Contoh-contoh Pertobatan Sejati di dalam Alkitab

oleh Kendrick Diaz

https://lifehopeandtruth.com/change/repentance/examples-true-repentance/

Ayat-ayat kutipan artikel ini diambil dari Alkitab versi: Indonesian Modern Bible, dan juga dari Indonesian Terjemahan Baru.

Elohim menghendaki setiap orang untuk bertobat, tetapi bagaimana orang melakukan itu? Yang mana contoh-contoh alkitabiah yang dapat memberi bimbingan untuk melakukan pertobatan sejati?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hampir semua pekabaran injil kepada publik yang dicatat di dalam Perjanjian Baru itu mencakup panggilan untuk bertobat (Matius 3:8; Markus 1:14-15; Kisah Para Rasul 2:38; 17:30). Tetapi seperti apa itu pertobatan sejati?

Kita patut bersyukur bahwa Elohim telah melestarikan contoh-contoh pertobatan yang sesungguhnya di dalam Alkitab. Dengan mempelajarinya, kita dapat menarik pelajaran berharga dan memperoleh suatu pemahaman penuh dari jenis pertobatan yang dihargai Elohim.

Pertobatan Saulus orang Tarsis

Sebelum dia menjadi rasul Paulus dan sebelum dia menulis sebagian besar epistel di Perjanjian Baru itu, Saulus adalah seorang Farisi yang tekun mendatangkan malapetaka di dalam kehidupan para anggota Jemaat. Pada dasarnya dia percaya bahwa orang “Kristen” – sebagaimana mereka dinamai – mendukung suatu gerakan yang secara efektif mengembankan penghujatan.

Jadi Saulus bertindak main hakim sendiri untuk mencoba memberantas sekte sesat, menyeret orang-orang Kristen dari rumah mereka dan memenjarakan mereka. Dia adalah penganiaya yang keji terhadap para pengikut Kristus pada zaman permulaan berdirinya Gereja.

Mengetahui apa yang dilakukan Saul sebelum menjadi sebuah pilar Kekristenan membuat kisah pertobatannya lebih istimewa. Kisah Para Rasul 9 menjelaskan kisah panggilannya dan pertobatannya, dan ayat Suci Alkitab lainnya turut mengisi sejarah pertobatannya. Apabila kita baca secara keseluruhan, kita menemukan beberapa fakta kunci dalam kisah pertobatannya.

Lukas menulis tentang Saulus, “Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: ‘Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?’” (ayat 3-4).

Yesus tidak berkata, “Mengapa engkau menganiaya murid-muridKu?” tetapi, “Mengapa engkau menganiaya Aku?” Itu sesuatu yang vital yang Saulus pahami bahwa dosa-dosanya adalah pertama dan terutama yang menentang Elohim. Bagian dari pertobatan yang tulus murni ialah kesadaran bahwa setiap dosa – seserius dosa Saulus atau tidak seserius itu – adalah bertentangan dengan Elohim.

Respons Saulus memberitahukan kita sesuatu yang penting tentang pertobatan: “Lalu, dengan gemetar dan heran, ia berkata, ‘Ya Tuhan, apakah yang Engkau ingin aku lakukan?’” (ayat 6). Perkataannya memperlihatkan kerendahan hati yang sesungguhnya. Paulus memulai suatu hidup yang secara total menyerahkan diri kepada Yesus Kristus untuk melakukan apa saja yang dikehendakiNya.

Dan apa yang dikehendaki Tuhan dan Juruselamat tetapi dengan sepenuh hati patuh dan setia? Perhatikan Yohanes 14:15: “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu.” 

Memang beberapa orang pada waktu Yesus di bumi ini berpikiran bahwa lip service [hanya dibibir], sudah cukup dan pada hari ini juga banyak yang berlaku demikian. Tetapi pertobatan Saulus menunjukkan kepada kita bahwa dia memahami pertobatan itu berarti suatu perubahan dalam gaya hidup.

Contoh pertobatan Saulus mengajarkan kepada kita bahwa tidak cukup untuk sekedar merasakan sesuatu; tetapi harus sungguh-sungguh melakukan sesuatu. Pertobatan sejati selalu tampak dalam tindakan.

Pertobatan Raja Daud

Bahkan raja Israel yang paling terkenalpun terlibat dalam dosa besar. Dia terlibat dalam perzinahan dengan istri orang lain dan telah menyebabkan suaminya terbunuh untuk menutupi perzinahannya itu (2 Samuel 11:1-26).

Karena sudah berbulan-bulan lamanya setelah kejadian itu, nampaknya segala sesuatu bagi Daud berjalan seperti biasanya. Dia melakukan aktivitas hari-harinya seperti biasanya seolah-olah tidak ada sesuatu yang salah telah terjadi.

Daud tidak menyadari betapa besar dosanya hingga pada saat nabi Natan datang dan mengkonfrontasi dia.

Daud merespons dengan pertobatan sejati dan hal itulah yang menjadikan dia seorang  yang berkenan di hati Elohim dan meninggalkan teladan yang luar biasa bagi kita tentang pertobatannya yang sejati.

Doanya terdapat di kitab Mazmur 51. Perhatikan ucapannya berikut ini:

  • “Kasihanilah aku, ya Elohim, menurut kasih setiaMu.” Pertama-tama Daud memohon belas kasihan Elohim Pencipta langit dan bumi. Dia tahu hukuman atas hukum taurat Tuhan itu adalah kematian. Dia sugguh sadar bahwa apa yang bisa dia lakukan adalah meletakkan dirinya di bawah telapak kaki PenciptaNya untuk memohon belas kasihNya yang semata-mata dia tidak layak menerimanya.
  • “Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku.” Seorang yang bertobat secara tulus akan mengakui kesalahannya – dan itulah yang dilakukan Daud. Tidak ada dalam doanya dimana dia mencoba membenarkan diri atau memberi alasan atau menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Dia sepenuhnya bertanggung jawab dan menyebut perbuatannya itu: dosa (1 Yohanes 3:4). Dia tidak menyembunyikan kebenaran atau mencari-cari alasan atas perbuatannya, tetapi secara terang-terangan mengakuinya. Inilah yang dikehendaki Elohim (1 Yohanes 1:9).
  • “Jadikanlah hatiku tahir.” Daud merasa korban hati liciknya sendiri meskipun pertimbangannya yang lebih baik (Yeremia 17:9). Dia lupa peringatan Elohim kepada Kain: “Dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya” (Kejadian 4:7). Daud menyadari bahwa berdoa kepada Elohim untuk perubahan yang radikal dari hati yang terdalam merupakan solusinya. Pernyataannya mengajarkan kita bahwa ketika seseorang sungguh-sungguh bertobat, dia dengan giat memohon perubahan dari dalam.

Beberapa orang mungkin tidak tahu persis langkah apa yang harus mereka ambil untuk mencari pengampunan Elohim, tetapi kisah Daud menunjukkan kepada kita sebuah teladan yang jelas.

Pertobatan si prodigal son [“anak yang hilang”]

Satu lagi contoh pertobatan yang luar biasa terdapat di sebuah kisah yang diceritakan oleh Juruselamat sendiri (Lukas 15:11-31).

Kisah perumpamaan itu diceritakan sbb: Seorang bapa mempunyai dua orang anak laki-laki. Yang lebih muda datang kepada ayahnya dan meminta sebagian harta ayahnya sebagai warisan, dan ayahnya setuju memberikannya. Setelah mendapat bagiannya, dia berangkat ke suatu kota dan mulai memboroskannya dengan hidup berfoya-foya.

Jadi ketika kelaparan memporak-porandakan kota itu sewaktu dia di sana, si “prodigal son” itu tidak memiliki tempat untuk bersandar. Dia miskin dan tak berdaya sehingga dia “ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi” (ayat 16).

Akhirnya dia memutuskan untuk pulang ke rumahnya dan memohon pengampunan bapanya. Ketika bapanya melihat dia dari jauh, dia (bapanya) berlari menjemput dia dan memeluk dia, mengampuni dia, menyambut dia dan mengadakan pesta besar untuk merayakannya.

Hal yang sering diabaikan orang dalam perumpamaan ini – yakni setelah si Prodigal son menderita akibat perbuatannya, tetapi sebelum dia kembali kepada bapanya – ialah topik krusial terhadap pertobatan. Itu dinyatakan pada beberapa kata ini: Lalu ia menyadari keadaannya (ayat 17). Dalam kata lain, dia sadar akan siapa dia.

Si Prodigal son merasa terpisah dan terpencil di antara orang yang seharusnya bersama dia dan dari mereka semasa hidupnya di kampungnya. Dia sekarang sadar. Dia akhirnya melihat dengan jelas kebenaran tentang dosanya – bagaimana itu menipu dan janji-janji palsu. Kenyataan krisis yang dialaminya memberi dia pengertian yang jelas. Akhirnya dia merendahkan diri dan bertobat.

Perhatikan apa yang dia rencanakan berikutnya: “Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa” (ayat 18-19).

Perumpamaan si Prodigal son ini mengajarkan kita beberapa pelajaran, tetapi satu di antaranya yang paling menonjol adalah berkat atas kejujuran dalam diri sendiri – menguji diri sendiri yang berakhir pada pengakuan kesalahan. Apabila orang sadar akan dirinya sendiri dan melihat kenyataan dosa, maka dia mulai mengambil langkah ke arah pertobatan sejati.

Merespons kepada panggilan Elohim

Di Kisah Para Rasul 17 kita menemukan rasul Paulus dengan setia melaksanakan tugas panggilannya untuk memberitakan injil kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Dalam sapaannya kepada orang-orang terkemuka di Atena, Paulus menjelaskan siapa Elohim itu dan apa yang Dia kehendaki: “Dengan tidak memerhatikan lagi zaman kebodohan, sekarang Elohim memerintahkan semua orang, di mana saja, untuk bertobat. Sebab Dia telah menetapkan satu hari ketika Dia akan menghakimi dunia dengan adil, oleh satu Orang yang telah Dia tentukan, setelah Dia memberikan bukti kepada semua orang dengan membangkitkanNya dari kematian” (ayat 30-31).

Adalah tidak adil bagi Elohim jika Dia hanya memerintahkan pertobatan dan membiarkan kita begitu saja untuk mencari-cari pemahaman apa itu pertobatan sejati dan seperti apa tindakannya? Paulus, Daud dan perumpamaan si Prodigal son hanyalah tiga dari banyak contoh yang dilestarikan untuk pelajaran dan kebaikan kita.

Contoh Petrus, perempuan berdosa yang meminyaki kaki Yesus, kepala penjara, orang Korintus yang hidup dengan istri ayahnya, dan banyak lagi telah dituliskan di dalam ayat Suci Alkitab. Semuanya itu merupakan saksi hidup bahwa ada pertobatan yang dihargai oleh Elohim.

Sebuah penelitian yang lebih dekat tentang bacaan-bacaan ini akan menyoroti banyak aspek-aspek pertobatan. Pada dasarnya, pertobatan itu adalah sesuatu yang membawa kita kepada kerendahan hati, penyesalan mendalam, pengakuan dosa tanpa pamrih dan sebuah komitmen untuk berubah.

Semoga kita semua berjuang untuk bertobat dengan cara yang dikehendaki Elohim.

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry