Natal: Seharusnyakah Orang Kristen Merayakan Itu?

oleh John Foster

https://lifehopeandtruth.com/life/plan-of-salvation/holy-days-vs-holidays/christmas/

Ayat-ayat kutipan artikel ini diambil dari Alkitab versi: Indonesian Modern Bible, dan juga dari Indonesian Terjemahan Baru.

Nampaknya aneh jika kita menanyakan apakah orang-orang Kristen perlu merayakan Natal, karena Natal [Christmas] memakai nama Kristus. Tetapi apakah Dia lahir pada tanggal 25 Desember? Apakah Dia menghendaki kita untuk merayakannya?

 

 

 

 

 

Natal kelihatannya merupakan hari perayaan orang Kristen yang paling besar, karena namanya saja menggunakan nama Kristus. Jadi apa alasan mengapa orang Kristen tidak boleh merayakan Natal? Mungkinkah karena Kristus tidak lahir pada tanggal 25 Desember? Apakah juga mungkin bahwa setiap tahun banyak artikel ditulis pada kolom-kolom surat kabar tentang asal mula agama paganisme [penganut agama penyembah berhala] dari perayaan ini?

Bahkan orang-orang beragama yang merayakan Natal pun telah menulis tentang topik ini. Cobalah perhatikan sejarah ini dari situs Grace to You: “Keputusan untuk merayakan Natal pada tanggal 25 Desember dibuat pada abad ke-4 oleh uskup-uskup gereja di Roma. Mereka memiliki alasan khusus untuk perayaan ini.  

 

“Setelah lama berpaling dan tidak beribadah kepada Elohim, yakni Elohim Sang Pencipta segala sesuatu, banyak budaya praktek di kekaisaran Roma telah menyembah dewa matahari. Mengakui ketergantungan mereka pada perputaran tahunan matahari di langit, mereka berpesta di sekitar titik balik matahari musim dingin pada bulan Desember ketika hari-harinya terpendek. Sebagai bagian dari perayaan mereka, mereka membuat api unggun untuk memberi kekuatan kepada dewa matahari mereka dan menghidupkannya kembali. Ketika menjadi jelas bahwa hari-hari semakin panjang, mereka akan bersukaria.

“Para pemimpin gereja di Roma memutuskan untuk merayakan kelahiran Kristus selama titik balik matahari musim dingin dalam upaya meng-Kristenkan hari raya populer paganisme ini. Untuk sebagian besar upaya mereka gagal membuat orang menyesuaikan diri, tetapi perayaan penyembahan berhala ini terus berlanjut.

Sekarang ini banyak orang merayakan Yesus pada Natal, tetapi faktanya ialah bahwa Dia tidak pernah ada pada Natal dari awal mulanya. Tanggal 25 Desember merupakan musyrik, yakni orang-orang yang menyekutukan Elohim dengan banyak dewa-dewa yang hanya berdasarkan mitos atau dongeng.  

Apakah mengadopsi budaya paganisme dapat diterima Elohim?

Jadi, apa yang sebaiknya orang Kristen lakukan dengan pengetahuan ini? Sebaiknyakah orang Kristen merayakan Natal? Pada bulan Desember 2007 wartawan AP, Tom Breen, mengutip Clyde Kilough, yang adalah minister [pelayan] Church of God, a Worldwide Association: “Sudah merupakan pengetahuan umum bahwa Natal dan budayanya tidak ada hubungannya dengan Alkitab. … Pertanyaan teologisnya sederhana: Apakah Elohim berkenan kepada manusia yang memilih cara ibadah kepada Dia dengan mengadopsi perayaan paganismeisme yang paling populer ini dan mengganggap mereka adalah orang Kristen?”

Alkitab menyingkapkan bahwa Elohim tidak menghendaki manusia beribadah kepada Dia dengan cara yang sama seperti cara ibadah orang-orang penyembah berhala. Oleh karena itu, berdasarkan apa yang disingkapkan ayat Suci Alkitab, kita percaya bahwa orang-orang Kristen yang merayakan Natal tidak berkenan kepada Elohim dan AnakNya 

Dahulu kala, Elohim secara eksplisit memperingatkan bangsa Israel untuk tidak mencampuradukkan ibadahNya dengan adat-istiadat penyembah berhala.

