Hari Raya Roti Tidak Beragi: Berjuang untuk Hidup Saleh dalam Kebenaran

oleh Mike Bennett

http://lifehopeandtruth.com/life/plan-of-salvation/feast-of-unleavened-bread/

Bagaimana Allah menghendaki kita untuk memberi respons terhadap pengorbanan agung Kristus yang penuh belas kasihan itu? Hari Raya Roti Tidak Beragi menjelaskan kepada kita bagaimana menanggapinya. 

Kesusahan dan penderitaan yang terjadi di dunia ini semata-mata disebabkan oleh dosa – yakni pelanggaran hukum-hukum Allah yang kudus, baik dan mulia itu. Yesus Kristus rela mengorbankan hidupNya untuk menyelamatkan kita dari penalti maut akibat dosa. KematianNya merupakan langkah pertama di dalam rencana Allah untuk menyelamatkan kita dari dosa dan maut, dan itu membuka jalan dan memungkinkan langkah-langkah berikutnya.

Tetapi bagaimana Allah menghendaki kita untuk memberi respons terhadap pengorbanan tulus Yesus yang agung dan mulia itu? Apakah Dia akan senang melihat kita – setelah Dia membebaskan kita dari perbudakan dosa, sama seperti orang Israel yang dulu diperbudak di Mesir – berbalik lagi ke dalam dunia dosa? Atau bukankah Dia justru menginginkan kita agar dapat belajar melihat dosa itu sebagaimana Ia melihatnya, dan kemudian kita berjuang di bawah pimpinan dan bimbinganNya, untuk menghindari dosa itu dalam keadaan apapun?

Hari raya Roti Tidak Beragi dirayakan segera setelah hari raya Paskah dan itu mengajarkan kita suatu pelajaran tentang bagaimana kita hendaknya memberi respons terhadap pengorbanan agung Kristus.

Dibebaskan dari perbudakan dosa

Setelah ratusan tahun perbudakan kejam di Mesir, orang Israel sangat gembira dan bersukacita pada saat meninggalkan Mesir, dan saat itu adalah perayaan hari raya Roti Tidak Beragi. Mesir dan rajanya, Firaun, Alkitab mengartikannya sebagai lambang dosa dan Setan.

Tetapi segera sesudah itu Firaun mengejar bangsa Israel, menjebak mereka di Laut Merah. Dia tidak ingin mereka bebas, sama seperti Setan tidak ingin kita terlepas dari jerat cengkeramannya. Bangsa Israel tak berdaya, demikian juga kita. Kekuatan kita tidak cukup untuk melawannya.

Namun Allah memberi jalan keluar kepada orang Israel itu – langsung melintasi  Laut Merah itu! Dan sama seperti orang Israel, Dia menawarkan kita suatu jalan keluar melalui pertolonganNya yang ajaib. Rasul Paulus menjelaskan bahwa Laut Merah memberi arti bagi kita sebagai bentuk baptisan, yakni permulaan proses perubahan hidup yang dikerjakan Allah (1 Korintus 10:1-4).

Apa yang dilambangkan ragi?

Hari raya Roti Tidak Beragi memperoleh namanya dari kewajiban kita untuk membuang dan menghindari roti beragi dan kita harus makan roti yang tidak beragi selama tujuh hari (Keluaran 12:15). Selama periode ini ragi dianggap sebagai lambang dosa.

Ragi ialah bahan resep yang menghasilkan fermentasi atau suatu proses kimia untuk mengembangkan adonan roti. Bahan-bahan ragi termasuk soda dan semua bahan-bahan kimia pengembang adonan roti, seperti, tepung pengembang, soda pengembang (sodium bikarbonat) dan potasium bikarbonat. Ragi dapat kita temukan di dalam roti, biskuit, kue, kreker, sereal dan kue pai.  

Karena ragi itu mengembang, itu dikonotasikan sebagai akar dari banyak dosa, yakni, kesombongan. Beberapa di antara dosa maut yang dilambangkan ragi di dalam Alkitab ialah seperti dengki, kebusukan hati, kemunafikan dan ajaran palsu (1 Korintus 5:8; Lukas 12:1; Matius 16:11-12).

Ciri ragi pengembang itu juga cepat meresap dan dengan tak terlihat ragi itu cepat menyebar mengkhamiri seluruh adonan roti. Paulus menggunakan karakteristik ini untuk menjelaskan bahayanya dosa terhadap jemaat di Korintus, barangkali itu terjadi pada masa perayaan hari raya Roti Tidak Beragi: “Kemegahanmu tidak baik. Tidak tahukah kamu, bahwa sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan? Buanglah ragi yang lama itu supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus” (1 Korintus 5:6-7). 

Membuang ragi dari rumah kita memberikan kita suatu pelajaran penting yang kita harus kerjakan dan tantangan yang harus kita hadapi, yakni membuang dosa dari kehidupan kita. Ragi yang seringkali sulit ditemukan mengingatkan kita bahwa kita perlu memeriksa dosa itu secara seksama di dalam hidup kita, bertobat dan mencari pertolongan Allah untuk membuangnya.

Yang buruk itu keluar dan yang baik itu masuk

Selain membuang dosa, kita juga harus menggantikannya dengan pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan yang baik – yang dilambangkan oleh makan roti yang tidak beragi.

Paulus melanjutkan suratnya kepada orang-orang Korintus mengenai ragi ini: “Karena itu marilah kita berpesta bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran.

Pernyataan Paulus ini kepada orang-orang Kristen di Korintus, “Karena itu marilah kita berpesta,” seharusnya menjawab kritikan orang yang mengatakan bahwa perayaan mulia yang penuh makna ini – mereka anggap –  sudah tak berlaku lagi dan mereka mengatakan perayaan ini hanya untuk orang-orang Yahudi. Tetapi, Paulus juga secara jelas menunjukkan perlunya untuk membuang keburukan (kedengkian dan kejahatan) dan menggantikannya dengan kebaikan (kemurnian dan kebenaran).

Kita harus mempersiapkan diri untuk hari raya Roti Tidak Beragi dengan membuang ragi adonan roti dan ragi rohani – yakni dosa. Selama perayaan itu, fokus perhatian kita adalah membuang keburukan dari diri kita seperti lambang dari membuang ragi adonan roti dan memasukkan sesuatu yang murni ke dalam diri kita seperti yang dilambangkan oleh “makan” roti tidak beragi. Amanat yang jelas dari  tujuh hari perayaan ini ialah untuk beroleh pelajaran rohani dari memakan roti yang tidak beragi (Keluaran 12:14-20; 13:6-7; Imamat 23:6), yang adalah lambang hidup tanpa dosa sama seperti Yesus Kristus. Jadi kita harus memakan “roti hidup,” sebagaimana Yesus menjelaskannya di dalam Yohanes 6:27-63.

Jadi, hari raya Roti Tidak Beragi merupakan suatu masa untuk memusatkan pikiran kita untuk mengenakan kebenaran Yesus Kristus (yakni, “roti hidup”) ke dalam kehidupan kita (Galatia 2:20). Secara alami, semakin banyak kita lakukan itu, semakin banyak dosa kita buang. Untuk mengalahkan dosa, kita harus kuat dan tak boleh “kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan” (Roma 12:21). Dengan kata lain, semakin kita membiarkan Kristus hidup di dalam hidup kita, dan semakin kita hidup saleh, semakin sedikit ragi dosa ada  di dalam hidup kita. Hidup dengan memakan roti yang tidak beragi, yang penuh dengan ketulusan dan kebenaran, merupakan kunci penting untuk membuang “ragi lama” yakni dosa dari dalam hidup kita.

Namun meskipun respons kita tulus untuk melawan dosa dan kita sungguh-sungguh berniat tobat terhadap dosa, kita bertekad untuk tidak “berdosa lagi” dan mengenakan kebenaran, kita akan segera menyadari bahwa kita tidak akan pernah mampu melakukan itu dengan kekuatan kita sendiri (2 Korintus 7:10-11; Yohanes 8:11; Roma 7:23-25). Kita harus meminta pertolongan Allah.

Hari raya Roti Tidak Beragi mengingatkan kita bahwa tunduk kepada Juruselamat kita merupakan satu-satunya jalan bagi kita untuk memberi respons terhadap pengorbanan kasih Yesus. Kita tidak diselamatkan karena perbuatan kita, namun kita “diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik” (Efesus 2:10). Seorang Kristen yang telah diampuni dan yang berterimakasih atas pengampunan itu, akan mencari pertolonganNya untuk tidak kembali kepada perbudakan dosa.  

Langkah berikutnya di dalam rencana penyelamatan Allah digambarkan oleh Hari Raya Pentakosta.

Anda punya pertanyaan?
Silahkan bertanya pada kami

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry