Empat Masalah Pernikahan Yang Letal
Posted on February 12, 2015
http://lifehopeandtruth.comoleh Greg Sargent
http://lifehopeandtruth.com/relationships/marriage/marriage-problems/
Ada empat masalah pernikahan yang begitu letal sehingga seorang penasehat pernikahan kondang pun menamainya “the Four Horsemen of the Apocalypse.” [Empat Penunggang Kuda Kiamat.”
Mereka yang mengerti terhadap nubuat-nubuat dari empat meterai di bagian pertama yang terdapat di dalam kitab Wahyu 6 itu paham bahwa keempat penunggang kuda apokalips itu adalah sebagai simbol agama palsu, peperangan, kelaparan dan penyakit sampar. Tetapi penasehat pernikahan ini menggunakannya sebagai istilah saja bahwa ada empat masalah yang mengerikan di dalam pernikahan.
John Gottman, penulis buku berjudul, The Seven Principles for Making Marriage Work, menuliskan empat musuh besar dalam pernikahan, yakni kritikan, makian, pembelaan diri, dan blokade bungkam dan bantahan. Prinsip-prinsip yang disampaikan dalam bukunya ini sangat membantu dalam pemecahan masalah-masalah pernikahan, tetapi semuanya itu bukanlah hal yang baru. Dahulu kala Allah menginspirasikan prinsip-prinsip ini agar dituliskan di dalam Alkitab untuk memecahkah masalah-masalah hubungan – seperti persoalan dalam pernikahan – dan ini bahkan disertai dengan janji yang lebih baik untuk mendapatkan sukses. (Periksa jugalah artikel kami “How to Save Your Marriage.”) [Bagaimana Menyelamatkan Pernikahan Anda]
Akan tetapi, sebelum kita memeriksa kunci pedoman Allah terhadap pernikahan yang bahagia, mari kita memeriksa definisi keempat masalah durjana pernikahan yang terjadi di banyak pernikahan pada zaman sekarang ini, barangkali pernikahan anda.
Definisi kritikan, makian, pembelaan diri, dan blokade bungkam dan bantahan
Kritikan bisa berarti kecaman, pertentangan, kutukan dan fitnah. Fakta mengatakan bahwa barangkali ada saja keluhan yang dilontarkan masing-masing pasangan, dan hal ini bisa dimaklumi. Acap kali keluhan semacam ini dapat dibenahi dengan cara memaafkan kesalahan pasangan tersebut dan jika mungkin seketika itu juga masalah itu selesai. Akan tetapi kritikan yang terus-menerus terjadi dalam satu hubungan merupakan dua pasangan hidup yang benar-benar berbeda dan perbedaan semacam itu memerlukan pembenahan karakter yang bersangkutan.
Makian adalah kehampaan rasa hormat. Hal ini seringkali melibatkan rasa tidak puas, muak, cemooh, menganggap remeh dan caci-maki. Semuanya ini bukanlah respons yang berasal dari hubungan pernikahan yang penuh kasih. Seringkali kita menemukan bahwa penghinaan yang dilontarkan pasangan hidup kita itu justru mempertanyakan derajat harga dirinya sendiri.
Pembelaan diri merupakan reaksi alami dari tabiat manusia. Apabila kita dikritik atau dihina, itu merupakan sifat manusia jika seketika itu juga kita menjawab dengan membela diri atau mempertahankan aksi dan motif kita. Dan barangkali bahwa aksi dan motif kita itu murni dan benar, namun pertanyaan yang harus kita tanyakan terhadap diri kita ialah: “Apakah saya ini sedang mengelak dari tanggungjawab?”
Kadang-kadang kita justru balik menyerang pasangan hidup kita. Daripada membicarakan masalahnya, kita justru menanggapi keluhan itu – bahkan keluhan yang masuk akal – dengan cara kata-kata yang menyerang balik pasangan hidup kita. Terkadang serangan balasan kita lebih pedas dan lebih menghancurkan daripada kritikan awal!
Kondisinya seherhana saja bahwa pernikahan yang sukses tidak akan pernah terjadi kecuali jika masalah pembelaan diri dalam pernikahan itu sendiri dibereskan dulu.
Blokade bungkam dan bantahan sepertinya mudah untuk kita pahami, tetapi blokade yang dimaksud di sini bukan sekedar tembok batu yang tidak akan merespon atau mendengarkan. Seorang penulis mendefinisikan blokade bungkam ini sebagai berikut: “Mereka yang sering menggunakan cara ini berarti dengan sengaja menunggu waktu untuk menggunakan taktik khusus. Mereka yang memiliki kebolehan dalam memblokade bungkam mengelak menjawab pertanyaan-pertanyaan, menghentikan percakapan dan bahkan membuat lawan bicara itu sama sekali lupa akan pokok pembicaraan. Bagaimanakah cara seseorang memblokade bungkam? Beberapa di antara mereka akan mengulangi informasi sepele…. Dalam hal lain, pembungkam cukup menolak untuk kalah dari sikap mereka, dengan cara mengulang-ulangi ucapan-ucapan. Para politisi seringkali menguasai taktik ini.”
Intinya ialah bahwa seorang yang suka memblokade bungkam dan berbantah tidak pantas kita libatkan dalam suatu percakapan yang santun dan hormat. Kesuksesan pernikahan mewajibkan kedua pasangan hidup untuk bekerja sama, tetapi masalah pernikahan yang satu ini menghalanginya!
Sebelum kita mencari solusinya
Sebelum pernikahan diresmikan, yakni selama hasrat euforia jatuh cinta membara, banyak pasangan hanyut dalam lamunan harapan yang tidak realistis. Dan setelah mengucapkan janji, “Ya, saya bersedia” pada saat pemberkatan nikah, maka segalanya menjadi sah meskipun kita masih memiliki harapan yang tidak realistis terhadap pasangan hidup kita.
Harapan yang tidak realistis telah menjadi sebuah tema di dalam banyak novel dan film-film Hollywood. Barangkali si pahlawan melihat wanita pilihannya itu sebagai seorang yang paling sempurna di dunia ini. Puncak gunung yang paling tinggi, gurun pasir yang paling terik dan laut yang paling dalam tak akan bisa memisahkan dia dari padanya. Akan tetapi dia kecewa ketika wanita itu ternyata bukanlah yang sempurna sama sekali. Dan yang lebih nyata lagi ialah bahwa si pahlawan itu sendiri lebih tidak sempurna lagi, ini suatu fakta yang tak luput dari kita semua.
Kita semua cacat. Siapapun yang kita nikahi, masalah akan selalu timbul. Tetapi itu bukan berarti bahwa masalah itu tidak bisa kita tangani dan selesaikan, tetapi itu merupakan fakta bahwa setiap pernikahan akan mengalami kesulitan-kesulitan, dan bisa jadi itu memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikannya.
Sebuah peribahasa mengatakan, “Kita bercerai hanya karena satu masalah, yakni, menikah lagi dengan orang lain.” Menurut Jennifer Baker, seorang dosen di Forest Institute of Professional Psychology di Sringfield, Missouri, 50% dari pernikahan pertama, 67% dari pernikahan kedua dan 74% dari pernikahan ketiga berakhir pada perceraian. Jadi berdasarkan statistik, pernikahan pertama kita lebih memiliki peluang untuk bertahan dan sukses!
Akan tetapi meskipun anda saat ini berada pada pernikahan yang bukan pertama, saat yang tepat membuat perubahan ialah sekarang – masih ada harapan. Sebuah pernikahan yang sukses harus melibatkan pemahaman bahwa meskipun sudah bertahun-tahun menikah, tidak satupun di antara pasangan hidup kita mencapai kesempurnaan. Hasil penyelesaiannya akan ditentukan oleh bagaimana cara kita mengurus masalah-masalah sukar seperti itu. Dan Allah telah menginspirasikan solusi-solusinya untuk menjauhkan semua masalah pernikahan yang mematikan itu, Dia menunjukkan bagaimana cara memecahkan persoalan-persoalan yang dapat kita pecahkan dan bagaimana menghadapi apa yang mungkin menurut kita tak terpecahkan.
Mengatasi kritikan dan makian
Setelah Allah menciptakan manusia pertama, Adam, Dia menciptakan pula seorang penolong, “yang sepadan” dengan dia (Kejadian 2:18). Adam mengenali istrinya Hawa sebagai tulang dari tulangnya dan daging dari dagingnya (2:23). Laki-laki dan perempuan berbeda namun saling membutuhkan. Kepribadian dan pengalaman yang berbeda dan dapat bekerja sama untuk saling mendukung dan memperbaiki hubungan pernikahan dan keluarga.
Apabila anda mencoba mengubah pasangan hidup anda untuk menjadi sama seperti anda biasanya tidak akan berhasil, dan itu justru bisa menjadi awal kehancuran hubungan anda. Seseorang tidak bisa meremehkan dan terus-menerus menyalahkan (dengan cara mengkritik) atau mencemooh dan mengejek (memberi makian), dan pada saat yang sama mengharapkan suatu pernikahan yang sukses.
Tetapi sebaliknya, Paulus menuliskan, “Suami harus mengasihi istrinya seperti tubuhnya sendiri; siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri…. Dan istri hendaknya menghormati suaminya” (Efesus 5:28, 33).
Ajaran pernikahan yang diberikan Allah bergantung pada kaidah kencana [golden rule]. Sukses, kebahagiaan dan kedamaian bergantung pada bagaimana anda memperlakukan pasangan hidup anda seperti anda menghendaki orang lain memperlakukan anda. Ayat 29 pada bab yang sama menjelaskan bahwa tidak seorangpun yang pernah membenci tubuhnya sendiri. Kita barangkali menipu diri kita sendiri sebab kenyataannya kita pada umumnya sungguh memperlakukan diri kita lebih baik daripada orang lain.
Bagaimana kita menghentikan kritikan dan hinaan terhadap pasangan hidup kita? Bagaimana anda memperlakukan diri anda? Apakah anda berbicara kepada diri anda sama seperti anda berbicara kepada pasangan hidup anda? Apakah anda ramah dan lemah-lembut kepada pasangan hidup anda sama seperti kepada anda sendiri?
Apakah saya akan sakit hati jika seseorang menggunakan nada bicara yang sama, bahasa tubuh dan kata-kata yang sama sebagaimana saya gunakan terhadap pasangan hidup saya? Apakah saya akan merasa dihargai jika saya menerima keluhan, sama seperti apabila saya memberikan keluhan-keluhan yang sama kepada pasangan hidup saya? Apakah saya akan merasa dibantu dan dicintai atau justru dihina dan diremehkan jika perkataan saya bumerang terhadap saya?
Jika kita menginginkan masalah pernikahan itu hilang lenyap, maka kita harus berubah. Sebaliknya, apabila kita saling menggigit dan menelan, maka sesungguhnya kita akan memusnahkan satu sama lain (Galatia 5:15). Sebaliknya, apabila kita menghormati satu sama lain dan menganggap itu seperti pemberian mulia dari Allah, maka penghinaan akan lenyap. Jika kita dapat belajar dan memperlakukan satu sama lain sebagai satu daging, kritikan akan lenyap.
Kerendahan hati dan kesabaran
Pembelaan diri dan blokade bungkam dan bantahan merupakan dua masalah yang menghancurkan pernikahan.
Memang ada saat yang tepat untuk mempertahankan pendapat dan aksi kita, dan tidak seorangpun yang ingin diperlakukan seperti karpet alas kaki, yang diinjak-injak oleh orang dan dipojokkan oleh setiap kecaman. Tetapi kita juga harus mengambil hikmat positif dan manfaat dari suatu keraguan. Banyak dan bahkan sebagian besar aksi-aksi dalam pernikahan berawal dari motif baik, meskipun semua itu kurang tepat penyampaiannya. Sama seperti anak-anak kecil yang belajar berjalan (dengan niat baik) mereka masih saja jatuh, terkadang bahkan jatuh menabrak seseorang. Sebagai pasangan hidup, kita harus belajar untuk percaya akan yang terbaik, yakni dengan menaruh kepercayaan pada satu sama lain jika kita benar-benar mencintai satu sama lain (1 Korintus 13:7).
Apabila kita sungguh melakukan kesalahan, kita memerlukan kasih untuk menjadikan kita rendah hati dan mengakui kesalahan itu. Kita mengharapkan seorang pasangan hidup yang penuh kasih untuk menunjukkan kesalahan kita dengan cara yang penuh kasih dan bukan cara yang provokatif, yang mengutuk dan yang mengkritik; tapi memang cara ini tidak selalu terjadi. Cara manapun yang anda pakai, yang salah tetap salah, dan sebaiknya kita tidak menggunakan modus defensif yang bermusuhan.
Percaya atau tidak, anda akan lebih dihormati di dalam pernikahan anda apabila anda rendah hati mengakui kesalahan anda daripada mencoba membela diri dalam kesalahan anda. Alkitab menyebut itu “meninggikan diri” (Matius 23:12). Pengakuan harus diikuti dengan perbuatan. Tunjukkan kepada pasangan hidup anda bahwa anda sungguh mencoba untuk mengatasi masalah itu.
Masalah yang tak terpecahkan
Memang masing-masing kita menghadapi masalah yang sepertinya tidak terpecahkan, tetapi pada umumnya semuanya itu sebenarnya bisa diselesaikan. Hanya saja masalah-masalah itu barangkali memerlukan waktu hingga bertahun-tahun untuk bisa diatasi. Entah masalah ini kita warisi atau yang kita alami melalui pengalaman-pengalaman hidup, banyak di antara kita memiliki masalah ini. Beberapa masalah ini begitu destruktif sehingga ia menyebabkan perpisahan dan perceraian. Masalah lain harus kita pikul di atas pundak lebar kita. Perbedaan antara menyelesaikan satu bentuk masalah dan menanggungnya bersama orang lain merupakan suatu pilihan yang hanya dapat diputuskan oleh pasangan hidup yang bijak dan yang saleh. Ingat, anda selalu ingin melihat ke belakang dan sadar bahwa setiap tindakan yang anda lakukan itu adalah usaha untuk menyelamatkan pernikahan anda.
Untuk saling bertolong-tolongan menanggung beban bagi satu sama lain (Galatia 6:2) memerlukan kesabaran. Dan kesabaran merupakan salah satu dari lambang kesalehan yang penuh kasih yang kita semua perlu miliki. Apabila masing-masing kita tetap berfokus pada pemecahan masalah-masalah diri kita sendiri, mewujudkan pengendalian diri merupakan lambang kesalehan tetapi sikap mengendalikan diri pasangan kita itu bukanlah saleh, dan apabila kita melakukan ini, kita akan membuat kemajuan yang baik!
Blokade bungkam dan bantahan
Tanpa mempersoalkan situasi yang bagaimanapun, apakah anda membuka diri untuk masukan-masukan orang lain atau apakah anda peka terhadap keprihatinan pasangan hidup anda? Jika kita mengindahkan, menghormati dan percaya bahwa orang yang cerdas, yang tampan/cantik itu adalah orang yang kita nikahi, maka kita sebaiknya memperhatikan kepentingan pasangan hidup kita dengan serius.
Perhatikan nasihat baik Allah di dalam kitab Yakobus: “Tetapi hikmat yang dari atas adalah yang pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai” (Yakobus 3:17-18)
Jelasnya, orang yang suka memblokade bungkam dan berbantah tidak “mau tunduk atau mengalah”; dan itu tidak akan menghasilkan pernikahan yang sukacita, yang aman, yang ramah, yang baik, yang lemah lembut dan yang sepi ing pamrih (tidak mementingkan diri sendiri). Jadi mari kita belajar
Apa yang saya ingin lakukan
Sukses dalam pernikahan tidaklah mudah. Rasul Paulus mendeskripsikan kondisi manusia seperti ini: “Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat” (Roma 7:15. Kemudian dia bertanya bagaimana ia dapat dibebaskan dari keadaan pikiran seperti itu (ayat 24). Jawabannya ialah “melalui Yesus Kristus Tuhan kita!” (ayat 25).
Betapapun kerasnya kita mencoba untuk menghancurkan kritikan, makian, pembelaan diri dan blokade bungkam dan bantahan, tanpa melibatkan intervensi supranatural Allah, mustahil bagi kita untuk berhasil. Itulah sebabnya bahwa amatlah penting bagi setiap pasangan hidup menikah mencari pertolongan Allah dan bimbinganNya setiap hari untuk mendapatkan suatu pernikahan yang serasi dan teguh.
Meskipun hanya satu di antara pasangan hidup yang mencari Allah melalui doa, memohon kekuatan kepada Allah untuk berjalan di jalan yang benar, maka pernikahan itu masih dapat diperbaiki. Dan siapa tahu bahwa sekali anda mulai, barangkali anda menciptakan suatu efek domino. Melakukan apa yang benar sifatnya menular. Tularkan pasangan hidup anda untuk mengikuti yang pantas dan hancurkan keempat masalah pernikahan itu sebelum mereka menghacurkan pernikahan anda!
Anda punya pertanyaan?
Silahkan bertanya pada kami
This article was translated from http://lifehopeandtruth.com/