“Ketika YAHWEH, Elohimmu, membinasakan dari hadapanmu, bangsa-bangsa yang daerahnya engkau datangi untuk menguasainya, dan apabila engkau telah menguasai mereka dan tinggal di negeri mereka; hati-hatilah supaya engkau jangan terperangkap dengan mengikuti mereka setelah mereka dibinasakan dari hadapanmu, dan supaya engkau jangan menanyakan ilah-ilah mereka dengan berkata, bagaimana bangsa-bangsa ini beribadah kepada ilah-ilah mereka? Dan aku pun, akan melakukan demikian. Jangan engkau berbuat demikian kepada YAHWEH, Elohimmu, karena mereka melakukan segala kekejian bagi YAHWEH, yakni apa yang dibenciNya, itulah yang dilakukan mereka bagi ilah-ilah mereka. Sebab, mereka membakar anak-anak lelakinya dan anak-anak perempuannya bagi ilah-ilah mereka. Segala yang aku perintahkan kepadamu, haruslah kamu lakukan dengan setia, janganlah engkau menambahinya atau menguranginya” (Ulangan 12:29-32).

Di hari kemudian, Yesus Kristus menunjukkan kepada sekelompok yang taat agama, yakni orang-orang Farisi, di dalam Injil Markus 7:6-9: “Tepat sekali Yesaya bernubuat tentang kamu hai orang munafik, seperti ada tertulis: ‘Umat ini menghormati Aku dengan bibir, tetapi hati mereka jauh dari padaKu. Sia-sia mereka menyembah Aku, sedangkan yang mereka ajarkan adalah aturan-aturan manusia.’ Kamu mengabaikan perintah Elohim demi memegang kuat tradisi manusia. … Kamu menolak perintah Elohim dengan cerdik demi memelihara tradisimu.”  

Apa yang salah dengan tradisi perayaan kelahiran?

Orang Kristen juga sebaiknya memahami bahwa Alkitab sendiri menyingkapkan bahwa banyak adegan tradisi kelahiran itu tidak akurat menurut Alkitab.

Perhatikan Lukas 2:8-11: “Di wilayah itu ada beberapa gembala sedang tinggal di padang dan menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba tampaklah seorang malaikat TUHAN berdiri di dekat mereka dan kemuliaan TUHAN menyinari mereka, sehingga mereka sangat ketakutan. Tetapi malaikat itu berkata kepada mereka, ‘Jangan takut, karena aku datang untuk memberitakan Kabar Baik kepadamu, suatu sukacita besar bagi segala bangsa. Pada hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.’”

Sebuah komentar menyatakan bahwa, “sebagaimana gembala-gembala ini belum membawa domba-dombanya pulang, adalah argumen dugaan bahwa bulan Oktober belum tiba, dan oleh karena itu, Tuhan kita tidak lahir pada tanggal 25 Desember, di saat mana kawanan domba-domba masih digembalakan di padang rumput. Maka atas dasar ini kelahiran di bulan Desember harus ditinggalkan” (Adam Clarke’s Commentary, catatan untuk Lukas 2:8).

Satu lagi sumber penelitian setuju: “Gembala-gembala yang rendah hati ini berada di hamparan rumput hijau pada malam hari sedang mengembalakan domba-domba mereka – ini alasan mengapa ide kelahiran Kristus pada tanggal 25 Desember itu tidak mungkin, karena cuaca pada musim dingin tidak memungkinkan mereka berada di padang gembalaan” (The Interpreter’s One-Volume Commentary, 1971, catatan untuk Lukas 2:4-7).   

Perhatikan satu lagi aspek ide kelahiran itu, yakni dari Joe Kovacs, penulis buku Shocked by the Bible, mengatakan, “Anda tidak akan menemukan tiga orang majus muncul di palungan itu ketika Yesus lahir.”

Pernyataan ini didasarkan pada apa yang kita baca di Matius 2:1, 11: “Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem. … Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibuNya, lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepadaNya, yaitu emas, kemenyan dan mur.”

Alkitab tidak menjelaskan berapa banyak orang-orang majus yang ada di sana, dan mereka datang ke dalam rumah itu (bukan palungan) dimana mereka melihat Anak itu. Jadi, kisah tradisional tentang tiga orang datang ke palungan itu tidak ditemukan di dalam Alkitab.

Kita harus menyadari bahwa hanya sekedar memberitakan sesuatu tidak membuat orang menjadi seorang Kristen, apa pun tradisinya atau rasionalisasi apa pun yang kita gunakan!

Misalnya, selama puluhan tahun, orangtua telah menceritakan kepada anak-anak tentang Santa Claus [Sinterklas]. Masalahnya ialah – dia tidak benar-benar ada, dia juga tidak punya ruang kerja di Kutub Utara. Di mana ada di dalam Alkitab bahwa Elohim membolehkan kita berdusta – terutama kepada anak-anak kita?

Beberapa orang juga percaya bahwa tidak ada masalah untuk tukar-menukar hadiah pada musim perayaan ini. Akan tetapi, di dalam bukunya yang berjudul 4,000 Years of Christmas: A Gift From the Ages (1997), pendeta Episcopal Earl Count dengan penuh semangat menjelaskan sejarah tukar-menukar hadiah selama 12 hari perayaan Natal dengan adat istiadat yang aslinya berasal dari paganisme Babylon dahulu kala. Dia juga menunjukkan bahwa mistletoe [jenis pohon yang digunakan sebagai pohon natal] yang diadopsi dari ritual misteri Druid dan bahwa 25 Desember berkaitan dengan perayaan Saturnalia Roma kuno, dan tidak ada hubungannya dengan Yesus.

Bagaimana caranya saya memberitahu kerabat saya?

Jadi, seharusnyakah orang Kristen merayakan Natal? Setelah meneliti pokok masalah ini, banyak orang menyimpulkan bahwa mereka sebaiknya tidak merayakannya lagi. Banyak orang bertanya, “OK, jika demikian bagaimana caranya saya menjelaskannya kepada kerabat-kerabat dan keluarga saya bahwa saya tidak akan merayakan Natal lagi?” Kami menganjurkan bahwa anda menjelaskan kepada mereka dengan cara yang baik bahwa anda tidak dalam nurani yang baik untuk merayakan perayaan yang tidak diperintahkan di dalam Alkitab. Jika mereka bertanya tentang tukar-menukar hadiah, anda dapat menjelaskan bahwa masih banyak kesempatan lain untuk itu dalam rangka menghargai kekasih dengan hadiah.

Beberapa kerabat akan menerima keputusan itu tetapi beberapa yang lain mungkin tidak memahaminya; jadi lebih baik jangan memaksa mereka untuk berubah kepercayaan. Banyak orang yang memahami asal mula Natal yang memang tidak alkitabiah itu menghindari diskusi tentang masalah ini kecuali jika orang bertanya kepada mereka. Kita berusaha mengikuti prinsip yang terdapat di 1 Petrus 3:15: “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat.” Jika seseorang ingin tahu lebih banyak, tentu baik untuk menjelaskan asal mula agama paganisme yang merayakan perayaan ini dan Elohim memerintahkan kita untuk tidak beribadah kepada Dia dengan cara yang demikian.  

Jemaat Church of God, a Worldwide Association (yang mensponsori situs ini), tidak terlibat dalam perayaan Natal. Sebaliknya, kita diperintahkan untuk menghormati Yesus Kristus pada peringatan kematianNya (bukan kelahiranNya). Bacalah 1 Korintus 11:23-29. Yesus Kristus mengingatkan murid-muridNya (sementara mereka makan roti pada saat merayakan Paskah Perjanjian Baru itu) sbb: “perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Lukas 22:19).

Yesus lahir sebagai Juruselamat kita, tetapi Dia akan datang kembali sebagai Raja segala raja dan Tuhan di atas segala tuan (Wahyu 19:15-16). Dan pemerintahan Kristus masa 1,000 tahun akan dimulai di bumi ini. Pemerintahan yang telah dinubuatkan ini digambarkan dan ditegaskan dalam perayaan tahunan Feast of Tabernacles [Hari Raya Pondok Daun], yang terjadi setiap musim gugur di belahan bumi utara (Imamat 23:33-35). (Bacalah artikel kami tentang perayaan ini, pada situs ini, yang berjudul “Hari Raya Pondok Daun: Tuaian yang Melimpah”). Kristus memberitahu murid-muridNya untuk merayakan hari raya ini, sebagaimana Dia juga merayakannya (Yohanes 7:2, 14, 37-39). Jadi, daripada merayakan Natal, orang Kristen sebaiknya merayakan perayaan tahunan yang diperintahkan Elohim.

Anda dapat mempelajari lebih dalam tentang perayaan ini – pada situs ini – dalam artikel kami yang berjudul “Rencana Penyelamatan Allah: Bagaimana Hari-hari Raya Allah Menyingkapkan RencanaNya” 

Tracker Pixel for Entry