Jiwa Kekal: Apa itu Jiwa?

oleh Don Henson

http://lifehopeandtruth.com/life/life-after-death/immortal-soul/

Barangkali anda akan kaget jika saat ini anda tahu bahwa doktrin yang mengajarkan kepercayaan bahwa manusia mempunyai jiwa kekal di dalam dirinya, atau manusia adalah jiwa kekal, bukanlah ajaran yang berasal dari Alkitab.

Kematian adalah realita kehidupan, meskipun itu tak menyenangkan untuk kita renungkan. Kematian bisa menjadi sesuatu yang mengguncang kita, sebab ia memisahkan kita dari keluarga dan sahabat kita. Kita mencoba untuk percaya bahwa sesuatu yang lebih baik menanti mereka yang kita kasihi, yakni mereka yang telah mati – bahwa mereka telah diangkat ke suatu “tempat yang lebih baik.” 

Apa yang terjadi sesudah kematian telah menjadi suatu misteri, yang pemahamannya telah dibuat rumit oleh orang yang meyakini bahwa kematian itu merupakan akhir dari kehidupan. Sebagian besar orang Kristen dan orang non-Kristen percaya bahwa bila orang baik mati rohnya seketika itu juga diangkat ke sorga (sebagai upah kekal), dan apabila orang jahat mati dia dibuang ke dalam api neraka yang kekal yang menyala-nyala (sebagai tempat hukuman kekal) untuk disiksa selama-lamanya.

Kepercayaan ini adalah paham yang berdasar pada ajaran palsu bahwa masing-masing kita memiliki jiwa kekal di dalam diri kita, dan apabila tubuh kita mati, jiwa itu  terus hidup. Jika ajaran ini benar, maka jiwa tersebut memerlukan tempat ke mana ia pergi pada saat tubuh kita mati – hal ini membawa kita pada pembicaraan konsep umum tentang sorga dan neraka. 

Tetapi kebenaran adalah skenario yang sangat berbeda. Apabila kita memahami apa itu kehidupan dan kematian, kita akan memahami bahwa ada sesuatu yang jauh lebih baik menanti mereka yang telah mati – namun barangkali itu bukanlah seperti yang anda bayangkan. Alkitab menyingkapkan bahwa jiwa kita tidaklah berwujud kekal dan bahwa apabila kita mati, kita tidak diangkat ke sorga dan tidak juga dibuang ke dalam api neraka. 

Karunia hidup dan peringatan kematian

Di dalam kitab Kejadian 2:7, “Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah  manusia itu menjadi makhluk yang hidup.”
Perhatikan bahwa bacaan ini tidak berkata bahwa Adam itu diberikan suatu jiwa, yakni jiwa yang ditaruh di dalam dirinya. Firman ini berkata bahwa dia menjadi seorang makhluk yang hidup ( yang disebut nephesh di dalam bahasa Ibrani)

Manusia adalah makhluk hidup, yang secara ajaib diberi karunia kehidupan oleh Allah melalui proces penciptaan. Pengalaman hidup kita dan ayat-ayat suci Alkitab berkata bahwa hidup setiap orang memang berakhir pada kematian. Akan tetapi apa yang akan terjadi setelah itu? 

Segera sesudah ia diciptakan, Adam diberi peringatan bahwa hidupnya akan diambil jika dia tidak mematuhi Allah, yakni apabila ia memakan buah terlarang itu di Taman Eden: “Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2:17)

Apa maksud dan tujuan Allah memperingatkan Adam bahwa dia “pastilah mati”?

Tidak lama setelah diperingatkanNya, Adam dan Hawa mengambil dan memakan  buah terlarang itu. Kemudian Allah berfirman, “Dengan berpeluh engkau akan mencari  makananmu sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” (Kejadian 3:19). Tidak ada indikasi bahwa tubuh mereka akan mati sementara “mereka” (jiwa kekal) akan terus hidup dalam wujud lain, tempat atau dimensi.

Asal-usul ajaran jiwa kekal

Jadi memang Setan (yang muncul berupa ularlah) yang berdusta kepada Hawa, yang berkata bahwa dia tidak akan mati meskipun ia memakan buah terlarang itu: “Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu, ‘Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat’” (Kejadian 3:4-5)

Pada saat mendustai Hawa, Setan mencoba melemahkan posisi kuasa Allah. Setan ini mengklaim bahwa pembangkangan terhadap laranganNya tidak berakibat kematian, tapi justru dia [Hawa] akan menjadi serupa dengan Allah, akan memiliki kemampuan untuk memutuskan apa yang benar dan apa yang salah. Setan ini juga mengimplikasikan bahwa Hawa, sama seperti Allah, tidak akan mati. Dalam kata lain, Setan memperkenalkan konsep kekekalan jiwa.

Tipu daya Setan telah menjadi standar ajaran agama Kristen pada umumnya, yang diadopsi dari kepercayaan agama penyembah berhala zaman dulu. Edisi online dari Ensiklopedia Katolik menyatakan: “Pada awal abad permulaan, Mesir memberikan bukti kuat dari kepercayaan mereka untuk berharap akan kehidupan di kemudian hari. Dengan cara memberikan aturan-aturan dan ketetapan-ketetapan dari  bermacam-macam roh, dari upacara-upacara pemakaman mereka serta dari keahlian mereka untuk mengawetkan mayat orang mati dalam mumi: kesemuanya ini memberi bukti kesaksian bahwa orang-orang Mesir percaya akan kenyataan hidup seterusnya” (artikel “Immorality)

Artikel yang sama juga menyatakan bahwa pada abad yang ke-empat sebelum Kristus, filsafat Yunani, Plato, mempopulerkan ajaran tentang jiwa kekal:

“Akan tetapi, pada asuhan murid terbaik Socrates ini, yakni Plato, ajaran tersebut mencapai penjelasan filosofis yang terperinci dan dipertahankan …. Bagi Plato, jiwa itu merupakan suatu wujud yang terpisah dari tubuh, yang bisa digambarkan seperti nakhoda dengan kapalnya, seperti seorang pengendara kereta dengan keretanya. Jiwa yang rasional ini merupakan jiwa yang sebenarnya di dalam manusia. Jiwa ini merupakan elemen yang bersifat keillahian, dan menurut dia, itulah yang tak dapat binasa.” 

Di dalam buku Phaedo Plato menyebutkan seperti ini, “Jiwa, yang adalah hidup, tidak akan pernah membenarkan bahwa kebalikan hidup adalah kematian. Dengan demikian jiwa ditunjukkan sebagai sesuatu yang kekal, dan karena kekal, jiwa itu tak dapat binasa” (Plato the Teacher: Being Selections From the Apology, Euthydemus, Protagoras, Symposium, Phaedrus, Republic and Phaedo of Plato, 1897, p. 449). Sementara menuliskan tentang kematian, dia lebih lanjut memberi alasan seperti ini, “Apakah ini (kematian) berarti pemisahan dari jiwa dan tubuh? ….Kematian merupakan ujung pemisahan ketika jiwa ada di dalamnya, dan berpisah dari tubuh” (pp. 425-426). Tidak ada sumber lain selain pendapat logis Plato dalam kepercayaan ini. Kepercayaan dan ajaran yang hampir mendunia ini bukanlah berasal dari Alkitab tapi ini ajaran yang berdasar dari pemikiran seorang ahli filsafat Yunani yang hidup ratusan tahun sebelum kelahiran Yesus.

Jiwa yang berdosa akan mati

Firman nubuat Allah yang kita dapati di dalam kitab Yehezkiel 18, Allah menegaskan bahwa Dia akan memberkati dan menyelamatkan mereka yang hidup dalam kebenaran (ayat 5-9). Dan di dalam ayat 4 Dia menegaskan secara eksplisit: “Sungguh semua jiwa Aku punya; baik jiwa ayah maupun jiwa anak Aku punya; dan orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati.” 

Kata yang diterjemahkan “jiwa” sebanyak empat kali di dalam ayat ini dalam bahasa Ibrani disebut nephesh itu diartikan sebagai “makhluk hidup” di dalam kitab Kejadian 2:17. Apabila Allah mengambil nafas kehidupan, “makhluk hidup” akan menjadi makhluk mati – sama seperti yang Allah maksudkan pada saat Ia memperingatkan Adam. 

Di dalam Alkitab, kita juga dapat melihat kondisi jiwa yang tidak dalam keadaan hidup lagi. Salomo memberitakan di dalam kitab Pengkhotbah 9:5, “Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa.” Dalam konteks yang sama Salomo menyatakan, “Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi” (Pengkhotbah 9:10).

Dalam kata lain, Salomo mendorong kita untuk menjalani hidup kita sebaik mungkin sebab setelah kita mati tidak akan ada lagi kesadaran, kehati-hatian dan pengetauhan. 

Yesus berkata bahwa kematian itu sebagai bentuk tidur. Perhatikan percakapan antara Yesus dan murid-muridNya di dalam Yohanes 11:11-14. ‘”Lazarus, saudara kita, telah tertidur tapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya. Maka kata murid-murid itu kepadaNya, “Tuhan, jikalau ia tertidur, ia akan sembuh.” Akan tetapi, Yesus berbicara akan kematiannya, namun mereka mengira bahwa Dia sedang berkata tentang istirahat tidur. Oleh karena itu Yesus berkata dengan terus terang, ‘Lazarus sudah mati.’” 

Istilah tidur digunakan untuk menggambarkan kematian sebab seorang yang sedang tidur nyenyak adalah seperti seorang yang berada di liang kubur: tidak sadarkan diri, tidak produktif dan tak tahu apa-apa seiring berlalunya waktu.

Mengapa perlu ada kebangkitan, pengadilan atau tubuh yang tak dapat binasa?

Ibrani 9:27 berkata, “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” Dengan memperhatikan ayat ini pada konteks  lain yang telah kita pelajari sebelumnya menyingkapkan suatu rentetan peristiwa. Setelah orang mati, dia dikuburkan dan berada di sana menunggu suatu kebangkitan. Apabila seseorang dibangkitkan, akan ada waktu penghakiman. 

Yesus berbicara mengenai suatu waktu yang akan datang apabila mereka yang telah mati akan diberi kehidupan, dan Dia juga menggambarkan suatu waktu pengadilan: “Janganlah kamu heran akan hal itu; sebab saatnya akan tiba bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suaraNya dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum” (Yohanes 5:28-29).

Rasul Paulus juga berkata bahwa saatnya akan datang di mana kita akan “mengenakan” tubuh yang tak dapat binasa: “Dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah. Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati” (1 Korintus 15:52-53)

Inti pembicaraan ini ialah bahwa kita belum memiliki jiwa kekal. Suatu pengubahan harus terjadi nanti sehingga kita dapat “mengenakan” hidup kekal.

Coba anda simak pertanyaan-pertanyaan berikut. Mengapa semua ini harus  terjadi jikalau kita memang telah benar-benar menjadi jiwa kekal? Apa gunanya kebangkitan jika orang benar-benar tidak pernah mati? Mengapa perlu ada hari penghakiman di masa datang jika kita diangkat dan mendapat upah pada saat kematian? Mengapa hidup fana ini harus “mengenakan hidup yang tak dapat binasa” jika benar kita sudah memiliki hidup yang tak dapat binasa?

Jawaban yang pasti ialah bahwa ajaran tentang kekekalan jiwa itu semata-mata salah. Orang yang mati berada di dalam kubur – tidak sadar dan tidak tahu apa-apa tentang waktu berlalu – mereka menantikan kebangkitan.

Jikalau orang-orang yang kita kasihi itu tidak berpindah pada “tempat yang lebih baik” pada saat mereka meninggal, adakah kabar gembira akan takdir mereka?

Sesuatu yang lebih baik datang

Satu ayat yang paling terkenal di dalam Alkitab berkata bahwa maksud dan tujuan utama Allah bagi manusia ialah untuk memberikan kita sesuatu yang kita belum punyai: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16).   

Pada kenyataannya, di dalam kitab Titus 1:2 Paulus menuliskan bahwa dia hidup dalam “pengharapan akan hidup yang kekal yang sebelum permulaan zaman sudah dijanjikan oleh Allah yang tidak berdusta.”

Tak satupun di antara kita memiliki hidup kekal, tetapi itu pemberian Allah yang Ia sedang persiapkan untuk diberikanNya kepada kita. Jika kehidupan ini adalah fana dan sementara, kapan dan bagaimana Dia akan memberikan pemberian itu? Untuk mempelajari lebih lanjut tentang maksud Allah dan rencanaNya bagi anda, bacalah artikel terkait pada bagian ini.

Ajaran palsu tentang kekekalan hidup dalam jiwa mengaburkan pemahaman rencana Allah yang agung dan besar itu untuk memberikan hidup yang kekal. Jika kita membuang kepalsuan ini, kita akan bisa membuka dan menemukan jawaban bahwa Alkitab menyingkapkan pengharapan yang sesungguhnya yang dapat kita miliki pada kehidupan sekarang dan masa yang akan datang.

Anda punya pertanyaan?
Silahkan bertanya pada kami

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry