Karunia Seks

oleh Graemme Marshall

http://lifehopeandtruth.com/relationships/marriage/the-gift-of-sex/

Perkataan seks itu telah disalahartikan dan disalahgunakan orang secara keji. Media telah menciptakan pengertian yang salah di dalam pikiran orang. Apakah seks itu suatu pemberian yang indah atau sesuatu yang tak berarti apa-apa tapi hanya sekedar nafsu kotor?

Allah menghendaki seks itu sebagai suatu karunia yang indah bagi manusia di kalangan pernikahan yang berkomitmen. Dia tidak pernah menginginkan seks itu diperlakukan hina atau dimanipulasi sebagaimana kita lihat sekarang ini. Tetapi dengan penuh maksud Dia merancang karunia seks itu bagi pernikahan yang teguh dan berkomitmen.  

Seks itu lebih dari sekedar kegiatan fisik

Untuk memahami seks itu secara benar barangkali kita harus menggunakan istilah intimasi. Hubungan pernikahan yang intim sudah barang tentu menyangkut aspek-aspek indah dari kedekatan, keakraban, komitmen dan keharmonisan. Tanpa intimasi, hubungan fisik sesungguhnya hampa dan tak lebih dari sekedar apa yang ditayangkan di TV, di bioskop-bioskop, dan dalam fiksi erotis dan vulgar yang menjijikkan.

Apa yang semestinya menjadi perekat hubungan pernikahan telah diputarbalikkan menjadi sesuatu yang menghancurkan hubungan pernikahan itu sendiri.

Apakah anda memahami bagaimana mempergunakan karunia seks itu dengan benar? Mari kita teliti dan uji tantangan ini, yang memang telah menjadi masalah besar di sepanjang masa.

Contoh disiplin pribadi

Sesepuh kita Ayub tidak diragukan bahwa dia mengenal perintah Allah mengenai pernikahan dan kesucian hubungan suami-istri. Allah menginginkan agar kasih sayang  suami dan istri tetap diluhurkan!

Akan tetapi Ayub sendiri adalah juga laki-laki, dan Allah merancang laki-laki untuk tertarik akan kemolekan wanita. Untuk memelihara kesucian pernikahannya, dan kasihsayangnya terhadap istrinya, Ayub memastikan untuk tidak membiarkan godaan atau hasrat kelakilakiannya ditarik oleh wanita lain. Jika demikian, apa yang harus ia lakukan?

Kitab Ayub mencatat apa yang ia lakukan: “Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara?”  Dalam terjemahan lain berbunyi demikian: “Aku telah membuat suatu janji khidmat untuk tidak pernah memandang seorang perempuan dengan nafsu” (Ayub 31:1).

Tidak memandangi seorang wanita? Sebagaimana Alkitab versi Good News Translation menyatakan bahwa dia tidak akan memandang kemolekannya dengan nafsu atau membiarkan dirinya dipikat sehingga ia menghayalkan wanita itu. Dia membuat sebuah komitmen untuk tidak membiarkan matanya liar atau terjerat pada wanita lain sedemikian rupa sehingga hati dan pikirannya menjerumuskan dia ke dalam  dosa.    

Kuasa mata

Semasa hidupnya, Ayub memahami betapa kuatnya godaan melalui mata. Dia memahami bagaimana hati kita bisa memaut pikiran kotor dan bagaimana pikiran kotor bisa menjadi dosa.

Dia paham bahwa perbuatan zinah dan percabulan adalah dosa (Keluaran 20:14). Kendatipun dia seorang saleh, dia tidak luput dari godaan untuk berbuat dosa. Setiap tindakannya harus senantiasa berjaga terhadap dosa, yakni berjuang untuk menghindari dosa, termasuk hayalan terhadap sesuatu yang tak pantas. 

Ayub menyadari bahwa dia akan menjadi rentan jika dia tidak melatih mentalnya dengan tekun. Tidak perlu mempersalahkan si wanita lain itu, tetapi terhadap kurangnya pengendalian diri: “Jikalau hatiku tertarik kepada perempuan, dan aku menghadang di pintu sesamaku” (Ayub 31:9). Dia tahu apa yang akan dia kendalikan – pikirannya!

Alkitab menyingkapkan bahwa Ayub adalah suami yang saleh dan penuh komitmen. Berabad-abad kemudian, ketekunan Ayub semacam itu juga dikukuhkan oleh Yesus Kristus ketika Dia berkata: “Aku berkata kepadamu: setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (Matius 5:28).

Hubungan pernikahan yang berkomitmen memerlukan intimasi

Pernikahan itu dirancang untuk jauh lebih mulia daripada sekedar hubungan dua insan yang disatukan tanpa emosi di satu sisi, atau “pesta” nafsu di sisi lain.

Pernikahan itu dirancang untuk mendapatkan intimasi – namun pemahaman perempuan dan pemahaman laki-laki terhadap makna ini barangkali dua hal yang berbeda. Baik laki-laki maupun perempuan membutuhkan intimasi tetapi sering kali tidak memahami bagaimana memenuhi itu terhadap satu sama lain.

Apabila seorang wanita berpikir tentang intimasi, dia pada umumnya mencari keakraban emosional

Keakraban emosional bagi dia semata-mata terpaut pada kepercayaan, dan hal ini seringkali menyangkut percakapan tentang perasaan dan emosi untuk saling percaya dan saling mendukung. Wanita pada umumnya perlu merasa yakin bahwa ikatan perasaan dan emosi antara dia dan suaminya tetap terpelihara sebelum hubungan intim suami-istri dilakukan.

Untuk merasakan dekat secara emosi dengan pasangan anda memerlukan sentuhan fisik yang tidak bisa terpenuhi hanya melalui hubungan fisik seks.

Bagi seorang laki-laki, intimasi umumnya berarti keakraban fisik.

Bagi laki-laki intimasi agak sedikit berbeda, dan bahwa melalui intimasi fisik itulah dia  merasa dekat dengan istrinya. Tetapi itu bukan berarti bahwa dia tidak memerlukan intimasi  emosional; bagaimanapun juga hal ini harus dimiliki untuk kelanggengan hubungan. Tetapi sebagian besar laki-laki memerlukan intimasi fisik untuk merasa dicintai.

Penting untuk dipahami bahwa hanya sekedar seks tidaklah cukup. Hubungan emosional juga harus diberikan kepada dia apabila anda mengharapkan arti dari ungkapan fisik manapun.

Intimasi dan jaminan ketenangan

Sebagaimana kita telah lihat bahwa baik laki-laki maupun perempuan dirancang Allah untuk memerlukan intimasi di dalam pernikahan mereka. Tetapi, sudah barang tentu, intimasi tidak selalu berarti seks. Seorang wanita mungkin sangat merindukan belaian, rangkulan atau ciuman, atau sesuatu hal yang mengartikan bahwa dia diperhatikan dan bahwa dia adalah seorang yang istimewa bagi suaminya. Kebanyakan laki-laki juga menghargai hal demikian meskipun mereka tidak selalu mengakuinya.

Saran bagi laki-laki

Hai laki-laki, gunakanlah waktumu untuk berbicara kepada istrimu. Pegang tangannya, rangkul dia dan jangan abaikan ciuman lembut. Aspek fisik pernikahan ini merupakan hal prioritas.

Apabila istri anda kelihatannya acuh dan tidak responsif, barangkali anda belum menggunakan waktu anda dan melakukan hal ini.

Tunjukkan ketulusan hati anda untuk peduli akan hari-harinya dan perasaannya. Rangkul dia, tunjukkan dan katakan bahwa anda mencintainya. Inilah yang dia inginkan, dan itu harus anda lakukan sebelum melakukan sentuhan fisik yang manapun.

Saran bagi istri-istri

Hai istri-istri, pahami kebutuhan suamimu untuk melayani dia dalam kontak fisik seksual di dalam pernikahan. Hasratnya pada bagian ini barangkali tidak sama seperti hasrat yang anda miliki, namun itu bukan berarti bahwa anda tidak membutuhkannya sebagai kebutuhan nyata.

Berusahalah untuk memahami

Suami dan istri harus memahami hasrat dan emosi sebagai motor penggerak bagi satu sama lain. Bila gagal dalam memahami satu sama lain, akibatnya akan melukai perasaan, hubungan akan menjadi renggang, bahkan tembok emosi akan terbentuk. Kurangnya pemahaman menghancurkan intimasi pernikahan dan menggoyahkan hubungan pernikahan tersebut.

Intimasi adalah salah satu hal yang paling penting di dalam sebuah pernikahan yang penuh kasih. Memahami bagaimana memenuhi kebutuhan pasangan anda merupakan langkah pertama di dalam membangun sebuah hubungan yang kuat dan yang bertahan selamanya di mana anda berdua akan bahagia.

Saran Paulus untuk pernikahan

Rasul Paulus mengajarkan bahwa suami dan istri harus melayani satu sama lain. Dia menunjukkan bagaimana karunia seks di dalam sebuah pernikahan yang murni berbeda dari konteks seks eksplisit dan budaya kasar pada zaman ini. 

Maksudnya jelas; akan tetapi daripada menggunakan perkataan yang mungkin bernada tidak sopan atau yang menyebabkan orang tersinggung, dia menggunakan istilah lain. Perkataan Yunani yang dia gunakan dan yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris “affection”  artinya adalah kasih sayang. Itu bermakna kebaikan, itikad baik dan kasih sayang yang tulus. Dengan menggunakan ucapan “memenuhi kewajiban,” dia mengingatkan kita akan kesucian janji pernikahan dan faktanya ialah bahwa suami dan istri harus saling memiliki di dalam segala hal.

“Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap istrinya, demikian pula istri terhadap suaminya” (1 Korintus 7:3).

Jangan saling menjauhi

Pada dua ayat berikutnya Paulus menuliskan: “Jangan kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berpuasa dan berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak” (1 Korintus 7:5).

Ini adalah ajaran tegas. Ini berarti suami atau istri sebaiknya jangan menjauhkan kasih sayang atau sentuhan fisik.

“Kecuali dengan persetujuan bersama” berarti saling memaklumi dan itu dilakukan khusus untuk kepentingan pengabdian rohani, yakni untuk berdoa dan berpuasa.

“Sesudah itu hendaklah kamu kembali bersama-sama” – rasul Paulus tidak membenarkan   suami-suami dan istri-istri saling menjauhi secara fisik terus menerus dalam pernikahan mereka. Dia memahami bahwa hal itu akan berpeluang untuk berbuat zinah; hubungan pernikahan dirancang untuk menghindari hal demikian.

Dia menambahkan satu lagi peringatan tentang godaan jahat Setan yang tak kelihatan. Laki-laki dan perempuan saleh tidak akan membiarkan pikiran kotor atau gejolak nafsu yang tak terkekang merusak hidup mereka disebabkan oleh kurangnya pengendalian diri. Statistik perceraian modern membenarkan hikmat Paulus ini. 

Setan mengenali hati manusia – baik laki-laki maupun perempuan. Dia juga tahu bahwa apabila anda membiarkan pertengkaran terus berlanjut, itu akan tetap bernanah, seorang suami atau istri barangkali digoda melakukan perzinahan, perselingkuhan atau perlakuan asusila. Menjauhkah diri dari hubungan pernikahan sebaiknya dengan persetujuan bersama dan hanya untuk waktu yang singkat.

Menghormati manusia yang diciptakan menurut “gambar dan rupa Allah”

Baik suami maupun istri diciptakan di dalam “rupa Allah” (Kejadian 1:26-27; Kejadian 2:24) dan berpotensi menjadi pewaris Kerajaan Allah. Ini suatu hal yang sangat luarbiasa untuk kita renungkan. Dengan pemahaman ini, bagaimana mungkin anda atau saya menghina atau bertindak untuk tidak mengasihi pasangan kita? Bagaimana mungkin kita bisa membiarkan pikiran jahat untuk menghianati orang yang kita nikahi?

Suatu pernikahan yang setia dan penuh kasih dan yang memiliki pemahaman terhadap maksud tujuan Allah di dalam hidup kita, sebaiknyalah mendorong kita untuk selalu mengejar dan mengembangkan intimasi yang penuh kasih sayang, menikmati karunia seks dengan pasangan nikah kita.

Jadikanlah pasangan anda sebagai kesukaan di masa muda anda

Kita semua termakan usia dan menjadi tua. Suami-suami akan menjadi tua. Istri juga demikian. Dan akan ada laki-laki dan perempuan muda yang barangkali menaruh hati pada  anda. Akan tetapi ingat, di dalam sebuah pernikahan setia, anda berdua harus menjalani hidup bersama-sama hingga ke usia tua.

Anda harus beranggapan bahwa pasangan anda itu adalah suami atau istri di masa muda anda. Anda telah berbagi waktu dan pengalaman, dan telah menjalani hidup bersama-sama dari hari ke hari, bulan ke bulan dan tahun ke tahun – barangkali anda telah hidup bersama-sama selama puluhan tahun sehingga anda tidak akan pernah bisa membagi waktu anda dengan orang lain. Teruskan kerjakan hal-hal baik untuk menjadikan ikatan pernikahan anda  lebih kuat dan lebih bahagia daripada yang pernah anda rasakan di masa-masa muda anda.

Hikmat Raja Salomo pun membenarkan agar kita terus memelihara dan mengasuh karunia seks itu sebagai pemberian Allah: “Sebab itu, hendaklah engkau berbahagia dengan istrimu sendiri; carilah kenikmatan pada istri masa mudamu” (Amsal 5:18).

Firman Allah ini menurut Alkitab versi Good News, “Sebab itu berbahagialah dengan istrimu dan carilah kenikmatan dengan perempuan yang anda nikahi itu.”

Apakah anda punya pertanyaan?
Ajukanlah kepada kami.

 

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry