Sungguh Kasar!
Posted on February 12, 2015
http://lifehopeandtruth.comoleh Dave Myers
http://lifehopeandtruth.com/relationships/communication/how-rude/
Perilaku kasar adalah suatu bentuk komunikasi yang merusak hubungan kita. Namun hal ini sudah begitu biasa di kalangan masyarakat sehingga kita mungkin tidak sadar bahwa kita juga melakukannya. Sungguh kasar!
Di rumah, di tempat kerja, di siaran radio dan TV, percakapan ramah, sopan dan berbudi nampaknya sudah semakin jarang. Generasi sekarang ini sedang diajar dengan contoh bahwa perilaku kasar tidak cuma bisa diterima di kalangan umum, tetapi juga perlu dilakukan.
Namun sementara itu sesuatu yang bernilai menghilang di sela-sela perilaku tidak sopan.
Apakah anda sedang berkomunikasi atau berkompetisi?
Cobalah dengarkan program talkshow di radio atau televisi di Amerika, dalam beberapa menit saja anda akan langsung mendengar kata-kata dari satu orang atau lebih – mereka memperdengarkan suara-suara seperti berikut ini:
- Sesorang mengangkat suaranya dan berteriak terhadap yang lain.
- Seorang menyela pembicaraan dan berbicara kepada orang lain.
- Beberapa orang berbicara serentak menggebu-gebu, dengan mencoba mengaburkan pendapat orang lain dan mengajukan pendapatnya sendiri.
Orang yang berbicara paling keras atau yang paling gigih itu biasanya adalah orang yang memulai pembicaraan. Betapa itu tidak sopan!
Ketidaksopanan di tempat kerja
Perilaku tidak sopan juga sering dialami orang di tempat kerja. Sudah berapa kali kata-kata kasar, teriakan atau ucapan marah digunakan untuk menginterupsi orang lain dan menyela mereka – atau mencoba meminta mereka berhenti bicara sebelum mereka rampungkan pembicaraan mereka?
Andai kata seseorang menguping pembicaraan di kantor, di toko atau di ruang rapat anda, dapatkah dia menjadi saksi terhadap ketidaksopanan itu? Sungguh menyedihkan, semangat perbantahan terjadi juga di tempat-tempat kerja yang menyebabkan sebagian besar komunikasi menjadi rusak. Terkadang kita merasa bahwa kita terpaksa harus bersuara keras, kasar atau menyebalkan, jika tidak, suara kita tidak akan didengar. Tetapi seharusnya, hal ini tidaklah perlu terjadi.
Perilaku kasar di rumah
Bagaimana di rumah anda? Apakah teriakan suara sudah menjadi masalah di dalam rumah anda? Jika misalnya ada sebuah mikropon, di kecilkan volumenya ke dapur anda, ke ruang tamu anda atau ke kandang ternak anda, apakah anda mendengar suara teriak hiruk-pikuk yang saling berlomba – yang masing-masing saling melengking? Apakah anggota keluarga anda berteriak kepada satu-sama lain untuk mencoba memperdengarkan pendapat mereka? Sebaiknya janganlah demikian.
Apakah dengan bersuara keras biasanya meyakinkan setiap orang, atau apakah isi pembicaraan itu dimenangkan oleh orang yang bicaranya paling keras atau yang paling banyak menginterupsi? Apakah anak-anak kita mengangkat suaranya atau senantiasa menginterupsi orangtuanya agar mereka didengar? Betapa hal itu tidak sopan! Ini juga sebaiknya tidak perlu terjadi.
Hilangnya seni berdiskusi
Nampaknya seni berdiskusi dengan sopan dan beradap sudah semakin menghilang. Suatu diskusi yang baik melibatkan percapakan dan pembahasan sebuah topik – itu adalah suatu percakapan yang sungguh-sungguh dan yang tulus – bukan percakapan yang dibumbui dengan pertengkaran satu-sama lain. Terkadang orang-orang hanya terfokus pada pembuktian bahwa mereka itu benar sehingga mereka berteriak keras terhadap orang lain mempertunjukkan keunggulan mereka.
Namun amatlah menyedihkan, bahwa sebenarnya orang yang memiliki alasan paling lemah atas gagasannya adalah orang yang berteriak paling keras. Karena dengan cara bersuara suara keras, seseorang terkadang dapat menundukkan teman bicaranya, meskipun gagasannya lemah.
Apa maksud anda, kasar?
Menurut kamus, thefreedictionary.com, definisi kasar ialah: “Agaknya terbelakang, primitif… Dalam kondisi kasar, kasat, tidak tuntas… Kurangnya budi bahasa dan perbaikan hidup beradab; kasar..... kurang ajar; tidak sopan. … Sekonyong-konyong dan memaksakan kehendak secara tak menyenangkan.”
Bagaimanapun cara anda mendefinisikan perkataan kasar dalam hal komunikasi, itu tidak akan pernah bermakna positif! Kita tentu tidak ingin kata “kasar” ini mendefinisikan diri kita.
Sikap yang tak menyenangkan seperti itu, dengan berteriak terhadap orang lain, mendominasi bicara dan memotong pembicaraan orang sudah terlalu sering terjadi. Itu bukan berkomunikasi, itu berkompetisi. Betapa itu tidak sopan!
Apakah perilaku anda kasar?
Bagaimana dengan anda? Jika orang lain mendeskripsikan anda, mungkinkah mereka akan berkata, “Tak perlu bicara dengan dia. Jika anda mencoba menyatakan pendapat, dia akan menyela dan bicara berlebihan terhadap anda, dan tidak seorang lain pun punya kesempatan untuk didengarnya.” Atau, “Dia berkomunikasi seperti orang penghuni gua. Jika dia tidak suka apa yang sedang dikatakan orang, dia mencoba mengintimidasi dengan cara berteriak, dengan melancarkan teriakan kata memaksa hingga orang lain itu diam. Dan karena diam, dia pikir bahwa mereka itu telah menyetujui pendapatnya, padahal kenyataannya mereka itu tidak ingin melanjutkan perkelahian bicara dengan dia.”
Atau, sebaliknya, apakah anda dikenal dari kemampuan anda untuk menarik ide-ide, menjadikan pendapat-pendapat mereka sebagai pertimbangan? Ketika seseorang berbicara kepada anda, bisakah mereka berharap untuk sepenuhnya didengar dan bukan diintimidasi atau bahkan diteriaki hingga mereka diam?
Kesopan-santunan adalah suatu ciri
Satu di antara banyak ciri-ciri masyarakat beradab ialah kemampuan dari warganya untuk mendengar dan mempertimbangkan gagasan atau ide-ide orang lain. Adalah suatu yang tidak mungkin jika seorang pembicara secara kasar diinterupsi atau diteriaki untuk diam.
Satu di antara banyak ciri masyarakat beradab ialah melalui kemampuannya untuk secara sopan mempertimbangkan pendapat orang lain dan memperlakukan mereka dengan hormat. Seseorang yang merasa dirinya begitu benar sehingga dia harus berteriak terhadap orang lain untuk mendesak mereka menerima posisinya, sebernarnya dia adalah orang lemah. Argumen yang sehat dan masuk akal, bukan volume suara keras, harus menang dalam setiap pembicaraan.
Sungguh menarik bahwa orang Yahudi pada abad pertama, orang-orang Berea digambarkan sebagai contoh yang amat menakjubkan. Daripada kasar berteriak terhadap ide-ide baru yang rasul Paulus beritakan, “...mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui apakah semuanya itu benar demikian” (Kisah Para Rasul 17:11).
Anda bisa saja mendapat pengenalan diri terhadap orang lain dengan cara berteriak keras, kasar dan memaksa. Namun hal itu tidak berarti apa-apa bagi Dia yang paling peduli – Allah Sang Pencipta kita. Dia berfirman kepada kita, “Kepada orang ini Aku memandang: kepada orang yang tertindas dan patah semangatnya dan yang gentar kepada firmanKu” (Yesaya 66:2)
Kalahkan sifat kasar anda
Apabila anda dapat mengidentifikasikan sifat kasar di dalam diri anda, anda barangkali akan bertanya: Bagaimana saya bisa hentikan sifat kasar ini terhadap orang lain? Langkah-langkah apa yang bisa saya tempuh agar menjadi warga yang baik dan sopan santun? Ada beberapa saran di bawah ini sebagai wadah untuk memulainya:
- Tahanlah lidah
Salah satu musuh besar kesopanan ialah kurangnya pengendalian diri. Mengendalikan dorongan hati untuk menginterupsi dan mengeluarkan pendapat tanpa berpikir merupakan suatu tanda dari seorang pria atau wanita bijak. Hal itu juga akan memberi kita kesempatan untuk mendengarkan orang lain akan ide-ide mereka. “Siapa yang memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran” (Amsal 21:23).
- Pikirkanlah hormat
Kita tidak memberi hormat kepada orang lain ketika kita menginterupsi mereka atau berteriak terhadap mereka. Melatih pengendalian diri untuk mempersilahkan orang lain untuk bicara menunjukkan bahwa mereka dihormati dan dihargai. Memberi hormat seperti ini kepada orang lain memerlukan tingkat kerendahan hati – yakni, suatu pemahaman bahwa orang lain itu barangkali memiliki sesuatu yang bernilai untuk ditawarkan. “Kerendahan hati mendahului kehormatan” (Amsal 15:33)
- Tunggu giliran saya
Menunggu giliran kita untuk bicara merupakan suatu karunia yang kita bagikan kepada orang lain. Hal itu memperkenankan mereka untuk menyelesaikan pembicaraan dan pendapat mereka sebelum kita memberikan komentar-komentar atau koreksi. “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (Yakobus 1:19).
Di dalam suatu dunia yang dibuta-gelapkan oleh kekasaran dan ketidaksopanan, anda bisa – dan sebaiknya – bisa tampil beda. Buatlah suatu komitment sekarang untuk menjadi seorang beradab dan sopan, agar jangan pernah ada orang berkata terhadap anda,“Sungguh kasar!”
Anda punya pertanyaan?
Silahkan bertanya pada kami
This article was translated from http://lifehopeandtruth.com/