Hukum Taurat dan Kasih Karunia: Yesus vs Paulus?

oleh Cecil Maranville

https://lifehopeandtruth.com/bible/law-and-grace/jesus-vs-paul/ Ayat-ayat kutipan artikel ini diambil dari Alkitab versi: Indonesian Modern Bible, dan juga dari Indonesian Terjemahan Baru. Beberapa orang mempercayai bahwa ajaran rasul Paulus tentang hukum taurat dan kasih karunia telah mengubah apa yang diajarkan Yesus Kristus. Jadi apakah ini antara Yesus vs Paulus? Apa yang dikatakan Alkitab? Alasan orang yang mempercayai bahwa rasul Paulus telah mengubah apa yang diajarkan Yesus itu merupakan sebuah persepsi bahwa ajaran Paulus tentang kasih karunia berarti mematuhi hukum taurat Elohim itu tidak diperlukan lagi. Sebelum membahas ajaran ini, yakni ajaran pada umumnya diterima masyarakat luas sekarang ini, mari kita lihat apa yang diajarkan Yesus Kristus tentang topik penting ini. Ajaran Yesus tentang hukum taurat dan kasih karunia Salah satu dari ayat Kitab Suci yang secara jelas menyingkapkan ajaran Yesus tentang hukum taurat dan kasih karunia adalah tentang seorang perempuan yang kedapatan berzinah dan dibawa kepada Yesus untuk melihat apakah Dia akan menghukum perempuan itu dengan cara melempari batu hingga dia mati atas tuntutan hukum taurat (Yohanes 8:1-11). Mula-mula Dia diam atas tuduhan itu, Dia menunduk dan menulis sesuatu di tanah dengan jariNya. Karena didesak oleh para pendakwa itu untuk membuat keputusan, Dia berkata kepada mereka, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (ayat 7). Tidak ada yang berani. Sebaliknya, mereka satu-persatu pergi mulai dari yang tertua. Ketika semua pendakwa itu pergi tanpa berani melempari perempuan itu, Yesus, yang adalah satu-satunya Pribadi yang tidak berdosa, juga tidak menghukum dia. “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang,” kata Yesus kepadanya (Yohanes 8:11). Karena kasih karunia, yakni kebaikan Elohim yang penuh kebajikan, Yesus mengampuni perempuan itu dan menyelamatkan dia dari kematian karena perbuatannya yang membuat dia berdosa. Apabila hal itu kita ekspresikan dengan bahasa kita hari ini, kasih karunia Elohim ialah bahwa Dia tidak memberikan perempuan itu apa yang pantas dia dapatkan atas perlakuannya. Apa yang diajarkan Yesus tentang hukum taurat? Hal ini, juga, disingkapkan pada bacaan di atas. Dia tidak berkata kepada perempuan itu bahwa dia bebas melakukan apa saja seperti sebelumnya. Yesus menghendaki dia untuk berubah dalam cara hidupnya – yakni bertobat. Yesus berkata, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.">https://lifehopeandtruth.com/bible/law-and-grace/jesus-vs-paul/

Ayat-ayat kutipan artikel ini diambil dari Alkitab versi: Indonesian Modern Bible, dan juga dari Indonesian Terjemahan Baru.

Beberapa orang mempercayai bahwa ajaran rasul Paulus tentang hukum taurat dan kasih karunia telah mengubah apa yang diajarkan Yesus Kristus. Jadi apakah ini antara Yesus vs Paulus? Apa yang dikatakan Alkitab? 

 

 

 

 

 

 

 

 

Alasan orang yang mempercayai bahwa rasul Paulus telah mengubah apa yang diajarkan Yesus itu merupakan sebuah persepsi bahwa ajaran Paulus tentang kasih karunia berarti  mematuhi hukum taurat Elohim itu tidak diperlukan lagi.

Sebelum membahas ajaran ini, yakni ajaran pada umumnya diterima masyarakat luas sekarang ini, mari kita lihat apa yang diajarkan Yesus Kristus tentang topik penting ini. 

Ajaran Yesus tentang hukum taurat dan kasih karunia

Salah satu dari ayat Kitab Suci yang secara jelas menyingkapkan ajaran Yesus tentang hukum taurat dan kasih karunia adalah tentang seorang perempuan yang kedapatan berzinah dan dibawa kepada Yesus untuk melihat apakah Dia akan menghukum perempuan itu dengan cara melempari batu hingga dia mati atas tuntutan hukum taurat (Yohanes 8:1-11).

Mula-mula Dia diam atas tuduhan itu, Dia menunduk dan menulis sesuatu di tanah dengan jariNya. Karena didesak oleh para pendakwa itu untuk membuat keputusan, Dia berkata kepada mereka, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (ayat 7). 

Tidak ada yang berani. Sebaliknya, mereka satu-persatu pergi mulai dari yang tertua. Ketika semua pendakwa itu pergi tanpa berani melempari perempuan itu, Yesus, yang adalah satu-satunya Pribadi yang tidak berdosa, juga tidak menghukum dia. “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang,” kata Yesus kepadanya (Yohanes 8:11).

