Mengatakan Tidak

oleh Graemme Marshall

http://lifehopeandtruth.com/relationships/communication/saying-no/

Sulit untuk mengatakan tidak. Tetapi jika kita tidak mengatakannya, kita justru membahayakan diri kita sendiri dan juga diri orang lain. Bagaimana cara kita mengatakan “tidak” tanpa menyinggung perasaan orang lain atau tanpa harus kehilangan teman? 

Ungkapan “Just Say No” [Katakan Saja Tidak] adalah suatu kampanye iklan di Amerika Serikat yang memerangi penggunaan obat-obat terlarang yang dicanangkan dari tahun 1980an hingga awal tahun 1990an. Ibu Negara, Nancy Reagan, mempropagandakan slogan ini selama masa kepresidenan suaminya. Itu bertujuan untuk membuat anak-anak muda tawar hati untuk mengonsumsi obat terlarang dengan cara mengatakan tidak. Kemudian slogan “Just Say No” ini meluas ke bidang kekerasan dan hubungan seks di luar nikah.

Mengatakan tidak terhadap sesuatu yang mencelakakan

Terkadang jika anda tidak mengatakan tidak, anda justru bisa menyakiti diri anda sendiri. Sudah berapa kalikah anda menghadapi situasi di mana anda sadar bahwa anda sebaiknya berkata tidak, dan bahkan hati nurani anda sendiri ingin berkata tidak, tetapi anda tidak mengatakannya? Banyak di antara kita sering mengalami masalah seperti ini, bahkan setiap hari. Jadi bagaimana cara kita menghadapi situasi-situasi semacam ini?

Tantangan yang seringkali kita hadapi ialah bagaimana cara mengatakannya tanpa menyakiti orang lain atau tanpa harus kehilangan teman. Adalah hal yang wajar jika kita menginginkan orang lain untuk tidak berpikiran buruk terhadap diri kita. Namun jika kita menolak berkata tidak, kita bisa jadi menyakiti orang lain atau diri kita sendiri. Barangkali kita merasa bahwa orang lain sedang memanfaatkan kita karena kita gagal mengatakan “tidak” secara sopan dan tegas.

Berikut ini adalah beberapa sampel pembenaran diri menyakitkan yang dihadapi banyak orang:

  • “Saya tahu bahwa dia mengemudi terlalu kencang dalam keadaan mabuk, tapi saya tak tahu harus berbuat apa.”
  • “Saya tahu bahwa barang itu ilegal, tapi teman-teman lain menginginkannya.”
  •  “Saya sebenarnya tidak sependapat dengan orang-orang di dalam kelompok itu, tapi saya tidak mau tampil untuk berbeda pendapat.”
  •  “Saya semestinya tidak menyerah begitu saja, tapi yang lainnya sudah setuju melakukannya.”

Situasi seperti ini menempatkan kita pada posisi di mana kita berpeluang untuk berkompromi dengan kepercayaan kita, standar keluarga kita, keselamatan dan hasrat pribadi kita. Namun ada cara yang layak dan ramah untuk mengatakan tidak. Lain kali apabila anda menghadapi tantangan di mana anda sadar untuk sebaiknya berkata tidak, pertimbangkanlah beberapa jawaban berikut ini:

Bertindaklah berdasarkan aturan

Posisikanlah penolakan anda pada suatu basis yang bukan pribadi. Apabila anda dihadapkan pada situasi di mana anda diajak merokok, mencoba menggunakan narkoba, mabuk-mabukan atau terlibat dalam perbuatan yang tidak bermoral atau ilegal, jelaskan bahwa keluarga anda telah menetapkan aturan khusus yang anda harus ikuti. Jadi jawabannya harus “tidak.” Dengan cara ini anda akan tertolong dari desakan atau tekanan untuk berbuat sesuatu, entah itu di sekolah atau bersama teman-teman.

Seringkali anda akan menjumpai bahwa teman-teman anda akan lebih menghormati anda karena tetap teguh dalam pendirian anda. Dengan berdasarkan aturan itu akan dapat menolong anda dalam banyak hal ketika misalnya anda berhadapan dengan orang-orang yang mengajak anda kebut-kebutan, minum-minuman ilegal atau yang mana saja yang mendesak pengaruh buruk terhadap anda. 

“Yusuf hanya berkata tidak”

Teladan yang luar biasa bagi kita adalah kisah Yusuf, seorang pemuda tampan dan berbakat, meskipun dia seorang budak, dia dapat mengelola kekayaan Potifar, yakni seorang Mesir yang mulia. Awalnya semua berjalan baik-baik saja hingga pada suatu saat istri Potifar mencoba menggoda dia. 

Bacaan Alkitab ini menguraikan bagaimana perempuan ini berulang kali mencoba membujuk Yusuf untuk tidur dengan dia. Akan tetapi, dia menolaknya, dengan berkata kepadanya: “Di rumah ini ia [Potifar] tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau istrinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” (Kejadian 39:9)

Istri Potifar itu terus menggebu dalam hasratnya. “Walaupun dari hari ke hari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia. Tetapi pada suatu hari masuklah Yusuf ke dalam rumah untuk melakukan pekerjaannya, sedang seisi rumah itu seorangpun tidak ada di rumah. Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata, ‘Mari tidur dengan aku.’ Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar” (ayat 10-12).

Setelah berkali-kali mengatakan tidak terhadap perzinahan, yang memang dia tahu itu akan mengkhianati bukan saja terhadap tuannya tetapi juga terhadap Allahnya, Yusuf hanya punya satu pilihan: melarikan diri dari tempat itu. Berabad-abad kemudian, rasul Paulus menuliskan: “Jauhkanlah dirimu dari percabulan. Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya, tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri” (1 Korintus 6:18).

Yusuf secara sopan menolak ketika dia ditekan oleh istri tuannya untuk melakukan hal yang salah. Hasrat istri Potifar ini, pada hakekatnya, bertentangan dengan aturan Bapa rohani Yusuf – yakni, Allah. Bersikukuh untuk mengejar percabulan itu juga merupakan pelanggaran aturan fundamental kemasyarakatan dan keluarga. Sikap menolak Yusuf adalah konsisten – dia bertindak berdasarkan aturan yang ditegakkan demi kebaikan bagi semua orang. Ketika perempuan itu terus mengejar dia untuk hubungan seks, dia mengelak sumber godaan itu dengan cara menjauhkan diri dari perempuan itu. Tetapi ketika perempuan itu menjebak dia sendirian dalam situasi di mana dia berpeluang untuk berkompromi, dia lari dari tempat itu. 

Yusuf membayar harga mahal karena melakukan yang benar. Istri Potifar menuduh dia mencoba memperkosa dia, dan Yusuf dijebloskan ke dalam penjara. Akan tetapi akhirnya, Allah memberi penghargaan kepada Yusuf karena karakternya yang amat teguh itu untuk mengatakan tidak terhadap dosa. Akhirnya dia menjadi orang nomor dua terkuat di dalam kerajaan Mesir.

Memberi jawaban “tidak”, tahan terhadap erosi

Kita dapat mempelajari apa yang tak perlu kita perbuat dari kisah asmara tragis – yakni kisah Simson. Dengan kebodohannya ia terlibat asmara dengan seorang wanita yang bernama Delila (Hakim-Hakim 16:4), yang makna namanya telah perpadanan arti dengan godaan. Dia terperangkap oleh gairah yang tak terelakkan, dengan demikian membuka pintu sehingga membiarkan dia terjerat oleh jebakan orang Filistin.

Musuh-musuhnya memperdayakan dia dengan membayar Delila untuk membujuk dan mengkhianati dia (ayat 5-6), dan tiga kali dia meminta Simson untuk menyingkapkan rahasia kehebatan kekuatannya itu. Untuk beberapa kali Simson masih bisa menahan diri untuk tidak memberitahukannya, namun akhirnya ia luluh juga oleh permintaan Delila yang terus-menerus itu untuk membuktikan cinta Simson, yang memang kepadanya Simson  tergila-gila.

Kisah Simson ini adalah kisah yang sangat mempesona – namun memilukan – atas apa yang terjadi ketika kita tinggal di sekitar orang-orang yang terus-menerus mencoba mengikis karakter kita (ayat 15-17, 21). Jika anda terus-menerus harus mengatakan “tidak” kepada seseorang yang mencoba mendesak anda untuk berkompromi terhadap nilai-nilai kehidupan anda, barangkali itulah saatnya bagi anda untuk memutuskan hubungan itu. Namun seorang sahabat setia tidak akan ingin merusak komitmen positif anda untuk selalu berbuat benar!

Tawarkan alternatif

Mengatakan tidak pada saat anda dalam tekanan biasanya memerlukan sikap pendirian yang teguh terhadap orang-orang di dalam kelompok pergaulan anda. Namun barangkali ada juga orang lain yang setuju dengan pendirian anda tetapi tidak berani menyatakan sikapnya. Dalam situasi seperti ini, anda perlu menggunakan satu  taktik yang paling efektif, yakni bahwa anda jangan hanya berkata tidak, tetapi juga berusaha dengan cara memberi saran atau alternatif. Barangkali anda berkata, “Saya tidak mau melakukan itu, … bagaimana kalau kita sebaiknya …”  Anda mungkin akan mendapat dukungan dari orang lain atas pendapat atau saran anda itu dan pada akhirnya anda akan menyelamatkan semua orang dari bahaya.

Meminta orang lain mengikuti jejak anda 

Cara lain yang sopan untuk mengatakan tidak ialah dengan menolong orang lain menghormati posisi anda. Anda tidak harus tampak lebih baik dari orang lain, cukup dengan menjelaskan sikap pendirian anda dan beri pertanyaan balik pada mereka: “Apa yang hendak anda lakukan?” Misalnya:

  • Saya memiliki hubungan baik dengan orangtua saya – mereka begitu mempercayai saya, tetapi apa yang anda minta untuk saya lakukan sangatlah berisiko terhadap segala sesuatu yang saya dapatkan. Mengapa saya harus lakukan itu?”
  • “Saya berjanji dengan diri saya sendiri dan keluarga saya bahwa saya tidak akan menumpang dalam satu mobil dengan siapa saja yang minum dan mabuk alkohol. Apa yang anda kehendaki untuk saya lakukan, melanggar janji saya kepada mereka untuk  pergi bersama anda?”
  • “Saya telah memutuskan dalam diri saya sendiri sejak dulu bahwa saya tidak menginginkan orang berdusta terhadap saya atau tentang diri saya, jadi mengapa saya harus berdusta kepada bos saya bagi anda?”

Hampir di setiap situasi di dalam hidup kita, jawaban “tidak” dapat dijelaskan dengan cara ini, dan pertanggungjawabannya bisa berbalik pada mereka yang mendesak anda untuk melakukan hal yang salah. Anda dapat mengatakan itu dengan ramah; dan memang, perkataan “tidak” sering lebih bisa diterima kalau itu kita sampaikan dengan cara yang ramah dan bersahabat. Orang-orang yang menggunakan akal sehat akan memahami mengapa anda harus berkata tidak terhadap permintaan mereka. Orang-orang yang tak berpikiran layak … yah, jika mereka memang tak layak, bukankah itu sudah cukup bagi anda untuk anda pertimbangkan apakah mereka ini perlu memberi pengaruh terhadap hidup anda atau tidak?

Untuk mengatakan “tidak” memerlukan keberanian

Sungguh tidak mudah untuk mengatakan “tidak” dalam situasi seperti ini. Sebaliknya,  penalti mengatakan “ya” ketika kita seharusnya mengatakan “tidak” akan menciptakan situasi yang bahkan lebih sulit untuk kita hadapi. Untuk berkata “tidak” memerlukan keberanian, dan apabila anda teguh ketika anda sedang dalam tekanan untuk menyimpang dari prinsip hidup anda, sikap teguh anda ini akan menghasilkan buah dalam jangka panjang! Anda akan menghindarkan kesusahan dalam jangka pendek, dan hal itu akan membangun karakter batiniah anda yang akan bertahan selama hidup anda!

Apakah anda punya pertanyaan?
Ajukanlah kepada kami.

 

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry