dari kebenaran dan hanyut ke dalam air keruh. Tipu daya menyebabkan hubungan menjadi goyah, keropos dan membusuk. Satu pepatah lama oleh Bapak Walter Scott berkata seperti ini, “Oh what a tangled web we weave when first we practice to deceive.” [Oh betapa kita sudah merajut pita kusut ketika kita sudah mulai berkata bohong]. Orang-orang pembohong sering menemukan dirinya harus menggagas dusta ke-dua, ke-tiga dan ke-empat untuk berusaha menutupi jejak dusta pertama.

Dusta itu dosa

Akan tetapi apakah berdusta itu terkadang bisa dianggap benar secara moral? Tidak! Meskipun banyak alasan pembenaran diri untuk berkata bohong, dusta selamanya salah dan selalu merusak. Jelasnya ialah bahwa berdusta itu bertentangan dengan karakter Ilahi Allah. Rasul Paulus menyatakan bahwa sifat dasar Allah Sang Pencipta ialah bahwa Dia selalu berkata benar – Dia tidak dapat berdusta (Titus 1:2). Fakta yang tidak bisa kita pungkiri ialah  bahwa “Allah tidak mungkin berdusta“ (Ibrani 6:18). Apa jadinya hubungan kita dengan Allah jika kita berpikiran bahwa Dia pendusta? Bagaimana mungkin kita pernah punya iman kepada Dia atau menaruh kepercayaan pada Dia?

Agar kita dapat belajar menjadi sama seperti Dia, Allah telah mengajar kita, “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu” (Keluaran 20:16). Alkitab versi Contemporary English  menterjemahkan ayat ini seperti ini, “Do not tell lies about others,” [Janganlah berkata dusta tentang orang lain]. Paulus juga memperingatkan kita, “Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota” (Efesus 4:25).

Berbohong adalah masalah moral yang begitu krusial di mata Allah sehingga Dia menempatkannya di antara 10 perintah utamaNya. Berbohong bukan masalah kecil biasa bagi Allah! Dia adalah seorang Allah kebenaran, dan Dia menghendaki kita untuk mengikuti  Dia di dalam kebenaranNya sehingga kita menjadi berkat bagi satu sama lain. Barangkali anda akan kaget akan hal ini bahwa “semua pendusta akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang, yang adalah kematian kedua” (Wahyu 21:8). Dia tidak akan mengaruniakan hidup yang kekal kepada pendusta!  

Kemerosotan kebenaran 

Apa yang telah terjadi terhadap niat orang untuk berkata benar? Apakah tipuan, pelintiran dan pernyataan menyesatkan telah menjadi suatu hal biasa dalam komunikasi anda? Berbohong itu merusak hubungan di antara sesama dan mengeroposi fondasi di mana kita akan sulit membangun hubungan baik. Dengan berkata bohong, kita bukan saja membahayakan diri kita sendiri, tetapi juga semua orang yang ada di sekeliling kita. Kita harus berkata benar karena hal itu baik bagi setiap orang. Mengatakan kebenaran membangun hubungan – sehingga nantinya itu akan membangun suatu masyarakat yang solid, percaya diri, dan dapat dipercaya.

Reputasi kejujuran

Sementara banyak orang tidak lagi berpegang pada kebenaran dan menjadikan itu sebagai nilai penting, maka hal itu menjadi kewajiban bagi kita untuk mempraktekkannya secara pribadi. Berlaku jujur harus menjadi sesuatu yang wajib kita kejar dan menyempurnakannya di dalam hidup kita, sama seperti Bapa sorgawi kita adalah sempurna (Matius 5:48). 

Kebenaran adalah suatu nilai yang harus kita perjuangkan dan membuatnya menjadi bagian dari karakter kita. Bukankah suatu keharuman bagi kita jika kita dikenal sebagai seorang yang selalu berkata benar? Kita berkata benar bukan dengan cara yang kasar, menjengkelkan atau tanpa perasaan, tetapi dengan cara bijak dalam berbicara kebenaran untuk kebaikan semua orang. 

Sekalipun dalam situasi yang sulit dan menegangkan, kebenaran sebaiknya bersinar melalui kita. Tujuan kita harus, “dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih, [sehingga kita] bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah kepala” (Efesus 4:15). 

Paulus mengatakan bahwa kita sebaiknya membalut diri kita di dalam kebenaran. Dengan membalut diri kita di dalam kebenaran maka itu akan melindungi kita secara rohani sama seperti kita mengikatkan sabuk lebar pada diri kita untuk melindungi bagian dalam tubuh kita sehingga akan menjaga organ penting kita. “Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran” (Efesus 6:14).

Jika anda seorang pendusta, sekaranglah saatnya untuk berhenti dan berpalinglah kepada kebenaran. Bertekadlah untuk menjadi seorang yang berkata jujur untuk masa depanmu. Satu di antara kebenaran Allah ialah bahwa Dia mengampuni pendusta dan menyucikan semua kesalahan mereka apabila mereka bertobat dan berubah dalam cara hidup mereka. Pertobatan berarti memilih cara hidup baru dan berjuang untuk selalu hidup sama seperti  Kristus menjalani hidupNya. Itu berarti mencari pertolonganNya untuk hidup jujur mulai sekarang. Kebenaran yang konsisten dapat menghapus noda kebohongan dan tipuan yang kita lakukan akibat karakter dan reputasi kita. 

Allah menghendaki itu untuk anda. Mereka yang nantinya menjadi bagian di dalam Kerajaan Allah ialah mereka yang telah belajar berbicara jujur dari hati mereka (Mazmur 15:1-2). Tidak heran jika Yohanes menuliskan, “Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran” (3 Yohanes 1:4). Paulus menuliskan bahwa kasih, “bersukacita karena kebenaran” (1 Korintus 13:6).

Mengapa tidak memulainya dari sekarang untuk mengubah hidup anda dengan mengikuti teladan Allah Bapa dan Yesus Kristus – menjadi seorang yang berkata dalam kebenaran!

Anda punya pertanyaan?
Ajukanlah kepada kami.

 

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry