Perceraian Kristen

oleh Cecil Maranville

https://lifehopeandtruth.com/relationships/marriage/christian-divorce/

Alkitab Perjanjian Lama mengatakan bahwa Allah membenci perceraian, dan Yesus membuat pernyataan tegas tentang perceraian. Bagaimana sebaiknya orang Kristen menerapkan ajaran ini di dalam pernikahan yang bermasalah sekarang ini.

Beberapa ayat di dalam kitab Injil mencatat ajaran Yesus yang di dalamnya Dia memberi nasihat tentang perceraian. Beberapa orang Kristen berujung pada perceraian meskipun sebenarnya mereka secara pribadi tidak menginginkan hal itu terjadi. Sementara yang lain masih bertahan dalam pernikahan mereka, tetapi hubungan pernikahan sangat tidak baik.

Semuanya sungguh merupakan hal yang menyangkut apa yang diajarkan Kristus, meskipun jalan yang mereka tempuh tidak begitu jelas.

Apa yang dikehendaki Allah untuk mereka lakukan? Apakah Alkitab mengajarkannya?

Apa yang diajarkan Yesus tentang perceraian

Sementara memberikan pengajaran tentang perceraian, Yesus berkata: “Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya” (Matius 5:31). Dengan mengatakan “Telah difirmankan,” Yesus merujuk pada sebuah ketetapan dari Perjanjian Lama, yang mengizinkan perceraian karena perjinahan. Tetapi penerapan yang bertentangan dengan hukum ini telah diajarkan oleh pejabat Yahudi.

Yesus menegakkan dan memperkuat prinsip awal bagi orang-orang percaya: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah” (Matius 5:32).

Ini mengajarkan sebuah standar pernikahan yang lebih tinggi daripada apa yang diajarkan oleh orang-orang Farisi pada abad pertama itu. Kita juga membaca perkataan Yesus di kitab injil Matius 19:3-9, dimana Dia mengulangi pernyataan bahwa Allah menghendaki pernikahan untuk bertahan hingga kematian.

Teladan Kristen dalam menghadapi kegagalan pernikahan

Akan tetapi apakah prinsip-prinsip yang dibahas di kitab Injil itu merujuk pada setiap situasi yang dihadapi orang Kristen pada zaman ini? Ada situasi yang nampaknya berada di luar parameter ini. Siapa di antara mereka yang ingin menghormati FirmanNya dan melakukannya dalam situasi ini?

Berikut ini adalah lima contoh skenario yang kami terima dari para pembaca artikel kami:

  1. Saya seorang Kristen. Suami saya mengaku bahwa dia juga seorang Kristen, tetapi selama bertahun-tahun dia belum pernah hidup sebagai orang Kristen. Sekarang dia mengatakan bahwa dia menginginkan perceraian. Dia mengatakan bahwa pernikahan kami sudah selesai dan bahwa dia tidak ingin berusaha mempertahankannya lagi. Kitab Injil berkata bahwa orang Kristen sebaiknya jangan bercerai. Apa yang sebaiknya saya lakukan?
  2. Saya telah menjadi orang Kristen selama bertahun-tahun; tetapi istri saya tidak. Kami bergumul dengan masalah pernikahan kami begitu lama, dan dia menceraikan saya. Saya percaya perkataan Yesus bahwa kami sebaiknya tidak boleh bercerai, namun apa yang bisa saya lakukan?
  3. Saya menikah dengan seorang Kristen. Suami saya tidak percaya seperti saya mempercayai kekristenan saya. Dia telah sering kali tidak setia kepada saya dan tidak menunjukkan adanya perubahan. Tetapi dia tidak ingin bercerai. Saya tahu bahwa orang Kristen harus tetap bersatu sepanjang hidupnya, seperti yang dikatakan Yesus. Apa yang harus saya lalukan?
  4. Saya adalah seorang istri – Kristen, tetapi pernikahan saya kacau. Suami saya tidak pernah setia kepada saya dalam artian bahwa dia selingkuh dengan wanita lain. Dia selalu melihat gambar-gambar porno. Saya melihat bahwa dia telah kecanduan terhadap itu. Itu merupakan hal yang menjijikkan. Yesus mengajarkan bahwa orang-orang percaya tidak boleh bercerai, tetapi secara jujur, pernikahan kami sudah hancur sejak lama. Apa yang sebaiknya saya lakukan?
  5. Saya adalah seorang Kristen, dan saya ingin menghormati Allah dan Yesus di dalam pernikahan saya, tetapi saya berada dalam situasi yang sulit. Selama tahun-tahun pertama pernikahan kami, saya anggap masalah kami pasang surut yang saya kira setiap pasangan mengalaminya. Lambat laun, saya sadar bahwa kami sebenarnya berada pada siklus yang berulang-ulang. Suami saya adalah orang yang sangat temperamen. Dia melakukan kekerasan dan memukul saya. Tetapi kemudian dia sangat menyesalinya. Setelah itu dia sangat baik dan murah hati – bahkan dia sangat romantis – sebelum kembali naik pitam dan memukul saya lagi. Saya tahu Allah tidak menghendaki perceraian. Akan tetapi rasanya saya sudah berada pada titik jenuh. Saya merasa gelisah sepanjang hari, karena tidak akan pernah tahu kapan amarahnya meledak lagi. Apa yang Allah kehendaki untuk saya lakukan?

Orang-orang ini barangkali merujuk pada ayat-ayat yang dikutip di atas. Apakah perkataan Yesus mencakup situasi-situasi seperti ini dan pertanyaan yang mereka ajukan?

Masing-masing dari masalah mereka memiliki sedikit perbedaan

Pada contoh pertama di atas, pasangan ini nampaknya akan menempuh perceraian atas permintaan satu pihak. Sementara pasangan yang lain mengambil label “Kristen,” tetapi dia tidak hidup sebagai orang Kristen. Mereka masih hidup bersama dalam satu rumah.

Pada contoh ke-2, hanya satu pasangan yang mengklaim sebagai orang percaya. Perceraian sudah terjadi karena keinginan pasangan yang bukan Kristen. Pasangan itu sudah meninggalkan rumah. Tetapi yang Kristen masih dalam kebingungan dan keputusasaan.

Pada contoh ke-3, ke-4 dan ke-5, pasangan yang bukan Kristen masih berada di rumah dan tidak berkeinginan untuk meninggalkan rumah. Akan tetapi apakah pasangan ini masih di “dalam pernikahan mereka”? Di sini terdapat perbedaan, sebagaimana kami akan jelaskan berikut ini.

Apakah Alkitab memberikan petunjuk yang lebih mendalam bagi orang-orang percaya selain daripada apa yang dikatakan Yesus di dalam kitab Injil? Jawabannya: Ya!

Petunjuk alkitabiah yang lebih mendalam tentang perceraian Kristen

Yesus menginspirasikan rasul Paulus untuk menambahkan nasihat konseling di dalam 1 Korintus 7. Tentang perceraian ini dimulai dari ayat 10-11, yang di dalamnya Paulus mengulangi nasihat Yesus. Allah menghendaki orang Kristen yang setia harus tetap komit pada pernikahan mereka selama hidup mereka. (Meskipun di dalam pernikahan Kristen, ada pengecualian, tetapi topik ini di luar cakupan dari artikel ini. Untuk penjelasan ayat-ayat ini, bacalah artikel kami “Bercerai dan Menikah Lagi Menurut Alkitab.”). Silakan mengklik tautan ini: http://philippines.cogwa.org/articles/entry/bercerai-dan-menikah-lagi-menurut-alkitab

Paulus memulainya di ayat berikutnya dengan mengatakan, “Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, berkata” (1 Korintus 7:12). Jelasnya, Tuhan menginspirasikan apa yang Paulus tuliskan, sebab hal itu diabadikan di dalam Perjanjian Baru! Maksud Paulus ialah bahwa apa yang datang kemudian tidak merupakan kutipan langsung dari kitab Injil. Tetapi hal itu memberikan petunjuk yang diperlukan untuk hubungan pernikahan di berbagai level.

Kemudian Paulus membicarakan skenario dimana seorang Kristen menikah dengan seorang yang bukan Kristen. Di dalam kedua contoh, pasangan yang bukan Kristen itu digambarkan sebagai orang yang “bersedia hidup” dengan pasangan Kristen.

Perkataan “bersedia hidup” ini menggambarkan lebih daripada sekedar rela tetap hidup di dalam satu rumah. Hal ini mengindikasikan sebuah komitmen untuk hidup sebagai seorang suami atau istri yang berkomitmen untuk membuat pernikahan mereka baik dan sukses. Di samping itu, hal ini juga mengimplikasikan bahwa komitmen ini merupakan bukti yang terlihat melalui perbuatan orang itu sehingga seorang istri akan berkata: “Saya tahu bahwa pasangan saya berkomitmen terhadap pernikahan kami sebab dia memperlihatkan itu dari perbuatannya.”

Bagian dari nasihat Allah kepada orang-orang percaya (Kristen) ialah: Jangan menceraikan pasanganmu dengan alasan apa pun. Namun, fakta untuk seorang yang bukan orang percaya, itu tidak relevan dalam perceraian.

Berikutnya Paulus mendiskusikan skenario yang berlaku kepada mereka seperti yang disinggung pada bagian awal artikel ini. Sebaliknya terhadap pasangan yang tidak Kristen tetapi yang komit terhadap tuntutan pernikahan, orang yang tak percaya dalam contoh ini tidak termasuk. 

1 Korintus 7:15 menggunakan bahasa “depart” yang merujuk pada pernikahan yang gagal atau seorang pasangan yang “depart” [yang sudah bercerai]. Arti perkataan ini mungkin nampaknya jelas bagi kita, tetapi tidaklah selalu demikian. Barangkali bagi pengertian umum arti “depart” ini ialah seorang yang bercerai dan sudah meninggalkan rumah, akan tetapi ada pengertian lain pada situasi yang berbeda.

Seorang pasangan yang sudah “depart” tetapi tidak meninggalkan rumah

Pengertian “depart” yang agak samar-samar ialah ketika pasangan itu mengundurkan diri dari hubungan mereka tetapi masih tetap di satu rumah. Hal ini tentu tidak merujuk pada hubungan pernikahan yang pasang-surut, yakni hubungan yang kadang kala kurang harmonis. Pengertian “depart” yang samar-samar yang dimaksud di sini ialah bahwa pasangan itu tidak lagi memenuhi kebutuhan yang paling dasar dari seorang suami atau seorang istri. Pertanyaannya: Apakah pasangan ini telah meninggalkan pernikahan itu?

(Demi kejelasan pengertian, mulai sekarang kita akan menggunakan “he” [dia laki-laki]. Tetapi banyak dari illustrasi berikut ini merujuk pada keduanya – laki-laki atau perempuan).

Ya, dia telah “depart” sebagaimana Paulus menggunakan istilah ini. Pasangan yang bukan Kristen itu masih tetapi di rumah, tetapi dia tidak melakukan apa-apa, atau dengan kata lain, dia tidak lagi berkontribusi pada pernikahan mereka di rumah itu.

Ini berarti, meskipun dia tidak meninggalkan rumah, tetapi dia sudah efektif “depart” dari kontrak pernikahan mereka oleh perilakunya.

Di samping tidak memenuhi tanggung jawab yang paling mendasar yang diharuskan dalam pernikahan, dia juga mungkin telah memperlihatkan perilaku yang menunjukkan dia tidak lagi berkenan atau tidak mampu lagi mempertahankan hubungan pernikahan itu. Dia mungkin galak dalam berbicara, entah dengan menggunakan kata-kata kasar atau sama sekali menolak untuk berkomunikasi. Dia mungkin menolak untuk memberi nafkah secara finansial kepada keluarga. Dia mungkin suka minum minuman keras. Dia mungkin suka menonton pornografi, yang barangkali telah menjadi penyimpangan seksual terhadap pernikahan mereka. Atau dia mungkin suka melakukan kekerasan fisik.

Apa yang dimaksudkan Paulus dengan “let him depart” [biarlah ia bercerai]?

Ketika seorang pasangan yang bukan Kristen menjauh dari hubungan pernikahannya dan meninggalkan rumahnya, nasihat Alkitab, “biarlah ia bercerai.” Anda tidak bisa menghentikan niatnya. Dalam artian bahwa anda tidak mampu membuat seseorang menjadi komit terhadap pernikahan bersama anda jika memang dia tidak menginginkan hal itu.

Sekarang mari kita bandingkan ayat Alkitab yang terdapat di 1 Korintus 7:15 dalam beberapa terjemahan, yang akan memberikan kita pandangan atau pengertian yang lebih baik.

  • “But if the unbelieving partner [actually] leaves, let him do so; in such [cases the remaining] brother or sister is not morally bound. But God has called us to peace” (Amplified Bible).
  • “Tetapi apabila pasangan yang tidak percaya itu [memang] sudah pergi meninggalkan istrinya yang Kristen, biarkanlah dia melakukannya; dalam hal ini [perkara-perkara yang tersisa] saudara atau saudari tidak terikat lagi secara moral. Tetapi Allah memanggil kita untuk hidup dalam damai sejahtera.”   
  • “But if the unbeliever leaves, let it be so. The brother or the sister is not bound in such circumstances; God has called us to live in peace” (New International Version).
  • “Tetapi jika pasangan yang tidak percaya itu meninggalkan istrinya, jangan menahan dia. Saudara atau saudari tidak terikat dalam situasi yang demikian; Allah memanggil kita untuk hidup dalam damai sejahtera.” 
  • “But if the unbeliever departs, let him depart; a brother or a sister is not under bondage in such cases. But God has called us to peace” (New King James Version).
  • “Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; saudara atau saudari tidak terikat dalam hal yang demikian; Allah memanggil kita untuk hidup dalam damai sejahtera.”
  • “But if the husband or wife who isn’t a believer insists on leaving, let them go. In such cases the believing husband or wife is no longer bound to the other, for God has called you to live in peace” (New Living Translation).
  • “Tetapi apabila suami atau istri yang tidak percaya itu bersikeras untuk memisahkan diri, jangan menghalanginya. Dalam hal ini, suami atau istri yang percaya itu tidak terikat lagi kepada pasangannya, sebab Allah telah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.”
  • “But if the unbelieving partner separates, let it be so; in such a case the brother or sister is not bound. It is to peace that God has called you” (New Revised Standard Version).
  • “Tetapi jika pasangan yang tidak percaya itu memisahkah diri, jangan menghalanginya; dalam hal ini saudara atau saudari tidak terikat. Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.”

“Biarlah ia bercerai,” “biarkanlah ia pergi,” atau “biarkanlah demikian” – kalimat ini tidak mengimplikasikan bahwa anda menanggapinya biasa saja terhadap kandasnya penikahan anda. “Oh, pasangan saya telah pergi. Jadi sekarang biarlah saya tinggal sendirian saja.” Sebenarnya, selagi ada kesempatan dan kemungkinan, orang Kristen sebaiknya melakukan semua cara untuk menyelamatkan hubungan pernikahan mereka. Allah menghendaki orang Kristen untuk mempraktekkan hal ini dari awal pernikahan dan selama hidup dalam pernikahan – tidak hanya pada saat-saat krisis.

Orang Kristen sebaiknya perlu merubah perilakunya. Dia sebaiknya mencari pertolongan dari seorang konselor yang profesional. Dia sebaiknya bertekun berdoa kepada Allah untuk memohon pertolonganNya.

Dalam situasi yang ekstrim seorang percaya diperbolehkan untuk bertarak dan tetap dalam kontrak pernikahan mereka, namun diperintahkan bersatu lagi sebagaimana Roh Allah memampukan mereka untuk saling memaafkan dan membuat perubahan-perubahan perilaku sebagaimana mestinya.

Jika anda tidak punya pilihan tetapi merelakannya

Paulus berkata, “Let him depart” – diterjemahkan biarlah ia bercerai – (dan terjemahan lain yang mirip dengan ucapan ini) menjelaskan bahwa telah ada petunjuk dimana pintu sudah tertutup – yakni ketika pasangan anda telah mengambil keputusan dari tangan anda. Meskipun ini terkesan mendadak, tetapi sejatinya tertutupnya hubungan pernikahan seperti ini sudah bergejolak dari sejak lama.

Hal ini terjadi mungkin karena satu pasangan atau keduanya mengabaikan hubungan pernikahan mereka. Atau, hal ini terjadi mungkin karena satu pasangan atau keduanya mengambil tindakan yang bertentangan dengan prinsip pernikahan yang baik dan langgeng. Hubungan pernikahan sering gagal karena masalah yang sudah “bernanah” – akibat dari masalah-masalah kecil yang bertubi-tubi dan bukan akibat masalah besar yang hanya terjadi seketika.

Ini jelas kelihatannya cocok dengan kedua skenario yang dituliskan pada awal artikel ini. Dalam hal ini, pasangan yang bukan Kristen itu sedang “depart” atau telah “depart” dari pasangannya yang Kristen.

Meskipun kelihatannya kurang jelas, hal itu bisa dibenarkan untuk contoh yang ke-3, ke-4 dan ke-5. Dalam semua ini, pasangan itu telah “depart” dari pernikahan dan ini terlihat dari perbuatannya secara sengaja ataupun bukan dari perbuatan melainkan dari perilakunya. Kalaupun dia tidak pergi meninggalkan rumah atau tidak menuntut perceraian, pernikahan itu memang akan terus berjalan tetapi hanya tinggal nama.

Jadi, jika seorang Kristen tidak mengambil tindakan, apakah hal itu diperbolehkan? Apakah seorang Kristen dianggap gagal untuk hidup dalam Firman Allah jika dalam situasi ini dia yang mengajukan perpisahan atau perceraian? Bolehkah Kristen bercerai?

Keputusan diambil begitu saja dari tangan anda

Apakah itu dosa jika seorang Kristen menuntut perpisahan atau perceraian? Bisa jadi, tetapi dalam kenyataannya pasangan yang bukan Kristen (atau pasangan yang berperilaku bukan Kristiani) telah sesungguhnya memutuskan kontrak pernikahannya. Dalam hal ini tidak ada yang bisa dilakukan seorang pasangan Kristen untuk merubahnya. Jika demikan halnya, pihak yang mana yang menuntut perceraian itu bisa diperdebatkan. Orang Kristen tidak semestinya meminta pisah atau cerai, tetapi pada situasi seperti ini, dia bisa, dan tidak merupakan dosa bagi dia apabila dia melakukan itu.   

(Barangkali ada situasi dimana mental, fisik atau kesehatan seseorang memerlukan bentuk perpisahan, tetapi hendaknya dengan melakukan konsel akan lebih bijak. Ada juga dengan alasan keuangan sehingga meminta pisah, tetapi itu semua harus menyangkut prosedur hukum yang memang di luar jangkauan artikel ini).

Meskipun demikian, ide mengakhiri pernikahan dapat menjadi sangat sulit bagi orang Kristen, yakni mereka yang berkomitmen untuk bertahan selama hidupnya.

Memahami ketika perpisahan atau perceraian Kristen diperbolehkan menurut Alkitab

Melalui rancangan Allah, pernikahan adalah hubungan yang paling intim. Hidup anda terjalin/terikat dengan hidup pasangan anda  meskipun pada pernikahan yang bermasalah. Oleh sebab itu, perceraian sangatlah menyakitkan bagi orang Kristen. Hal itu menimbulkan dampak buruk. Itu menimbulkan kerusakan yang oleh karenanya anda akan memerlukan pertolongan Allah untuk memulihkannya. Itu tidak selalu jelas terlihat dari luar bahwa seorang pasangan telah “depart” dari pernikahannya jika pasangan tersebut masih berada dalam satu rumah. Misalnya, apakah dia minum minuman keras secara berlebihan sehingga sudah pada taraf penyalahgunaan alkohol, atau dia sudah menjadi seorang yang alkoholik – atau apakah dia sekedar minum secukupnya? Apakah dia seorang yang temperamen – atau apakah dia memiliki sifat yang sangat sensitif terhadap orang lain? Apakah dia suka memukul – atau dia tidak bisa menahan emosi?

Kelainan-kelainan ini sangat penting diperhatikan ketika anda sedang mencoba meyakinkan diri apakah pasangan anda telah “depart.” Dan ada beberapa alasan mengapa hal itu sulit untuk kita pahami jawaban-jawabannya secara akurat.

Pertama, hal ini memerlukan pemikiran yang objektif. Dan ini merupakan yang sangat sulit ketika orang sudah berada di dalam pergolakan atau sebuah hubungan pernikahan yang kacau. Di sini, suatu  perspektif yang tidak membias sering menjadi hal yang terpenting untuk keluar dari masalah ini.

Juga, hidup dalam waktu sekian lama di dalam sebuah pernikahan dimana seorang pasangan telah “depart” (tetapi masih berada di dalam rumah) dapat secara serius memutarbalikkan kemampuan anda untuk bisa berpikir secara rasional. Anda dapat merasakan suatu perasaan bersalah yang tidak pada tempatnya. Kepekaan ini dapat dimanipulasi oleh pasangan yang egois.

Pada kenyataannya, bahkan orang Kristen pun bisa menjadi orang yang egois, barangkali karena sudah terlalu jenuh sehingga mencari-cari alasan untuk mengakhiri hubungan pernikahan, dan tidak berusaha untuk memperbaikinya. Seorang Kristen merasa telah menyerah dan mengikuti dorongan hati egoisnya untuk menyatakan pasangannya sudah “depart” padahal sebenarnya belum!

Untuk semua alasan ini, anda barangkali memerlukan pertolongan dari pihak ke-3 yang mampu secara objektif mengenali entah pasangan anda telah “depart” dari hubungan pernikahan anda. Anda perlu berhati-hati terhadap fakta bahwa banyak teman maupun anggota keluarga yang tidak bisa memberi solusi yang objektif! Carilah pertolongan seorang profesional yang memahami aturan-aturan alkitabiah tentang perceraian Kristen. Seseorang yang memiliki keahlian yang memadai akan membimbing anda melalui situasi yang anda alami dan tidak akan mencoba memaksakan pendapat pribadinya kepada anda.   

Meskipun diperbolehkan, perceraian Kristen tidak akan pernah mudah

Tidak dapat dipungkiri bahwa norma-norma sosial sekarang ini ialah bahwa perceraian sudah menjadi hal biasa dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya. Namun demikian janganlah terbuai di dalam pikiran anda bahwa hal ini berarti perceraian itu mudah. Sebagaimana artikel-artikel kami tentang hubungan pernikahan yang banyak dimuat di Life, Hope & Truth menjelaskan bahwa kehendak Allah ialah bahwa pernikahan harus menjadi sesuatu yang berlangsung selama hayat. (Bacalah berbagai artikel kami dalam hal pernikahan, antara lain “Bagaimana Memiliki Kebahagiaan dalam Pernikahan.” Silakan mengklik tautan ini dan telusurilah:  http://philippines.cogwa.org/articles/entry/bagaimana-memiliki-kebahagiaan-dalam-pernikahan

Kita telah melihat di 1 Korintus 7 bahwa Allah memahami situasi orang-orang percaya [Kristen] dimana mereka tidak mampu mencegah pasangan mereka  untuk “depart” dari hubungan pernikahan mereka. Dan tentu saja Allah memahami pedihnya yang dialami oleh orang-orang percaya ketika perceraian terjadi. Dia menginspirasikan perkataan Paulus untuk membimbing orang-orang percaya melalui hari-hari yang sangat sulit ini.

Anda mungkin paham betul pernyataan Allah yang sangat sederhana untuk dimengerti ketika Dia berfirman, “Aku membenci perceraian” (Maleakhi 2:16). Dia tidak membenci orang yang bercerai, tetapi, kehancuran yang disebabkan perceraian itu sendiri. Apabila anda sedang menjalani perceraian, atau telah bercerai, anda memerlukan pertolonganNya dan hikmatNya di atas segalanya untuk mampu bertahan.

 

 

This article was translated from http://lifehopeandtruth.com

Tracker Pixel for Entry