Injil menurut Nebukadnezar

oleh David Treybig

https://lifehopeandtruth.com/prophecy/understanding-the-book-of-daniel/gospel-according-to-nebuchadnezzar/

Lebih dari 2,500 tahun yang lalu Raja Nebukadnezar yang berkuasa di Kerajaan Babel menyampaikan sebuah pesan yang masih relevan untuk kita hari ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

Nebukadnezar, raja Babel yang berkuasa pada tahun 604-561 sebelum Masehi, adalah salah satu raja yang paling terkenal kejahatannya yang dicatat di dalam ayat suci Alkitab. Bersamaan dengan raja Firaun (yang mencoba mempertahankan keturunan Israel dalam perbudakan), dia merupakan raja yang paling terkenal jahatnya di catat di dalam Alkitab dan melakukan banyak sekali hal yang membinasakan bangsa pilihan Allah. Nebukadnezar mendapat watak keburukannya setelah menggulingkan bangsa Yahudi, menghancurkan Bait Suci dan mengangkut ribuan orang Yahudi ke pembuangan di Babel.

Tetapi ada suatu catatan aneh di dalam sejarah bila kita bicara tentang Nebukadnezar. Sementara dia merupakan musuh dari keturunan Abraham, Nebukadnezar menyatakan sesuatu yang sungguh menakjubkan. Dia merupakan orang yang langsung bertanggung  jawab terhadap seluruh isi dari satu bab di dalam Alkitab! Sebuah dekrit atau titah yang diterbitkan Nebukadnezar merupakan isi dari bab ke-empat kitab Daniel, yang membuat dia satu-satunya raja kafir [penyembah berhala] yang menyebut banyak kebenaran Alkitab.

Apa yang begitu penting tentang titah Nebukadnezar bahwa Allah telah memfirmankan itu di dalam Alkitab? Kita perlu memahami bahwa semua ayat Alkitab, termasuk ayat bacaan di kitab Daniel, diilhamkan oleh Allah dan “bermanfaat” untuk kita baca (2 Timotius 3:16). Jadi ada sesuatu yang bermanfaat tentang pesan Nebukadnezar yang Allah ingin kita dengarkan dan perhatikan.

Sebelum kita memperhatikan perkataan raja zaman dulu ini, mari kita melihat beberapa latar belakang dari titah raja ini.

Ditulis dalam bahasa Aram

Sementara sebagian besar dari Perjanjian Lama Alkitab ditulis di dalam bahasa Ibrani dan sebagian besar dari Perjanjian Baru ditulis di dalam bahasa Yunani, sedikit dari kedua Perjanjian Lama dan Baru itu ditulis di dalam bahasa Aram. Penggunaan yang paling luas dari bahasa Aram didapati di kitab Daniel, termasuk titah Raja Nebukadnezar di Daniel 4.

Penggunaan bahasa Aram di dalam kitab Daniel tidaklah mengejutkan, mengingat fakta bahwa waktu Daniel menulis kitab ini ialah pada masa tawanan bangsa Yahudi di Babel. Bahasa Aram, juga disebut bahasa orang Kasdim merupakan bahasa kuno Babel, dan Daniel bersama teman-teman dalam tawanan itu diajar dalam bahasa tersebut sebagai bagian dari pelatihan mereka untuk melayani raja (Daniel 1:4; 2:4). Dan sebagai pendatang di Kerajaan Babel, semua orang Yahudi mulai mempelajari dan menggunakan bahasa ini.

Menurut The International Standard Bible Encyclopedia, bahasa Aram pada akhirnya menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa sehari-hari dipakai orang Yahudi yang berada di Palestina” (“Aramaic Language”). Jadi baik bahasa Ibrani maupun bahasa Aram yang di kitab Daniel merupakan refleksi orang Yahudi yang menggunakan dua bahasa – mereka berbicara dengan kedua bahasa tersebut. 

Karena Babel merupakan kerajaan besar pada saat itu, bahasanya, yakni bahasa Aram, adalah “bahasa protokol internasional” (ESV Study Bible, mengomentari ayat di kitab Yesaya 36:11). Jadi dalam merujuk pada titah raja itu “kepada orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa yang diam di seluruh bumi,” maka masuk akal bagi Nebukadnezar untuk menerbitkan titahnya dalam bahasa Aram (Daniel 4:1).

Kisah kehinaan  

Sebagian besar raja-raja kafir [penyembah berhala] senang mendirikan monumen besar untuk memuji keberhasilan kekuasaan dan kekuatan militer mereka. Raja Nebukadnezar termasuk dalam kategori ini; dia memiliki banyak monumen-monumen. Tetapi titahnya di dalam Daniel 4 tidak mengikuti pola normal raja-raja lainnya. Sebaliknya, titahnya tidak hanya mencakup masalah mimpinya bahwa dia telah mengesahkan martabat kerajaannya tetapi juga kisah kehinaan dirinya sendiri.

Sebagian besar orang, terutama raja-raja, tidak suka berbicara tentang kelemahan-kelemahan mereka. Namun untuk beberapa alasan raja ini – karena dia sadar bahwa dia mengira semua orang perlu tahu – dia mengakui kepada setiap orang suatu kesalahan besar pribadinya dan hukuman yang akan dia terima atas kesalahan itu.

Apa yang terjadi kepada Raja Nebukadnezar adalah ini: dia menjadi gila. Penyakit demensianya begitu akut sehingga dia sungguh-sungguh kehilangan akal pikiran dan hidup sama seperti hewan selama “tujuh masa” – yang artinya itu selama tujuh tahun (Daniel 4:32-33).

Dan apa yang membawa hukuman ini kepada dia? Kesombongan. Allah telah memperingatkan Nebukadnezar akan kematiannya yang segera akan datang melalui mimpi yang Allah berikan kepada dia. Daniel, yang menginterpretasikan mimpi itu, menasihatkan dia untuk “melepaskan diri tuanku dari pada dosa dengan melakukan keadilan, dan dari pada kesalahan dengan menunjukkan belas kasihan terhadap orang yang tertindas; dengan demikian kebahagiaan tuanku akan dilanjutkan” (ayat 27).

Tetapi Raja Nebukadnezar tidak bisa menahan diri dari kesombongan. Setahun kemudian, sementara dia berjalan di istana kerajaannya, “Berkatalah raja, ‘Bukankah itu Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan’” (ayat 30).

Jawaban Allah datang seketika itu juga. “Raja belum habis bicara, ketika suatu suara terdengar dari langit: ‘Kepadamu dinyatakan, ya raja Nebukadnezar bahwa kerajaan itu telah beralih dari padamu!’” (ayat 31).

Jadi raja menderita kehinaan yang sangat menyakitkan – sebuah penyakit mental yang mengerikan dialaminya selama tujuh tahun.

Titah raja

Raja Nebukadnezar menerbitkan titahnya dengan menyatakan bahwa itu diarahkan “kepada orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa yang diam di seluruh bumi” (Daniel 4:1). Singkatnya, itu untuk setiap orang di seluruh dunia.

Kemudian, setelah perayaan adat-istiadat oriental [dunia timur] yang biasa diadakan di Babel itu, yakni perayaan dalam rangka memaklumkan kedamaian dan kesejahteraan bagi setiap orang (ayat 1), raja menyatakan maksud pesannya yang dia sampaikan: “Aku berkenan memaklumkan tanda-tanda mujizat-mujizat yang telah dilakukan Allah yang maha tinggi kepadaku. Betapa besarnya tanda-tandanya dan betapa hebatnya mujizat-mujizatNya! KerajaanNya adalah kerajaan yang kekal dan pemerintahanNya turun-temurun!

Daripada membicarakan pesan kebesaran dan kemegahannya sendiri, dia justru berfokus pada Allah dan bagaimana Allah telah bekerja melalui dia. Sementara raja telah belajar tentang keberadaan Allah dan telah menunjukkan hormat terhadap kuasaNya melalui interaksi dengan Daniel dan melalui ketiga sahabat Daniel, dia sekarang nampaknya telah mendapat pemahaman yang lebih dalam tentang keunggulan Allah.

Kemudian Nebukadnezar menceritakan bagaimana dia telah menerima suatu mimpi, yang diinterpretasikan Daniel, yang memperingatkan dia akan suatu periode kegilaannya agar dia belajar “bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia, dan memberikan kepada manusia yang dikehendakiNya” (ayat 25). Singkatnya, dia perlu tahu “bahwa Sorgalah yang mempunyai kekuasaan” (ayat 26).

Kemudian raja menyatakan bahwa prediksi ketidakwarasannya akan benar-benar terjadi (ayat 33).

Setelah pengalaman yang merendahkan dirinya ini dan setelah penyakit mentalnya mulai sembuh, Nebukadnezar menuliskan isi hatinya: “Aku memuji Yang Mahatinggi dan membesarkan dan memuliakan Yang Hidup kekal itu, karena kekuasaanNya ialah kekuasaan yang kekal dan kerajaanNya turun-temurun. Semua penduduk bumi dianggap remeh; Ia berbuat menurut kehendakNya … Tidak ada seorangpun yang dapat menolak tanganNya dengan berkata kepadaNya, ‘Apa yang Kaubuat?’ …Dan yang sanggup merendahkan mereka yang berlaku congkak” (ayat 34-35, 37).

Bagaimana anda merespon?  

Para sarjana teologia memperdebatkan entah Raja Nebukadnezar itu sungguh punya  komitmen yang dalam dan perubahan hati terhadap Allah atau tidak. Dia memang sungguh mengakui supremasi Allah, tetapi tidak ada bukti tertulis bahwa dia meninggalkan dewa-dewa berhala dan kemudian dia menyembah Allah yang benar.

Allah “mengetahui rahasia hati” (Mazmur 44:21; bandingkan dengan Kisah Para Rasul 15:8), akan menjadi Hakim bagi Raja Nebukadnezar. Namun, tanpa mempersoalkan takdir raja itu, pesannya yang memperingatkan itu kepada semua orang hidup pada masa pemerintahannya dan yang tersimpan menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada zaman ini tetap sah. Kita perlu mengakui bahwa Allah itu adalah Allah yang Maha Tinggi, bahwa Dia sekarang bekerja pada suatu rencana di atas bumi ini, dan bahwa kita akan dihakimi oleh Dia atas perbuatan-perbuatan kita. 

Akan tetapi pertanyaan penting ialah ini: Bagaimana anda akan merespon? Tentu saja elemen utama dari pesan Nebukadnezar itu menembus seluruh isi Alkitab. Raja Babel itu bukan hanya satu-satunya orang pribadi yang menekankan instruksi yang dari Allah ini. Kebetulan saja dia berada pada posisi yang unik ini untuk menyampaikan pesan ini lebih jauh kepada semua bangsa.

Beberapa tahun kemudian, Paulus membicarakan prinsip yang sama. Dia menulis kepada anggota Jemaat di Korintus: “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat” (2 Korintus 5:10). Kepada mereka yang berada di Roma, dia menulis: “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah” (Roma 14:10).

Meskipun pemahaman Nebukadnezar itu terbatas, pesan yang dia sampaikan itu terus menggema hingga hari ini. Inti dari yang ia nyatakan ialah injil kabar baik dari Kerajaan Allah. Yaitu bahwa Allahlah yang Maha Agung; Dia sekarang bekerja pada rencana penyelamatan bagi umat manusia yang sungguh akan terjadi; penghakimanNya akan terlaksana; dan kita sebaiknya mau dengan rendah hati bertobat dan percaya apa yang Dia katakan. (Bacalah lebih lanjut tentang Kerajaan Allah pada artikel kami yang berjudul “Daniel 2: mimpi Nebuchadnezzar

Dengan mempelajari isi Alkitab, kita dapat memahami lebih banyak lagi tentang injil – yakni sesuatu yang terus kami perjuangkan untuk dimuat di lembaran majalah Discern dan artikel-artikel lain di situs kami, LifeHopeandTruth.com. Tetapi pertanyaan penting sekarang ialah ini: Bagaimana anda merespon? Berapa kali dan berapa banyak cara yang anda butuhkan sehingga anda mau mendengarkan kebenaran Allah sebelum anda mengambil sikap terhadap kebenaran itu?

Indahkanlah titah Nebukadnezar. Indahkanlah pesan Allah alam semesta ini yang mengasihi anda  dan menginginkan anda menjadi bagian dari keluargaNya yang kekal!

 

 

 

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry