Kutukan Akibat Perceraian: Memperhitungkan   Kehancuran yang Timbul

oleh Greg Sargent

https://lifehopeandtruth.com/relationships/marriage/the-curse-of-divorce/

Barangkali anda ingin membaca artikel ini karena anda sedang mempertimbangkan perceraian, namun demikian anda memiliki beberapa pertimbangan. Ada banyak alasan mengapa harus mencari nasihat sebelum anda mengambil keputusan. 

Apabila anda ketik kata divorce [perceraian] pada kolom search di Internet, maka anda akan segera mendapat links [tautan] terbaik yang menawarkan bantuan kepada anda untuk proses perceraian anda dan pasangan anda. Anda akan mendapatkan segala sesuatu dari layanan itu yang langsung  tersambung dengan formulir perceraian secara online.   

Namun betapa menyedihkan bahwa hanya sedikit links yang mengarahkan pasangan agar jangan menempuh perceraian tetapi mencari jalan keluar dan membangun hubungan yang lebih sehat. Sementara sumber lain justru mendorong bahwa jika pernikahan bermasalah, maka jalan terbaik adalah meninggalkan pernikahan itu dan menikah lagi dengan orang lain!

Pada kenyataannya perceraian bisa berakhir pada hidup kesendirian, terisi dengan firasat-firasat negatif yang tak pernah terbayangkan. Perceraian sering memicu kepedihan, kebencian dan rasa dendam – terpancing untuk mengatakan kebobrokan pasangan satu sama lain yang tak pernah diucapkan sebelumnya sehingga mengejutkan setiap orang-orang sekitar.

Apakah anda ingin mengalami dendam dari seorang yang anda cintai? Apakah anda menginginkan peperangan? Ada pepatah lama yang mengatakan, “Hell hath no fury like a woman scorned.” [Tidak ada neraka yang menyamai cibiran wanita]. Apakah ini kedenganrannya terlalu dramatis? Sepertinya tidak. Tetapi lihat saja kehidupan mereka yang telah mengalami perceraian. Kita sangat mudah melihat segala keburukan akibat perceraian.

Peperangan ini adalah urusan keluarga.

Kutukan terhadap anak

Elizabeth Marquardt, yang adalah seorang anak yang menjadi korban perceraian, menuliskan dalam bukunya yang berjudul Between Two Worlds [Di antara Dua Dunia] tentang pengalamannya sebagai anak-anak yang orangtuanya bercerai:

“Perceraian orangtua kita berkaitan dengan tingkat depresi yang lebih tinggi, pikiran dan percobaan bunuh diri, masalah kesehatan, penyalahgunaan seks anak-anak, gagal sekolah, gagal kuliah, terlibat kriminal, kecanduan narkoba, hamil di luar nikah, dan banyak lagi … Beberapa di antara kita terus berjuang dengan luka-hati yang tersisa akibat perceraian orangtua kita: kita menjalani hari-hari yang sukar dalam menyelesaikan sekolah, pekerjaan, memelihara hubungan yang sehat, dan pernikahan yang langgeng” (2005, p. 189).

Pengalaman dan penelitian Elizabeth Marquardt mengingatkan kita akan prinsip dalam Perintah Alkitab yang ke-2: “Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku” (Keluaran 20:5; untuk informasi lebih mendalam tentang hal ini, artikel kami dalam Bahasa Inggris membahas “Are the Penalties for Sins Passed Down to Future Generations?”)

Dosa melahirkan dosa, yang sering kali membawa kepada depresi, bunuh diri, penyakit, penyalahgunaan seks, bermasalah dengan hukum dan kecanduan, dan masih banyak kutukan lain.

Apakah anda serius mempertimbangkan perceraian? Apakah anda sudah memikirkan segala akibatnya yang bukan saja terhadap diri anda, tetapi juga terhadap anak-anak anda? Sebaliknya, dapatkah kami mendapat kesempatan untuk menolong atau mengarahkan anda dan pasangan anda kepada prinsip-prinsip yang akan menolong anda memulihkan pernikahan anda sehingga itu menjadi pernikahan yang sehat?

Sebuah pernikahan yang lebih baik?

Sebagian besar orang yang bercerai dan menikah lagi sangat percaya bahwa pernikahan berikutnya akan lebih baik – bahwa itu akan membawa kepuasan dan kebahagiaan. Memang hal itu mungkin terjadi, akan tetapi statistik membuktikan bahwa yang terjadi adalah sebaliknya.

Pernikahan ke-2 justru memiliki tingkat perceraian yang lebih tinggi dibandingkan dengan pernikahan pertama. Sementara kita memahami kasus-kasus penyalahgunaan atau kekerasan dalam rumah tangga atau masalah lainnya yang daripadanya kita dapat dan sebaiknya menjauhkan diri, di dalam banyak kasus-kasus lain perceraian terjadi oleh karena “perbedaan-perbedaan pendapat yang tak terdamaikan” – perbedaan-perbedaan yang seharusnya bisa didamaikan oleh konselor yang profesional.

Istilah yang agak kabur irreconcilable itu bisa mencakup berbagai masalah besar dan kecil yang akan berakhir pada penghinaan, kecaman, pembenaran diri dan pengerasan hati. Hal itu selalu menyangkut krisis kasih, kepercayaan dan pengertian.

Melalui proses ini perbedaan alami kita dapat menjadi semakin besar dan konflik dapat semakin memburuk.

Misalnya, melalui rancangan Allah, terdapat perbedaan-perbedaan antara jenis kelamin yang perlu dipahami dalam pernikahan. John Gray, seorang penulis, menjelaskan rahasia kebenaran itu dalam bukunya yang berjudul Men Are From Mars, Women Are From Venus. Perbedaan-perbedaan dapat menyangkut gaya komunikasi dan kebutuhan emosional. Perempuan tidak akan pernah menjadi laki-laki, dan laki-laki tidak akan pernah menjadi perempuan! Tidak akan pernah di antara mereka berusaha untuk bertindak dan merasa sama seperti bagaimana dia bertindak atau menaruh perasaan. (Untuk memahami lebih lanjut tentang perbedaan-perbedaan ini, bacalah artikel kami yang berjudul “Peran Laki-laki” dan “Peran Perempuan.” pada situs ini. Silakan mengklik tautan ini.   http://philippines.cogwa.org/articles/entry/peran-laki-laki).

Mereka yang tidak memahami dan yang tidak berusaha memecahkan masalah yang mengarah pada perceraian pertama seringkali akan berakhir pada perceraian untuk yang kedua kalinya. Dan tingkat perceraian pada ketiga kali bahkan lebih tinggi. Menurut pendapat Jennifer Baker dari Forest Institute of Professional Psychology di Springfield, Missouri, 50% dari pernikahan pertama, 67% dari pernikahan   ke-2 dan 74% dari pernikahan ke-3 berakhir pada perceraian.

Tetapi yang pasti ada cara yang lebih baik!

Kutukan-kutukan uang

Ada orang yang begitu percaya diri, dan dia menggambarkan perkara perceraiannya yang akan segera berlangsung. Dia berkata, “Negara ini tidak mensyaratkan banyak hal yang menyangkut pembiayaan untuk nafkah atau pengurusan anak!” Tetapi apa yang terjadi? Dia sangat kaget! Kesulitan finansial yang dia hadapi sangat luar biasa.

Dan kewajiban finansial itu tidak serta-merta diringankan oleh karena kehilangan pekerjaan atau karena penurunan pendapatan. Biasanya, kewajiban itu membutuhkan putusan pengadilan untuk mengubah apa yang menjadi tanggungan. Pada saat pengadilan memutuskan, banyak kasus bahwa yang bersangkutan butuh pinjaman uang.

Kasus-kasus perceraian seringkali tidak hanya menghabiskan biaya seperti yang di iklankan, yakni $299. Biaya kuasa hukum, pengadilan, evaluasi, mediasi, kelas edukasi, pembiayaan ulang, perekaman dan biaya-biaya lainnya sering kali membengkak hingga mencapai $15,000 atau lebih – tanpa mempersoalkan golongan pendapatan anda.

Setelah perceraian, pasangan itu masih akan sering kembali ke pengadilan, mengadili hal-hal yang menyangkut harta dan hak asuh anak. Itu sering terjadi sehingga disebut dengan nama resmi – “litigasi paska putusan pengadilan.”

Seringkali mereka yang bercerai tadinya tidak menduga hal-hal yang realistis sama seperti mereka yang hendak menikah: ucapan calon istri, “Dia akan sanggup menghidupi kami.” Dan ucapan calon suami, “Dia tidak akan terlalu banyak menuntut.”

Tetapi kehancuran emosional luar biasa yang dialami orang yang bercerai itu membuktikan bahwa ekspektasi di atas sangat jarang terjadi. Janganlah kita naif atau terlalu polos; mereka bercerai karena mereka tidak bisa lagi cocok. Jadi kedua pasangan sepertinya tidak akan lebih baik atau lebih perhatian setelah pernikahan mereka berakhir!

Fakta tentang anak-anak

Jika hak asuh anak jatuh ke tangan anda, anda perlu memahami bahwa besaran pembiayaan anak tidak akan seperti apa yang anda bayangkan.

“Pendeknya, besaran tunjangan anak di USA jauh lebih kecil daripada setengah dari biaya untuk mengurus seorang anak. Orangtua asuh – biasanya ibu si anak – yang mengerjakan hampir seluruh pekerjaan yang menyangkut mengasuh anak, dan menanggung hampir seluruh biaya-biaya yang timbul – di samping itu mereka juga mengambil tanggung jawab untuk pengeluaran-pengeluaran sehari-hari.”

Biasanya pengadilan akan meminta si suami dan ayah memberi nafkah kepada keluarganya. Akan tetapi banyak di antaranya hanya memberi sebagian dari yang diharuskan, dan 30% dari suami itu gagal memberi nafkah kepada keluarganya – tidak sepeser pun! Sekitar 3% dari istri yang diceraikan itu akan diharuskan untuk memberi nafkah kepada suami yang menerima hak asuh – tetapi kurang dari 2% dari mereka yang sungguh-sungguh memberi.

Keuangan bukan masalah satu-satunya. Kesepakatan bersama dalam banyak hal juga sering menjadi masalah besar. Kita ambil satu contoh bagaimana praktek hukum di Oregon menjelaskan apa yang diperlukan untuk menjadi sama-sama orangtua asuh terhadap anak.

“Kedua orangtua sebaiknya rela sepenuhnya dan mampu untuk bekerja sama dalam mengambil keputusan tentang di mana anak-anak mereka sebaiknya tinggal, apa agamanya, di mana bersekolah, keperluan dokter umum dan dokter gigi, dan lain-lain. Hanya apabila kedua orangtua setuju terlebih dahulu sebelum pengadilan menyetujui kedua orangtua menjadi orangtua asuh terhadap anak-anak mereka. Ini berarti bahwa apabila satu di antara mereka menginginkan seperti itu dan yang lain tidak, maka pengadilan tidak dapat mengabulkan permintaan mereka untuk mengapat hak asuh bersama. 

Apa arti semua ini terhadap anak-anak? Kita lihat statistik di bawah ini:

Akan mampukah anda nantinya untuk meninjau kembali dan dengan jujur mengakui: “Saya telah melakukan segala sesuatu sekuat tenagaku untuk menyelamatkan pernikahan kami”? Adalah bijak untuk merenungkan pertanyaan ini sekarang – sebelum terlambat! “43% anak-anak yang bertumbuh di Amerika saat ini dibesarkan tanpa ayah mereka. 75% anak-anak dibesarkan oleh ibu mereka akibat perceraian. 28% anak-anak hidup dalam keluarga di bawah garis kemiskinan akibat perceraian. Setengah dari seluruh anak-anak Amerika akan menyaksikan orangtua mereka berpisah. Dari semua anak-anak ini, hampir setengah juga akan melihat orangtua mereka yang menikah lagi akan berpisah” (“Shocking Divorce Statistics”)

Kendalikan diri anda terlebih dahulu

Jadi apa yang dapat kita lakukan untuk menghindari semua ini?

Menghindari kutukan perceraian perlu bahwa kita memulainya dengan melihat tindakan kita sendiri dan bukan tindakan dan perbuatan pasangan kita. Anda dan saya tidak bisa mengendalikan orang lain, tetapi kita bisa mengendalikan diri kita sendiri. Hal itu disebut self-control [pengendalian diri sendiri].

Ketika kita berbicara menyelamatkan pernikahan dengan cara mengubah tindakan-tindakan kita sendiri, kita melihat banyak pasangan harus segera menyelesaikan masalah pernikahan mereka demi keutuhan, kedamaian dan kesejahteraan anak-anak kita dan diri kita sendiri. Jangan pernah menerima bisikan dari seorang pasangan yang kasar, yang suka kekerasan atau seorang pasangan yang sengaja tidak memenuhi kebutuhan keluarganya. Allah telah memanggil kita untuk tetap dalam damai (1 Korintus 7:15).

Sebaliknya, jangan mengelak dari kemungkinan bahwa anda sendirilah yang menyebabkan masalah itu, atau setidaknya sebagian dari masalah itu, mengapa terjadi peperangan dalam keluarga anda. Apakah anda akan mampu melihat ke belakang nanti dan secara jujur mengakui: “Saya telah melakukan segala sesuatu dengan sekuat tenagaku untuk menyelamatkan pernikahan kami”? Adalah bijak untuk mempertimbangkan pertanyaan ini sekarang – sebelum terlambat!

Dalam usaha mencari di bagian mana kita melakukan kesalahan merupakan suatu proses yang sulit. Oleh karena itu, cobalah pertimbangkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

  • Apakah saya gembira atau mengeluh?
  • Apakah saya sungguh mencoba untuk selalu damai atau apakah saya suka mengecam?
  • Apakah saya siap menunggu dengan sabar, bahkan menunggu dalam waktu lama, dalam menghadapi kelemahan-kelemahan pasangan saya?
  • Apakah saya sering berbaik hati dan lembut, atau apakah saya bersikap kasar?
  • Apakah saya baik kepada orang lain atau saya dihindari oleh orang lain?
  • Apakah saya setia dan penuh kasih?

Ingat, tidak bakal ada perceraian jika kedua pasangan selalu bahagia, sabar, penuh perhatian, baik hati, setia, lembut hati dan pendamai.

Sebaliknya, apabila satu atau kedua pasangan memilih menjadi orang pemarah, pendengki, suka mengkritik, tidak sabar, bengis, kasar dan egoistik – bagaimana sebuah pernikahan bisa bertahan jika didasari dengan semua sifat ini?

Cobalah sekali lagi untuk menyelamatkannya

Tidak ada pasangan – tidak ada hubungan – yang akan sempurna, namun setiap suami dan istri dapat bertumbuh dan memperbaiki kualitas pernikahan mereka!

Bagi banyak orang, nampaknya komitmen yang diadakan selama acara pernikahan terlalu cepat untuk dilupakan. Barangkali anda juga perlu diingatkan dalam hal ini.

Pernikahan saya sudah hampir 48 tahun yang lalu direkam. Semua ikrar yang saya ucapkan tidak bisa dilupakan: Saya dengan setia berjanji kepada Allah untuk menikahi wanita yang hebat itu, cinta pertama saya, menjadi istri saya yang sah baik didalam sakit dan sehat, baik pada masa-masa sulit dan masa-masa bahagia, selama kami berdua masih hidup. Saya berjanji untuk mengasihi dia, merawat dia, menghormati dia dan menolong dia. 

Komitmen ini sungguh merupakan sebuah ikrar yang serius kepada Allah, dan hal itu sangat penting dan mengikat hingga hari ini sama seperti dahulu kala.

Hari-hari bahagia dan menyenangkan telah begitu indah! Hari-hari yang sulit telah kami lalui dalam pernikahan kami karena istri saya telah siap menghadapi seluruh penderitaan itu (sebagian dari semua itu disebabkan oleh saya). Saya tidak janjikan kepada dia segudang bunga mawar, tetapi saya memang dapat menyisihkan waktu untuk menyayangi dia dan memberi dia sebuah mawar. Istri saya sangat berharga di mata saya; saya bisa pastikan bahwa apabila anda membayangkan hari-hari bahagia yang anda telah lalui dengan pasangan anda, maka pasangan anda juga akan siap untuk menghadapi hari-hari sulit.  

Pikirkan lagi sebelum anda memutuskan untuk mengakhiri pernikahan anda dan mengalami trauma emosi akibat perceraian. Akhir dari sebuah perceraian akan menjadi kutuk terburuk yang anda dan pasangan anda dan anak-anak anda akan alami.

Tunjukkan pada dirimu sendiri suatu teladan yang benar. Barangkali, dan hanya barangkali, anda berdua akan menemukan kebahagiaan sekali lagi seperti yang anda alami pada saat hari pernikahan anda dulu.

Jika anda memang sudah pernah membaca artikel ini, jangan berhenti sekarang. Pertimbangkan beberapa nasihat dan saran yang praktis di dalam artikel kami yang berjudul “Bagaimana Menyelamatkan Pernikahan Anda” dan “Masalah Pernikahan” pada situs ini. Tidak semua prinsip Alkitab ini mudah, namun semuanya sangat menolong. Silakan anda klik tautan ini dan menelusurinya. http://philippines.cogwa.org/articles/entry/bagaimana-menyelamatkan-pernikahan-anda

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry