Tinggal Serumah Sebelum Menikah

http://lifehopeandtruth.comoleh Greg Sargent

http://lifehopeandtruth.com/relationships/marriage/living-together-before-marriage/

Sekarang ini semakin banyak pasangan yang tinggal serumah sebelum menikah. Namun statistik menunjukkan bahwa “efek dari kumpul kebo” semacam itu bukanlah apa yang mereka harapkan. Apa yang Sang Pencipta kita katakan akan hal ini?

Meskipun fakta menunjukkan bahwa orang yang tinggal serumah sebelum menikah memiliki tingkat perceraian yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak, banyak orang yang membaca statistik itu sungguh tak percaya. Mereka tidak percaya bahwa peluang untuk bercerai ialah sangat besar jika mereka hidup serumah sebelum menikah. 

Fakta-fakta kumpul kebo

Survei menunjukkan bahwa esensi “kumpul kebo” memiliki akibat negatif – pasangan yang tinggal serumah sebelum menikah “cenderung kurang puas dengan pernikahan mereka – dan lebih cenderung mengalami perceraian – bila dibandingkan dengan pasangan yang tidak kumpul kebo” (Meg Jay, New York Times, “The Downside of Cohabiting Before Marriage,” April 14, 2012)

Walaupun demikian, kebanyakan orang yang menanggapi artikel ini menyatakan bahwa mereka tetap memilih untuk tinggal bersama sebelum menikah. Banyak orang menyuarakan keyakinan mereka bahwa tinggal serumah sebelum menikah akan bisa menolong mereka untuk lebih cermat memastikan entah mereka akan menjadi pasangan yang berbahagia. Mereka percaya bahwa pengalaman-pengalaman mereka akan berbeda – mereka akan menjadi eksepsi dari aturan umum.

Beberapa orang merasa bahwa pasti ada sesuatu yang salah dengan statistik itu. Alasan mereka ialah bahwa hidup serumah sebelum menikah itu masuk akal. Bagaimanapun juga, anda ingin pastikan entah kekasih anda cukup teguh untuk akhirnya menikah, dan jalan satu-satunya untuk memastikan itu ialah dengan cara tinggal bersama.

Apapun alasan pembenaran yang anda tawarkan, nampaknya hubungan kumpul kebo sering kali bermasalah dan gagal. Bermacam survei memberitahukan kita bahwa setidaknya 50% hingga 70% dari mereka yang akhirnya menikah telah pernah hidup kumpul kebo dengan pasangan lain. Alasan-alasan yang mereka berikan itu untuk tinggal serumah sebelum menikah – menurut dalih mereka –  ialah untuk menguji hubungan itu sebelum membuat komitmen pernikahan. 

Ditinjau dari sudut pandang manusia, dasar pemikiran tinggal serumah sebelum menikah barangkali masuk akal. Namun bagaimana jika cara hidup ini tidak lebih baik untuk memperkuat hubungan pernikahan anda di masa datang? Mari kita ajukan beberapa pertanyaan untuk dijawab.

Apa risiko-risiko kesehatannya?

Sehatkah hubungan seks sebelum menikah?

Paling tidak ada sekitar 19 juta kasus baru penyakit menular seksual di Amerika setiap tahunnya. Biasanya perempuan terinfeksi dua kali lebih rentan daripada laki-laki.

Penelitian lain menunjukkan bahwa 80% dari anak-anak muda memiliki seks aktif sebelum menikah. Dan oleh karena itu jelas bahwa hubungan seksual sebelum atau di luar nikah berisiko tinggi terhadap mengidap penyakit seks menular. Hingga pada masa akhir remaja mereka, setidaknya 3/4 dari seluruh remaja di Amerika telah melakukan hubungan intim, dan lebih dari 2/3 dari semua remaja yang telah melakukan hubungan seks mempunyai dua pasangan atau lebih (“Sexual Reproductive Health: Woman and Man,” October 2002, guttmacher.org).

Setiap tahun, sekitar 12,000 perempuan terjangkit kanker rahim di Amerika. Hampir semua penyakit kanker ini berhubungan dengan virus papiloma manusia (HPV) yang terjangkit melalui hubungan seks. Kanker ini seringkali berinkubasi selama bertahun-tahun dari sejak perempuan tersebut terinfeksi.   

Sekali anda terinfeksi dengan STD (Sexually Transmitted Disease), yakni penyakit seksual menular, peluang anda untuk menularkannya kepada pasangan baru anda sangatlah tinggi! Dan karena begitu banyak orang yang melakukan seks dengan pasangan silih berganti, maka penyebaran STD telah hampir menjadi suatu penyakit epidemis.

Dan faktor-faktor ini tidak mendapat perhatian terhadap persoalan emosional dan kejiwaan yang berkaitan dengan penyakit atau dampak dari kehamilan yang tidak diinginkan. Apakah peluang seperti ini yang anda inginkan?

Keterlibatan versus komitmen

Apakah anda yakin bahwa anda ingin terlibat hidup dengan seseorang yang tidak punya komitmen?

Kumpul kebo adalah keterlibatan. Pernikahan adalah komitmen. “Suatu penelitian yang dilakukan Pamela Smock, seorang rekan profesor sosiologi di Universitas Michigan, mengungkapkan bahwa kemungkinannya ada suatu perbedaan mendasar dalam hal pemahaman laki-laki dan perempuan dalam hal kumpul kebo: Perempuan cenderung memandangnya sebagai suatu langkah awal sebelum pernikahan dengan pasangan itu, sebaliknya laki-laki cenderung melihatnya sebagai sesuatu hal yang mereka lakukan sebelum membuat suatu komitmen” (“Living Together: Do Men and Women Perceive It Differently?” ivillage.com).

Untuk mengilustrasikan ini, coba pertimbangkan nasihat yang diberikan seseorang kepada seorang anak muda: “Mengapa harus membeli sapinya jika anda bisa memperoleh susunya dengan gratis?” Dalam hal ini apakah wanita-wanita ini kompromi dengan harga dirinya dan nilai-nilai hidupnya di saat mereka sedang mencari dan mengharapkan pernikahan yang aman di masa depan, padahal pada saat yang sama mereka itu sesungguhnya memperkecil peluang itu, yakni peluang untuk mendapatkan pernikahan yang berkomitmen. 

Dalam menanggapi tulisan yang di muat di majalah The New York Times itu, seorang laki-laki yang ketagihan dalam hubungan seks menyatakan, “Tentu saja hal ini akan lebih sederhana jika pacar saya dan saya bisa terus melangsungkan hubungan ini seperti keadaannya sekarang, akan tetapi seperti yang selalu terjadi (di dalam hubungan saya) dia ingin membangun tempat yang nyaman bagi kami.” Barangkali perempuan yang terlibat di sini  sudah sepatutnya memikirkan ulang hubungan mereka! 

Pasangan yang tinggal serumah yang karena mereka anggap itu menyenangkan, atau pasangan yang menganggap perlu untuk bereksperimen dalam masa sebelum menikah ialah pasangan yang cenderung bercerai dan acap kali perceraian mereka terjadi setelah mereka menikah resmi.

Konsekuensi lain akibat tinggal serumah sebelum menikah

Pernahkah anda berpikir akan konsekuensi punya anak di luar nikah?

Lembaga Witherspoon, suatu kumpulan lembaga konservatif di Princeton, New Jersey, menerbitkan laporan yang dinamakan “Marriage and Public Good: Ten Principles.”  [Pernikahan dan Kebaikan Publik: Sepuluh Prinsip]. Mereka menandai empat ancaman terhadap pernikahan, termasuk rencana kumpul kebo. Laporan itu menyatakan bahwa rencana-rencana ini “bukanlah alternatif  baik untuk pernikahan tetapi itu suatu ancaman, dan yang pasti itu bukanlah tempat yang sehat untuk membesarkan anak.”

Di tahun 2007, hampir 40% bayi yang lahir di Amerika dilahirkan oleh ibu-ibu yang tidak menikah, menurut data yang dirilis oleh National Center for Health Statistics [Pusat Nasional untuk Statistik Kesehatan]. Persentase tertinggi di antaranya ialah wanita berusia 25 hingga  29 tahun. Jadi apakah anda merasa yakin bahwa “pasangan kumpul kebo” anda akan setia  hidup dengan anda dan memberi nafkah untuk keluarga anda setelah seorang anak lahir sementara dia tidak cukup komit menikahi anda?

Apakah pernikahan itu sesuatu yang suci?

Menurut beberapa pendapat, pernikahan bukanlah lagi suatu ritual yang suci. Bagi mereka, itu hanya suatu langkah buatan manusia dalam sebuah hubungan, jadi itu sebaiknya tidak menjadi persoalan jika orang hidup serumah sebelum menikah. Jika evolusi telah benar-benar   membabibuta mengembangkan tubuh kita yang indah ini, yang kita sebut laki-laki dan perempuan, barangkali pendapat seperti ini mungkin dianggap benar. 

Akan tetapi, jika kita mengaku bahwa Allah adalah Sang Pencipta kita, yang juga merancang pernikahan dan keluarga, maka kita harus memperhatikan perintahNya. PerintahNya yang melarang hubungan seks di luar ikatan pernikahan tidaklah sulit untuk kita temukan atau pahami (Keluaran 20:14; Galatia 5:19; 1 Korintus 6:18).

Lagi pula, apabila anda percaya, sama seperti Paulus, bahwa ikatan kasih pernikahan itu menawarkan suatu analogi yang indah antara Yesus Krisus dan Jemaat (Effesus 5:31-32), itu memberikan pemikiran yang cermat. Sebelum hidup bersama, pikirkanlah konsekuensinya dengan serius – terhadap emosi anda, terhadap kesehatan anda, terhadap peluang sukses hubungan pernikahan anda dan terhadap hubungan anda dengan Allah.

Sebagian besar dari mereka yang membaca statistik firasat buruk akibat hubungan kumpul kebo itu tidak mengindahkan. Sepertinya masing-masing orang merasakan situasinya dengan cara yang berbeda – orang yang satu mengira bahwa dialah di antara mereka  yang kumpul kebo yang akan mendapatkan kebahagiaan sejati yang abadi. Akan tetapi Sang Pencipta yang pengasih berkata bahwa itu tidak benar. Dia ingin menyelamatkan kita dari bebagai akibat negatif. Bagaimanakah anda menjelaskan pilihan anda kepada Dia?  

Hindarilah pengaruh buruk kumpul kebo tetapi sebaliknya pilihlah jalan yang didukung oleh penelitian. Pilihlah jalan yang dinobatkan dan dibenarkan oleh Sang Pencipta umat manusia! Sebagaimana seorang suami yang bahagia tuliskan berikut ini. Ia menuliskan ini sebelum ia menikah: “Istriku merupakan suatu harta mulia yang saya harus nantikan dengan sabar. Dia telah bergelora di dalam sanubariku dan pikiranku sama seperti permata yang tak ternilai ini sejak mulanya.” 

Anda punya pertanyaan?
Silahkan bertanya pada kami

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com/

Tracker Pixel for Entry