Karena kasih karunia, yakni kebaikan Elohim yang penuh kebajikan, Yesus mengampuni perempuan itu dan menyelamatkan dia dari kematian karena perbuatannya yang membuat dia berdosa. Apabila hal itu kita ekspresikan dengan bahasa kita hari ini, kasih karunia Elohim ialah bahwa Dia tidak memberikan perempuan itu apa yang pantas dia dapatkan atas perlakuannya.    

Apa yang diajarkan Yesus tentang hukum taurat? Hal ini, juga, disingkapkan pada bacaan di atas. Dia tidak berkata kepada perempuan itu bahwa dia bebas melakukan apa saja seperti sebelumnya. Yesus menghendaki dia untuk berubah dalam cara hidupnya – yakni bertobat. Yesus berkata, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."  Pada hakekatnya, perkataan Yesus ini adalah, “Mulai dari sekarang, berperilaku baiklah.”

Yesus memelihara dan mengajarkan 10 Perintah Elohim

Apakah dia (perempuan) yang tertangkap berzinah itu harus memelihara perilaku berdasarkan norma-norma yang secara lambat laun berkembang diterima dalam masyarakat luas sebagai perilaku umum? Atau apakah dia harus berperilaku berdasarkan apa yang dia rasakan pantas untuk menjadi sebuah jalan hidup yang bisa diterima masyarakat? Jawabannya tidak terhadap kedua pertanyaan ini.

Perkataan “dosa” menyingkapkan jawabannya. Dosa artinya suatu perbuatan atau pikiran yang bertentangan dengan hukum taurat Elohim (1 Yohanes 3:4); 2 Korintus 10:4-6), bukan yang bertentangan dengan beberapa standar manusia. Yesus berkata kepada dia untuk hidup dari saat itu dan seterusnya berdasarkan 10 Perintah Elohim. Ajaran ini ditegaskan oleh contoh-contoh lain di dalam kitab Injil lainnya.

Yesus berkata kepada penguasa muda yang kaya bahwa jalan untuk keselamatan memerlukan kepatuhan terhadap 10 Perintah Elohim (Matius 19:16-21). Yesus sendiri memelihara 10 Perintah Elohim itu, termasuk perintah ke-7, yakni menguduskan hari Sabat (Lukas 4:16).

Jelasnya, Yesus tidak sedang mengisyaratkan bahwa siapapun bisa mendapat keselamatan hanya dengan melakukan 10 Perintah Elohim. Namun, Dia mengajarkan dan menunjukkan contoh bahwa Elohim telah menetapkan suatu standar perilaku yang layak bagi anak-anakNya. Standar tersebut ialah 10 Perintah Elohim.

Perintah utama

Ketika orang-orang Farisi mencoba menjebak Yesus tentang hukum yang terutama dalam hukum taurat, Dia tidak menolak menjawab. “Kemudian seorang ahli Taurat bertanya kepada Dia untuk mencobai Dia, ‘Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?’

“Yesus berkata kepada dia, ‘“Kasihilah TUHAN, Elohimmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu.’” Inilah perintah yang pertama dan yang paling utama. Dan yang kedua, yang sama dengan itu: “Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri”” (Matius 22:35-39).

Di sini Yesus mengutip Ayat Suci Alkitab dari Perjanjian Lama yang menyimpulkan pesan dari 10 Perintah Elohim.

Pertanyaan orang Farisi itu merupakan satu alasan bagi mereka yang mempercayai bahwa kematianNya akan segera mengakhiri semua perintah itu. Tetapi Yesus tidak mengatakan demikian, karena itu, gagasan mereka itu tidak benar.

Dengan menyatukan Ayat Suci ini maka tidak ada keraguan lagi bahwa Yesus melakukan 10 Perintah Elohim, dan Dia mengajarkannya kepada orang lain untuk melakukannya. Dan hal itu membuat orang-orang yang memiliki pemahaman bias terhadap hukum taurat dalam sebuah posisi yang sulit. Bagaimana anda mencocokkan ajaran Yesus untuk patuh pada hukum taurat sementara menurut anda Paulus mengajarkan bahwa kasih karunia itu meniadakan hukum taurat?   

Wahyu yang berkembang?

Pemikiran teologis dalam penjelasan mereka mengapa Paulus mengajarkan sesuatu yang berbeda dari apa yang diajarkan Yesus Kristus disebut wahyu progresif [yang berkembang lambat laun]. Sebagaimana diimplikasikan oleh perkataan itu, intinya ialah bahwa melalui surat-surat yang ditulis dikemudian hari, Elohim menambahkan secara lambat laun dan meng-update doktrin yang diajarkan Yesus pada saat Dia mengajar di bumi ini.

Barangkali hal ini mereka ajarkan melalui Paulus dimana sebagian besar Alkitab Perjanjian Baru terdiri dari surat-suratnya. Teori ini mengajarkan bahwa orang Kristen perlu mengikuti tulisan yang di-update Paulus dan bukan semata-mata apa yang diajarkan dan dilakukan Yesus.

Teori cacat ini telah menyebabkan banyak orang berasumsi salah bahwa Paulus memodifikasi atau mengubah ajaran Kristus. Padahal Paulus sangat jelas dalam subyek ini.

Ajaran Paulus tentang hukum taurat dan kasih karunia

Paulus memahami dengan sempurna bahwa dia mengajarkan kebenaran persis seperti yang diajarkan dan dipraktekkan Yesus Kristus. “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus,” kata Paulus kepada Jemaat di Korintus (1 Korintus 11:1). Pernyataan ini menyimpulkan bahwa Paulus melihat dirinya sebagai penerus doktrin Kristus, bukan penentangnya.  

Bahkan dalam bahasa yang lebih tegas, Paulus menuliskan suratnya kepada Jemaat di Galatia, “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia” (Galatia 1:6-9).

Di dalam ayat 8-9 Paulus mengucapkan kutuk pada siapapun yang mengajarkan berita injil lain daripada injil yang diajarkan Kristus! Dia mengulangi kutuk ini untuk menekankan pentingnya peringatan itu, Paulus dengan keras memperingatkan siapapun terhadap ajaran yang berbeda dengan ajaran Kristus.

Karena Paulus menggunakan bahasa demikian tegas, kita sebaiknya yakin bahwa ajaran tentang hukum taurat dan kasih karunia itu sama antara ajaran Kristus dan ajaran Paulus, dan inilah yang direfleksikan Alkitab. Paulus menghormati secara mendalam kasih karunia Elohim dan dia menghormati hukum taurat Elohim.  

“Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?”

Sebuah contoh yang baik dari ajaran Paulus dapat kita baca di dalam suratnya kepada Jemaat di Roma yang bunyinya sebagai berikut: “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?” (Roma 6:1-2).

Beberapa ayat berikutnya Paulus menekankan ajaran ini dimana dia mengulanginya dan berkata, “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia. Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak!” (ayat 14-15).

Ajaran Paulus tentang hukum taurat dan kasih karunia secara jelas sama persis dengan ajaran Kristus. Paulus menghormati kasih karunia Elohim dan menghormati hukum tauratNya.

Hukum taurat vs kasih karunia?

Sayangnya, ajaran Kristus dan Paulus pada pokok bahasan ini telah diabaikan oleh banyak orang. Pada saat tertentu selama berabad-abad, sebuah gagasan yang membenturkan hukum terhadap kasih karunia terjadi di dunia Kristen.

 

 

 

 

 

 

 

Sebagaimana seorang ayah yang penuh kasih menerapkan aturan-aturan dalam keluarganya, Elohim juga telah memberikan kita hukum-hukum yang berguna untuk kebaikan kita.

Beberapa orang mencoba membenarkan diri dalam kepercayaan mereka yang salah tentang hukum taurat vs kasih karunia ini dengan cara mengajarkan bahwa Elohim memberikan 10 Perintah itu semata-mata untuk orang Israel zaman dulu sebagai Old Covenant [Perjanjian Lama], dan bahwa Perjanjian Baru tidak lagi mencakup semua dari 10 Perintah itu. Ini adalah kesalahan fatal, sebab Alkitab mengajarkan kelestarian 10 Perintah Elohim itu di dalam Perjanjian Baru dan harmoni antara hukum taurat dan kasih karunia, sebagaimana keduanya akan didokumentasikan secara erat di dalam artikel-artikel lainnya tentang hukum taurat dan kasih karunia.   

Aturan dalam keluarga

Kebenaran tentang hukum taurat dan kasih karunia Elohim bisa kita ilustrasikan seperti keluarga kita. Sebagai kepala rumah tangga, seorang ayah menetapkan aturan yang pantas di dalam keluarganya sebagai standar perilaku bagi anak-anaknya, untuk melindungi mereka dan mendidik mereka. Elohim juga melakukan hal yang sama bagi keluargaNya melalui 10 PerintahNya.

Selanjutnya, seorang ayah manusia mengampuni anaknya yang menyadari dan mengaku sepenuhnya akan kesalahannya – tetapi tidak demikian kepada anak yang tidak patuh yang berbuat semaunya, tetapi si ayah menghendaki agar anak itu kembali ke jalan yang benar menurut standar keluarganya. 

Kasih karunia Elohim juga sama bagi keluargaNya, mengampuni anak-anak yang hidup dalam perubahan sikap, hati dan pikiran terhadap dosa, supaya mereka dapat berbalik ke jalan yang benar dan hidup sesuai dengan kehendakNya. Pemahaman ini masuk akal dan, bahkan lebih penting lagi, itu alkitabiah.

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry